MAKALAH TENTANG MUNAKAHAT


BAB I
PENDAHULUAN


A.           LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk yang sempurna. Namun juga manusia adalah mahluk yang sangat rentan tergoda oleh hal-hal yang ada didunia yang sementara ini. Dengan kesempurnaanya manusia, mereka mempunyai akal, nafsu dan pemikiran yang sangat berkembang namun hal diatas tidak menjamin bahwa manusia akan menjadi mahluk yang arif dan bijaksana. Dalam kehidupan sehari-hari manusia bahkan dapat bertindak melebihi mahluk lain yang notabene adalah mahluk yang tak sesempurna manusia. Hal ini menjadikan manusia begitu mudah terombang ambing dalam bertindak. Manusia membutuhkan lawan jenis untuk menyalurkan nafsu keinginannya dalam membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan keturunan yang syah sesuai dengan ketentuan hukum islam. Oleh karena itu dalam makalah ini akan disampaikan menegnai hukum-hukum pernikahan sesuai syariat agama islam.

B.            RUMUSAN MASALAH
Untuk mengkaji dan mengulas tentang pernikahan, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Apa pengertian pernikahan?
2.        Apa tujuan pernikahan?
3.        Apa rukun dan syarat pernikahan?
4.        Siapa orang yang haram dinikah atau dipinang?
5.        Bagaiman kewajiban seorang istri dan seorang suami?

C.           TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian pernikahan?
2.      Mengetahui tujuan pernikahan?
3.      Mengetahui  rukun dan syarat pernikahan?
4.      Mengetahui orang yang haram dinikah atau dipinang?
5.      Mengetahui kewajiban seorang istri dan seorang suami?




BAB II
PEMBAHASAN

A.           KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN
1.             Pengertian
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar dari pernikahan adalah nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syariat, nikah itu melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridhai oleh Allah SWT.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau Sunnah Rasul. Dalam hal ini disebutkan bahwasannya Rasulullah telah bersabda:
“Dari Anas bin Malik r.a bahwasannya Nabi Muhammad SAW memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, belia bersabda, ‘Akan tetapi aku salat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka dia bukanlah golonganku” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2.             Hukum Menikah
Menurut sebagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berupah menjadi sunnah, wajib, makhruh, atau haram. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.              Sunnah : Apabila orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinaan, walaupun tidak segera menikah makah hukum nikah adalah Sunnah.
b.             Wajib: Apabila orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.
c.              Makhruh : Bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah adalah makhruh.
d.             Haram : bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan dinikahi, hukum nikah adalah haram.
3.             Tujuan Pernikahan
Secara umum tujuan pernikahan menurut Isla madalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama islam . apabila tujuan pernikahan yang bersifat umum itu diuraikan secara terperinci, tujuan pernikahan yang islami dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)             Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang.
2)             Untuk memperoleh ketenangan hidup (sakinah)
3)             Untuk memenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah dan diridhai Allah.
4)             Untuk memperoleh Keturunan yang sah dalam masyarakat.
5)             Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan di akhirat.

4.             Rukun Nikah
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam yakni sebagai berikut:
1.      Ada calon suami, dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa (19 Tahun) beragama islam, tidak dipaksa/terpaksa, tidak sedang dalam ikhram haji atau umrah, dan bukan mahram calon istrinya.
2.      Ada calon istri, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur (16 tahun), bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam keadaan ikhram haji ataupun umroh.
3.      Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Wali nikah dapat dibagi menjadi dua macam: a) Wali Nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yagn akan dinikahkan. b) Wali Hakim yaitu kepala negara yang beragama islam, atau para pejabat berwenang pemerintahan yang bertindak sebagai wali nikah jika wali nasab tidak ada tau tidak bisa memenuhi tugasnya.
4.      Ada dua orang saksi, selain itu dalam pernikahan jua diperlukan du orang saksi dengan syarat beragama islam, laki-laki baligh dan berakal sehat serta dapat mendengar, melihat, berbicaram adil dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
5.      Ada akad nikah yaitu ucapan ijab Kabul. Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai lak-laki. Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan.  Suami wajib memberikan mas kawin (mahar) kepada istrinyam karena merupakan syarat nikah, tetapi mengucapkannya dalam akad nikah hukumnya sunnah.



5.             Muhrim
Menurut pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab wanita haram dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
1)      Wanita yang haram dinikahi karena terpaut keturunan.
2)      Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan
3)      Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan
4)      Wanita yang haram dinikahi karena mempunya pertalian muhrim dengan istri.

6.             Kewajiban Suami dan Istri
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami – istri harus melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah Semata. Secara umum kewajiban suami – istri adalah sebagai berikut:
a)      Kewajiban Suami
1)      Memberi nafkah, sandang pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.
2)      Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan negaranya.
3)      Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).

b)      Kewajiban Istri
1)      Taat kepada suami dalam batas-batas sesuai dengan ajaran agama islam.  Adapun suruhan suami yang bertentangan dengan agama islam tidak wajib ditaati.
2)      Memelihara diri dari serta kehormatan dan harta benda suami, baik di hadapan atau dibelakangnya.
3)      Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.
4)      Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit, serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami, sesuai dengan kekuatan vdan kemampuannya, hemat, cermat, dan bijaksana.
5)      Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya.
6)      Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.

