MAKALAH HIV AIDS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seperti yang kita
ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum ada obatnya dan belum
ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV, sehingga penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia baik
sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS juga dapat menimbulkan
penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita sering
mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-seminar,
tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS. Dari segi
fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung karena gejalanya
baru dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang
mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin yang
berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah
besar dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan
itulah kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai
generasi penerus bangsa, merasa perlu memperhatikan hal tersebut. Oleh karena
itu kami membahasnya dalam makalah ini dan mengangkat judul “HIV/AIDS Dan Cara
Penanggulangannya”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah rumusan yang disusun untuk memahami
apa dan bagaimana masalah yang diteliti. Adapun rumusan masalah dari makalah
ini adalah:
1.
Apakah
HIV/AIDS itu?
2.
Bagaimana
penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS tersebut?
3.
Bagaimana
cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulis mengangkat masalah AIDS dalam Makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui HIV/AIDS tersebut.
2.
Agar
mengerti tentang penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS.
3.
Supaya
memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat
yang ingin penulis capai adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca, utamanya bagi
sesama pelajar dan generasi muda tentang AIDS, sehingga dengan demikian kita
semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa saja
menyebabkan penyakit AIDS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah HIV AIDS
Kasus AIDS pertama kali
ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1983 dan virusnya di
temukan Luc Montagnier pada tahun 1983. AIDS pertama kali dilaporkan pada
tanggal 5 juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika
Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasi
sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Peneumocystis Jirovecii) pada lima
laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Penyakit AIDS dewasa ini telah
terjangkit hampir setiap didunia (pandemi), termasuk diantaranya Indonesia.
Hingga November 1996 diperkirakan telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus
didunia yang terdiri dari 6,7 juta dewasa dan 1,7 anak-anak. Di Indonesia
berdasarkan data-data yang bersumber dari Direktorat Jendaral P2M dan PLP
Depertemen Kesehatan RI sampai dengan 1Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS
sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 provinsi di Indonesia. Data jumlsh
penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori “Gunung Es” dimana penderita
yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya. Untuk itu WHO
mengestimasikan bahwa 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih
100-200 penderita HIV yang belum diketahui.
Penyakit AIDS telah menjadi
masalah internasional karena dalam waktu singkat terjadi peningkatan jumlah
penderita dan melanda semakin banyak negara. Dikatakan pula bahwa epidemic yang
terjadi tidak saja mengenal penyakit (AIDS), virus (HIV) tetapi juga
reaksi/dampak negative berbagai bidang seperti kesehatan, social, ekonomi,
politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan yang harus
diharapi baik oleh negara maju maupun negara berkembang.
2.2 Defiinisi
2.2.1
Virus HIV
HIV (Human
Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS. HIV
termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi genetiknya ke
dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda
(retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan
rumah, membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi.
Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan
cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari
gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV
menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru
kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat
diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika
diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah
kita dapat meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.
2.2.2 Penyakit
AIDS
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk
hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang
mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau
menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada
sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung
terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa
tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Saat ini tidak ada obat, serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit
AIDS.
2.2.2.1
Bahaya Aids
Orang yang telah mengidap virus AIDS akan menjadi pembawa
dan penular AIDS selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat.
AIDS juga dikatakan penyakit yang berbahaya karena sampai saat ini belum ada
obat atau vaksin yang bisa mencegah virus AIDS. Selain itu orang terinfeksi
virus AIDS akan merasakan tekanan mental dan penderitaan batin karena sebagian
besar orang di sekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Dan penderitaan
itu akan bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS yang
lain adalah menurunnya sistim kekebalan tubuh. Sehingga serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan meninggal.
Secara etiologi, HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik
sel-T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu
retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam
ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke
dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1
menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk
setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus
memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,Vpu, yang membantu pelepasan
virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infeksi-vitas
(daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr
diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui
dalam serum dari para perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985,
menyebabkan penyakit klinis tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan
HIV-.
2.3 Penyebab
dan Gejala Terserang Virus HIV/AIDS
HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan
sosial yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa,
berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang,
penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan
OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami,
ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia
produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung
meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV.
Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada
orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau
gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1.
Berat
badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2.
Diare
kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3.
Demam
berkepanjangan lebih dari1 bulan
4.
Penurunan
kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5.
Dimensia/HIV
ensefalopati
Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental
dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat
kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja.
Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS,
yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual
dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang
menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba
suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Para ahli menjelaskan bahwa Tanda dan Gejala Penyakit AIDS
seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan
tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6
minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam
beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit
karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah
dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah
melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit
AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita
mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti
terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium
awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita
penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual
dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan,
serta mengalami diarhea yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita
mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan
tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy
didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena
gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya
gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala,
susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak
melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan
kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu
mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit).
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri
pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada
kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak)
serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada
wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini
sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita
penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya
yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang
mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic
inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur
(abnormal).
2.4 Cara Penularan
Cara
penularan HIV ada tiga :
1.
Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral,
ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang paling umum
terjadi,. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin
dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis,
gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar
disbanding seks vaginal dan resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari
pada yang insertive.
2.
Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum
suntik.
a. Transfusi
darah yang tercemar HIV
b. Pemakaian
jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para
pencandu narkotik suntik.
c. Penularan
lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3.
Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada
bayinya, baik selam hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.
Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi
melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi
kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu
tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada
ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan
tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat
dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti
dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan
mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV.
2.5 Cara Pencegahan dan Penanganan HIV/AIDS
2.5.1
Cara pencegahan:
1.
Hindarkan
hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang
pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain.
2.
Pergunakan
kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual.
3.
Ibu
yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus, hendaknya jangan
hamil. Karena akan memindahkan virus AIDS pada janinnya.
4.
Kelompok
resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah.
5.
Penggunaan
jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik ) harus dijamin
sterilisasinya.
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam
usaha untuk mencegah penularan AIDS yaitu, misalnya : memberikan
penyuluhan-penyuluhan atau informasi kepada seluruh masyarakat tentang segala
sesuatau yang berkaitan dengan AIDS, yaitu melalui seminar-seminar terbuka,
melalui penyebaran brosur atau poster-poster yang berhubungan dengan AIDS,
ataupun melalui iklan diberbagai media massa baik media cetak maupun media
elektronik.penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan, kepada semua lapisan masyarakat, agar seluarh masyarakat
dapat mengetahui bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan diri dari segala
sesuatu yang bisa menimbulkan virus AIDS.
2.5.2
Penanganan HIV/AIDS
2.5.2.1 Penanganan
Umum
a. Setelah
dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat
replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan
berbagai macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat
penyembuhannya.
b. Pengobatan-pengobatan
ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata mereka
benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
c. Pengobatan
infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat
menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti
virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak
menjalar dan menjadi semakin parah
2.5.2.2 Penanganan
Khusus
a. Penapisan
dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien
dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan
memandang perlu pemeriksaan tersebut.
b. Upayakan
ketersediaan uji serologic
c. Konseling
spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan
kehamilan da risiko yang dihadapi
d. Bagi
golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk
upaya preventif (penggunaan kondom)
e. Berikan
nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik.
f. Lakukan
terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000)
kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
g. Tatalaksana
persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau
perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).
2.6 Penyebaran
Virus HIV Dalam Tubuh
Supaya
terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel dan materi genetik virus
dimasukkan ke dalam DNA sel sehingga terjadi infeksi. Di dalam sel, Virus
berkembng biak pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan pertikel virus
yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus
menempel pada limfosit yang memiliki satu reseptor protein yang disebut CD4,
yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor biasanya,
disebut sel CD4+ atu disebut limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan menagatur sel-sel lain pada sistem kekebalan.(misalnya
limfosit B, makrofag dan limfosit T stitostik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya
limfosit T penolong, sehingga teradi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi
dirinya terhadap infksi dan kanker.
Seseorang
yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit Tpenolong melalui 3 tahap selama
beberpa bulan atau tahun.
1. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama
setelah terinfeksi HIV sejumlah sel menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan
ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel
virus yang terdapat dalam luar darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus,
tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
2.
Setelah
sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus didalam darah mencapai kadar yang
stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan
penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi
dak kadar Limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter mendapati orang-orang yang
berisiko tinggi menderita AIDS.
3. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS,
jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya turun hingga 200
sel/Ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi
HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B. Limfosit B adalah
limfosit yang menghasilkan antibodi. Seringkali HIV meyebabkan produksi
antibodi berlebihan. Antibodi yang diperuntukkan melawan HIV dan infeksi lain
ini banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS.
Pada
saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan Sistem kekebalan tubuh dalam mengenali dan sasaran
baru yang harus diserang.
2.7 Pemeriksaan
Laboratorium
Terdapat
dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Yang
pertama, enzymelinked immunosorbent assay(ELISA), bereaksi terhadap adanya
antibodi dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila
terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar. Karena hasil positif-palsu dapat
menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji ELISA yang positif
diulang, dan apabila keduanya positif, maka dilakukan uji yang lebih
spesifik, Western blot. Uji Western blot juga dikonfirmasi dua kali. Uji
ini lebih kecil kemungkinannya memberi hasil positif-palsu atau
negatif-palsu. Juga dapat terjadi hasil uji yang tidak konklusif, misalnya saat
ELISA atau Western blot bereaksi lemah dan agak mencurigakan. Hal ini dapat
terjadi pada awal infeksi HIV, pada infeksi yang sedang berkembang (sampai
semua pita penting pada uji Western blot tersedia lengkap), atau pada
reaktivitas-silang dengan titer retrovirus tinggi lain, misalnya HIV-2 atau
HTLV-1. Setelah konfirmasi, pasien dikatakan seropositif HIV. Pada
tahap ini, dilakukan pemeriksaan klinis dan imunologik lain untuk mengevaluasi
derajat penyakit dan dimulai usaha-usaha untuk mengendalikan infeksi.
HIV juga
dapat dideteksi dengan uji lain, yang memeriksa ada tidaknya virus atau
komponen virus sebelum ELISA atau Western blot dapat mendeteksi antibodi.
Prosedur-prosedur ini mencakup biakan virus, pengukuran antigen p24, dan
pengukuran DNA dan RNA HIV yang menggunakan reaksi berantai polimerase
(PCR) dan RNA HIV-1 plasma. Uji-uji semacam ini bermanfaat dalam studi
mengenai imunopatogenesis, sebagai penanda penyakit, pada deteksi dini infeksi,
dan pada penularan neonatus. Bayi yang lahir dari ibu positif-HIV dapat memiliki
antibodi anti-HIV ibu dalam darah mereka sampai usia 18 bulan, tanpa bergantung
apakah mereka terinfeksi atau tidak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan
yang dapat penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah
virus yang hanya hidup dalam tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan
tubuh manusia. AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala
menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS
seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan
tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6
minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak
ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari
Virus HIV penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Widoyono. 2005. Penyakit
Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya..
Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani
Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa
Aksara
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi.
Jakarta: Erlangga Medical Series