7.             Perceraian
Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Pada dasarnya perceraian merupakan perbuatan yang tidak terpuji, karena dapat menimbulkan akibat-akibat yang negative, terutama apabila suami dan istri yang bercerai itu sudah mempunyai anak. Hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawina nadalah meninggalkan salah satu pihak suami atau istri, talak, fasakh, khulu, li’an, ila’ dan zihar. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a)      Talak adalah melepaskan ikan perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela ucapan dari pihak suami kepada istrinya.
b)      Fasakh adalah pembatalan pernikahan antara suami – istri karena sebab-sebab tertentu. Fasakh dilakukan oleh hakim agama, karena adanya pengaduan istri atau suami dengan alasan yang dibenarkan.
c)      Khulu’ berarti tanggal. Dalam ilmu fikih khulu’ adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik dengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau dengan berikan sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.
d)     Li’an adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina (karena suami tidak dapat mengajukan 4 orang saksi yang melihat istrina berzina).
e)      Ila’ bararti sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya selama empat bulan atau lebih, atau dalam masa yang ditentukan.
f)       Zihar adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya.

8.             Iddah
Iddah adalah masa menunggu bagi istri yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya untuk dibolehkan menikah kembali dengan laki-laki lain. Tujuan Iddah antara lain untuk melihat perkembangan, apakah istri yang bercerai itu hamil atau tidak. Masa Iddah merupakan masa untuk berpikir ulang untuk rujuk atau meneruskan perceraian.

9.             Rujuk
Rujuk berarti kembalinya suami kepada ikan nikah dengan istrinya sebagaimana semula, selama istrinya berada dalam masa Iddah Raj’iyah.

B.            HIMAH PERNIKAHAN
Fuqaha (ulama fikih) menjelaskan tentang hikmah-hikmah pernikahan yang islami, antara lain:
1)      Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang diridhai Allah (cara yang islami) dan menghindari cara yang dimurkai Allah seperti perzinaan atau homoseksual.
2)      Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridhai Allah untuk memperoleh Anak serta mengembangkan keturunan yang sah.
3)      Melalui pernikahan suami istri dapat memupuk rasa tanggungjawab membaginya dalam rangka memelihara, mengasah dan mendidik anak-anaknya sehingga memberikan motivasi yang kuat untuk membahagiakan orang-orang yang menjadi tangggungjawabnya.
4)      Menjalin hubungan silaturrahmi antara keluarga suami dan keluarga istri, sehingga sesama mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.

C.           PERKAWINAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Perundang undangan perkawinan di Indonesia bersumber kepada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang pelaksanaan intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan.
1.      Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Dalam pasal 2 dan pasal 3 dari Kompilasi hukum islam di bidang hukum perkawinan dijelaskan bahwa pengertian perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan galizan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan tujuan perkawinan ialah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahman.
2.      Sahnya Perkawinan
Dalam pasal 4 dari kompilasi hukum islam di bidang hukum perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menegaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
3.      Pencatatan Perkawinan
Dalam pasal 5 dan 6 Kompilasi hukum islam di bidang hukum perkawinan dijelaskan:
-    Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat.
-  Pencatatan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat nikah (Kantor urusan agama kecamatan dimana calon mempelai bertempat tinggal).
-     Agar pelaksanaan pencatatan perkawinan itu dapat berlangsung dengan baik, maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah.
-        Perkawinan  yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.



4.      Akta Nikah
Dalam pasal 7 ayat (1) dari kompilasi hukum islam di bidang hukum perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.

5.      Kawin Hamil
Dalam pasal 53 ayat (1), (2) dan (3) dari kompilasi hukum islam di bidang hukum perkawinan dijelaskan:
1)      Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2)   Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dilangsungkan tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya.
3)  Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hami, tidak diperlukan perkawilan ulang setelah anak yang dikandung lahir.


D.            
BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa munakahat merupakan salah satu wujud dari ibadah kepada Allah SWT, Di dalam islam tidak ada istilah pacaran, saat saling mengenal dikenal dengan istilah khitbah nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang dilakukan menurut hukum syariat  Islam.  Menikah wajib bagi seseorang yang sudah siap baik mental maupun fisik. Untuk melepaskan pernikahan dilakukan dengan talak, di dalam islam talak diperbolehkan, tetapi sangat di benci oleh Allah, jika sudah talak masih ada jalan yang digunakan untuk kembali, yaitu dengan rujuk.

B.            Saran
Sebagai salah satu umat islam sebaiknya setelah siap mental maupun fisiknya, disegerakan menikah selain untuk menghindari zina, juga dapat menjadi suatu ibadah jika dilakukan untuk mencadi ridho Allah SWT dan memenuhi kewajiban sebagai umat islam.



DAFTAR PUSTAKA

http://tjaturan.blogspot.com/2013/09/makalah-munakahat.html
http://makalah-fiqh.blogspot.com/2012/05/munakahat.html

http://avinprastiwi16.blogspot.com/2015/09/makalah-tentang-munakahat.html

Subscribe to receive free email updates: