MAKALAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Puji syukur Penyusun
panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan karunia-Nya Penyusun
dapat menyelesaikan Makalah PKn yang berjudul “ Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan ilmu yang Penyusun miliki. Dalam kesempatan ini Penyusun
mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman dan kepada pihak yang
membantu sehingga terselesainya makalah ini.
Akhirnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa Penyusun berharap dan berdoa agar makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi Penyusun sendiri selaku sebagai penyusun dan umumnya
bagi para pembaca makalah ini. Amin
Rebang
Tangkas, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
NKRI dan Hakikat Negara
B.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )
C.
Negara
Kebangsaan Pancasila
D.
Hakikat
Negara Integralistik
E.
Butiran-Butiran
NKRI
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan negara yang dilewati
oleh garis katulistiwa yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah, beragam
kebudayaan, adat istiadat,suku, ras,bahasa dan lain-;ain.
Indonesia merdeka pada tahun 1945 setelah melalui begitu banyak halangan
dan rintangan. Setelah merdeka, ada beberapa daerah yang ingin memisahkan diri
dari negara indonesia. Namun indonesia tidak begitu saja melepaskan
daerah-daerah itu dengan mudah untuk mendirikan negara baru.
Keutuhan bangsa dan negara indonesia harus tetap dijaga secara utuh. Dengan
adanya Pancasila, seluruh rakyat indonesia yang berasal dari beragam latar
belakang kebudayaan, adat istiadat, suku, ras, dan bahasa dapat dipersatukan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) secara luas untuk menambah wawasan dalam proses pembelajaran mata
kuliah Pendidikan Pancasila. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita,
walaupun masih terdapat banyak kekurangan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut
1. Apa pengertian NKRI dan Hakikat
Negara ?
2. Bagaimana Negara Kesatuan Republik
Indonesia ?
3. Bagaimana Negara Kebangsaan
Pancasila ?
4. Bagaimana Hakikat Negara
Integralistik ?
5. Apa Butiran-Butiran NKRI ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
dalam penulisan makalah ini ialah
1. Untuk mengetahui pengertian NKRI dan
Hakikat Negara.
2. Untuk mengetahui Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Untuk mengetahui Negara Kebangsaan
Pancasila.
4. Untuk mengetahui Negara Integralistik.
5. Untuk mengetahui Butiran-Butiran
NKRI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
NKRI dan Hakikat Negara
1. Pengertian
NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kesatuan
berbentuk republik dengan sistem desentralisasi (pasal 18 UUD 1945), di
mana pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya di luar bidang
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat Pasal
18 UUD 45 menyebutkan :
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia
bagi atas daerah profinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang
2) Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah
kabupaten dan kota mengatur dengan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4) Gubernur, Bupati dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota
dipilih secara demokrasi.
5) Pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
6) Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaran
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
2. Hakikat
Negara
Pengertian Negara. Manusia dalam merealiasisikan dan meningkatkan harkat
dan martabatnya tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu
manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam
hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup
yang disebut negara. Menurut Harold J. Laski, bahwa negara adalah suatu
masyarakat yang intregasikan karena memiliki wewenang yang bersifat Mamasa yang
secara sah lebih tinggi dari pada individu atau kelompok-kelompok yang ada
dalam negara, jikalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun
oleh kelompok ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat mengikat dan
memaksa. Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara
adalah: wilayah, rakyat (penduduk), pemerintahan, dan kedaulatan (Budiraharjo,
1981: 42-44.
B. Negara
Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya di dunia memiliki suatu
cara khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum
membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai
adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang beraneka ragam sebagai
suatu unsur. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, kelompok,
adat-istiadat, kebudayaan serta agama. Selain itu agama Indonesia juga tersusun
atas unsur-unsur wilayah negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga
dalam membentuk negara Bangsa Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai
unsur yang beraneka ragam tersebut dalam suatu negara.
Berdasarkan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka
bangsa Indonesia mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri
khas tertentu yang karena ditentukan oleh keanekaragaman, sifat dan
karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu negara berdasarkan Filsafat
Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta Negara
yang Bersifat Integralistik. Hal itu sebagaimana dirumuskan dalam bukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV. Dasar nilai filosofis negara dalam
hubungannya dengan bentuk negara, sebagaimana terkandung dalam
Pasal (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “ Negara Indonesia
ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Sebagai suatu kajian
hermeneutis, pandangan tentang paham berbentuk negara yang dikemukakan tatkala
bangsa Indonesia mendirikan negara, yaitu dalam Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei
1945. Sebagaimana dijelaskan di atas Soepomo mengemukakan pandangannya dengan
membahas tiga teori bentuk negara besar di dunia, yaitu (1) aliran negara yang
menyatakan bahwa negara terdiri atas teori perseorangan (individualisme),
sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousscau, Herbert
Spencer, dan Harold J. Laski (2) Aliran lain adalah teori ‘golongan’ dari
negara (class theory) sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engles, dan
Lenin. (3) Aliran negara integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam
Muller, dan Hegel.
Pendapat Soepomo tersebut nampaknya senada dengan pandangan Soekarno, M.
Hatta dan Yamin, yang menekankan pentingnya integrasi baik individu maupun
masyarakat. Para pendiri Republik ini menyakini dan menyadari bahwa filsafat
individualisme-liberalisme tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
Esensi negara kesatuan adalah terletak pada pandangan ontologis tentang
hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara. Hakikat negara persatuan
adalah masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan ini negara tidak memandang
masyarakat sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai
sumber genetik dirinya, masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh
bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya
kesatuan hidup dalam suatu interaksi saling memberi dan menerima antar warganya.
Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian
(federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara yang
bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-makhluk
sosial sebagai basis ontologi negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang
diberikan oleh Tuhan YME. Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam
masyarakat, negara tidak memihak pada salah satu golongan, negara bekerja bagi
kepentingan seluruh rakyat. Masyarakat adalah produk dari interaksi antara
segenap golongan yang ada didalamnya. Dengan demikian negara adalah produk dari
interaksi antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai produk yang
demikian maka ‘logic in it self’ bahwa negara mengatasi
setiap golongan yang ada dalam setiap golongan yang ada dalam
masyarakat (Besar, 1995: 84).
1. Hakikat
Bentuk Negara
Bangsa dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam usut yang
membentuknya yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu negara Indonesia
adalah negara yang berdasarkan Pancasila sebagi suatu negara kesatuan
sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Republik Indonesia yang
Berkedaulatan Rakyat. Ditegaskan kembali Pokok Pikiran Pertama “....bahwa
negara Indonesia adalah negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia.” Hakikat negara kesatuan dalam pengertian ini
adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya,
yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis, suku bangsa, golongan,
kebudayaan, serta agama.
Pengertian ‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan
secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam berita
Republik Indonesia Tahun II No. 7 , bahwa bangsa Indonesai
mendirikan negara Indonesia dipergunakan aliran ‘Negara Persatuan’ yaitu
negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perorangan. Jadi ‘Negara
Persatuan’ bukanlah negara berdasarkan indivualisme, sebagaimana diterapkan di
negara liberal di mana negara hanya sebagai suatu iakatan individu saja.
Bhinneka Tunggal Ika: sebagaimana
diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat yang beraneka
ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan
bangsa Indonesia. Hakikat makna Bhinneka Tunggal Ika yang
memberikan sesuatu pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia
terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan
serta karakter berbeda-beda, memiliki agama yang berbeda-beda dan terdiri atas
beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah
merupakan suatu persatuan, yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk
Tuhan YME, namun perbedaan itu untuk dipersatukan disintesiskan dalam suatu
sintesis yang positif dalam suatu negara kebersamaan, negara persatuan
Indonesia (Notonegoro, 1975: 106)
2. NKRI adalah
Negara Kebangsaan
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai
makhluk Tuhan YME yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang
memiliki kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan
orang lain. Sebagaimana dijelaskan di depan, menurut Yamin, bangsa Indonesia
dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik internasional
yaitu suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan,
berlangsung melalui tiga fase, yaitu zaman kebangsaan Sriwijaya, negara
kebangsaan zaman Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah
merupakan kebangsaan lama, dan kemudian pada gilirannya masyarakat Indonesia
membentuk suatu Nationals Staat, atau suatu Etat
Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut
susunan kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan
(sekarang Negara Proklamasi 17 Agustus 1945).
a. Hakikat
Bangsa
Manusia sebagai makhluk Tuhan YME pada hakikatnya memiliki sifat kodrat
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Suatu bangsa bukanlah suatu
manifestasi kepentingan individu saja yang diikat secara imperatif dengan suatu
peraturan perundangan-undangan sebagaimana dilakukan oleh negara liberal.
Demikian juga suatu bangsa bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang
menenggelamkan hak-hak individu sebagaimana terjadi pada bangsa sosialis
komunistis.
b. Teori
Kebangsaan
Dakam tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut sebagai ‘Nation’, terdapat
berbagai macam teori besar yang merupakan bahan komporasi bagi proses pendirian
negara Indonesia, untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan
karakter sendiri.
C. Negara
Kebangsaan Pancasila
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang,
sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa
asing selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat
kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang terdiri dari
beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang beraneka ragam tersebut
bukanlah merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan
itu justru merupakan suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan
kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman
itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Adapun
unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Kesatuan
Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah,
yaitu sejak zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian datang
penjajah, tercetus Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai
bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara
Republik Indonesia.
b. Kesatuan Nasib: yaitu bangsa
Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan
selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama
dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa
tentang kemerdekaan.
c. Kesatuan
Kebudayaan: Walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan, namun
keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional
Indonesia. Jadi, kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan bekembang di atas
akar-akar kebudayaan daerah yang menyusunnya.
d. Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup
dari mencapai penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah darah
Indonesia.
e. Kesatuan
Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita,
kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari
pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila
(Notonegoro, 1975:106).
D. Hakikat
Negara Integralistik
Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara pada hakikatnya
merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam
pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya tersebut
membentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa yang merdeka. Bangsa
Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan
keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut
negara Indonesia, Soepomo pada sidang pertama BPUPKI tanggal 31 Maret 1945,
mengusulkan tentang paham integralistik yang dalam kenyataan objektivnya
berakar pada budaya bangsa. Pemikiran Soepomo tentang negara
integralistiktersebut adalah sebagai berikut:
“Maka semangat kebatinan, struktur kerokhanian dari bangsa Indonesia
bersifat dan cita-cita persoalan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan
dunia bathin, antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan
pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai golongan manusia itu tiap-tiap
masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia dianggap mempunyai tempat dan
kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut kodratnya dan segala-segalanya
ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin. Manusia sebagai seseorang tidak
terpisah dari seseorang yang lain atau dunia luar, dari golongan manusia, maka
segala sesuatu bercampur baur bersangkut paut, segala sesuatu berpengaruh dan
kehidupan mereka bersangkut paut” (Sekretariat Negara, 1995).
Kesatuan integral bangsa bangsa dan negara Indonesia dipertegas dalam pokok
pikiran pertama, “....Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia”. Bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dari
sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian
yang demikian ini maka manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang saling
tergantung, sehingga hakikat manusia itu bukanlah total individu dan juga bukan
total makhluk sosial. Relasi yang saling tergantung tersebut menunjukkan bahwa
manusia adalah merupakan suatu suatu totalitas makhluk individu dan makhluk
sosial. Adapun penjelmaan dalam wujud persekutuan hidup bersama adalah terwujud
dalam suatu bangsa yang memiliki kesatuan integralistik (Besar, 1995: 77, 78).
Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara
adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara
mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak
memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan
terbesar. Negara dan bangsa adalah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan
tersebut.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan azas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hhubungan antar individu
maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak
memihak pada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak
mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai
kebersamaan, kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”,nilai religius,
serta keserasian (Parieta, 1995:274).
Pemikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa
Indonesia sejak zaman dahulu kala pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian
yang secara mutlak membentuk suatu kesatuan. Bangsa Indonesia terdiri atas
manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok,
golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri atas
pulau-pulau keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun
bathin.
1. Hubungan
antara Individu dan Negara
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk jasmani rokhani, makhluk pribadi dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, serta manusia adalah makhluk individu dan
makhluk sosial. Keseluruhan unsur hakikat manusia tersebut adalah merupakan
suatu totalitas yang bersifat ‘majemuk tunggal’ atau ‘monopluralis’.
Sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang merupakan
sifat dasar dari totalitas manusia dalam negara. Dalam negara sebagai suatu
totalitas senantiasa terdapat sejumlah subjek yang senantiasa berelasi antara
satu dengan lainnya. Relasi yang memacu ke arah terbentuknya kebersamaan yang
bersifat totalitas hanyalah relasi yang ekuivalensi, yaitu di satu sisi
mengandung kemiripan atau kesamaan. Kemiripan membuat subjek saling membutuhkan
dengan lain perkataan ‘saling tergantung’. Perpaduan antara ‘saling relevan’
dengan ‘saling tergantung’ inilah yang menggerakkan terjadinya interaksi antar
subjek serta tanggapan yang memadai terhadap kondisi saling tergantung adalah
‘saling memberi’ antar subjek, bilamana mereka menghendaki terpeliharanya
eksistensinya dalam negara. Hanya dengan perantara interaksi antar subjek dengan
saling memberi serta saling tergantung, maka dapat memelihara eksistensinya
dalam kebersamaan. Hal ini telah terekspresi dalam akar budaya Indonesia dalam
ungkapan-ungkapan, “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”,
“Persatuan Indonesia”, “Wawasan Nusantara”, serta “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Totalitas dalam kehidupan negara itu, secara alami memberikan karakteristik
pada manusia (1) manusia adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan
lainnya maupun dengan lingkungannya, (2) tugas hidup manusia secara kodrat
adalah memberi kepada lingkungannya. (Besar, 1995: 77, 78).
Jati diri integralistik Indonesia memang sebagai suatu paham tersendiri di
samping paham-paham besar dunia yaitu individualisme, liberalisme, dan
sosialisme-komunisme.
2. Hubungan
antara Masyarakat dan Negara
Negara adalah produk dari masyarakat, karena negara merupakan lembaga
kemasyarakatan. Dalam pengertian negara sebagai suatu totalitas, masyarakat itu
dalam dirinya bersemayam hasrat mengorganisasikan diri, sehingga ‘organisasi’
dan ‘ketaatan’ adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat
negara. Organisasi terjadi secara alami berkat dorongan batin, sedang ketaatan
sebagai konsekuensi logis dari organisasi negara. Hal ini dikarenakan dalam
negara antara individu senantiasa terdapat hubungan saling ketergantungan dan
saling memberi. Negara pada hakikatnya merupakan lembaga keterorganisasian diri
masyarakat. Oleh karena itu, betapapun masyarakat terdiri dari
golongan-golongan, kelompok-kelompok, suku bangsa-suku bangsa, namun secara
keseluruhan mengungkapkan suatu totalitas yang di dalamnya terkandung roh
persatuan, yaitu perbedaan antara golongan tidak dilarutkan namun dikorelasikan
oleh interaksi saling memberi, serta oleh sintesis yang positif.
Negara pada hakikatnya adalah suatu lembaga kemasyarakatan sehingga negara
adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat mewakili diri dalam Negara, dengan
kewibawaannya dan ia angkat untuk menata dan mengatur dirinya dalam mencapai
kesejahteraan bersama dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah maka negara
memandang masyarakat bukan sebagai objek yang berada di luar negara, melainkan
sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat dipandang sebagai pertumbuhan
bersama dari berbagai golongan yang mencapai persatuannya. Maka kesatuan dalam
masyarakat bukanlah hanya masalah lahiriah saja melainkan juga batiniah.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat. Negara tidak
memihak pada salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh
rakyat. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa negara pada hakikatnya adalah
masyarakat itu sendiri, oleh karena itu negara untuk semua golongan, semua
bagian, dan semua rakyat.
Berdasarkan pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Negara merupakan suatu susunan
masyarakat yang integral.
2) Semua golongan, bagian dan
anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
3) Semua golongan, bagian dan
anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis.
4) Yang terpenting dalam kehidupan
bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
5) Negara tidak memihak kepada sesuatu
golongan atau perseorangan.
6) Negara tidak menganggap kepentingan
seseorang sebagai pusat.
7) Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan
seseorang atau golongan saja.
8) Negara
menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
9) Negara
menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan (Yamin, 1959).
E. Butiran-Butiran
NKRI
1. NKRI adalah
Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang
Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham
tersebut adalah Tuhan adalah sebagai Sang Pencipta segala sesuatu.
Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai makhluk Tuhan,
maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan,
demikian pula setiap warganya juga ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara
kebangsaan Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memgang teguh cita-cita
kemanusiaan sebagai makhluk Tuhan dengan segala hak dan kewajibannya.
Negara tidak memaksakan agama. Kebebasan beragama dan kebebasan agama
adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak karena langsung
bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap umat beragama memiliki
kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan spiritualnya dalam
masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari
setiap warga negara pada umumnya dan para penyelenggara negara khususnya
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Hakikat
Ketuhanan Yang Maha Esa
Penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal
dari Tuhan baik material maupun spiritual. Hal ini ditegaskan oleh Moh. Hatta,
bahwa sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita
kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan
penyelenggara negara. Dengan dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini maka
politik negara mendapat dasar moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang
memimpin kerohanian rah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan
persaudaraan.
Hubungan Negara dengan Agama
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Manusia sebagai warga hidup bersama berkedudukan sebagai makhluk
pribadi dan sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa, ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaannya yaitu
menyembah kepada Tuhan Ynang Maha Esa. Manifestasi hubungan manusia dengan
Tuhannya adalah terwujud dalam agam. Negara adalah produk manusia sehingga
merupakan hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu
Tuhan yang bersifat mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan
kwajiban yang didasarkan atas keimanan dan ketaqwaannya terhadap Tuhannya,
sedangkan dalam negara manusia memiliki hak-hak dan kewajiban secara horizontal
dalam hubungannya dengan manusia lain.
1) Hubungan Negara dengan Agama Menurut
Pancasila
Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bukan negara sekuler
yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29
ayat (1) yang intinya bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah
Berketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal
dari Tuhan.
Negara
Pancasila pada hakikatnya megatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama
dan umat beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Pasal
29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan
masing-masing.
2) Hubungan
Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi
Hubungan negara dengan agama menurut paham Theokrasi bahwa antara negara
dengan agama tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, pemerintahan
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam
masyarakat, bangsa dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan.
3) Hubungan
Negara dengan Agama Menurut Sekularisme
Paham sekularisme membedakan dan memisahkan antara agama dan negara.
Sekularisme berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian
hubungan manusia dengan manusia, adapun agama adalah urusan akhirat yang
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.
Negara adalah urusan hubungan horizontal antara manusia dalam mencapai
tujuannya, adapun agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama.
Walaupun dalam negaa sekuler membedakan antara negara dengan agama, namun
lazinya warga negara diberikan kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.
Paham Liberal
Manusia menurut paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia
pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia
sebagai individu memiliki potensi dan senantiasa berjuang untuk dirinya
sendiri. Dalam pengertian inilah maka dalam hidup masyarakat bersama akan
menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi ancaman bagi manusia lainnya.
Negara menurut liberalisme harus tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk
itu maka manusia secara bersama-sama mengatur negara.
Atas dasar fundamental hakikat manusia tersebut maka dalam kehidupan
masyarakat bersama yang disebut negara, kebebasan individu sebagai basis
demokrasi, bahkan hal ini merupakan unsur yang fundamental. Liberalisme tetap
pada suatu prinip bahwa rakyat adalah merupakan ikatan dari individu-individu
yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara.
4) Hubungan
Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme
Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu. Negara
adalah merupakan alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara
sangat ditentukan oleh kebebasan individu. Negara memberi kebebasan kepada
warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya
masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi kebebasan untuk tidak
percaya terhadap Tuhan atau atheis.
Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara,
keputusan dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan
perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-individu sebagai
warga negaranya. Dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara
negara degan agama atau bersifat sekuler.
Paham
Sosialisme Komunis
Komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa
hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Manusia pada hakikatnya
adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan
bukannya individualitas. Hak milik individualitas diganti dengan hak milik
kolektif, individualism diganti sosialisme komunis. Oleh karena tidak adanya
hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme demokrasi
individualis itu tidak ada, yang ada adalah hak komunal.
Hak asasi dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif, sehingga hak
individual pada hakikatnya adalah tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka
sebenarnya komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.
2. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang
Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat Pancasila adalah
merupakan suatu persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sita
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai
makhluk Tuhan YME. Negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan
yang bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan
lahir maupun batin.
Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara, asas kerokhanian,
struktur dan keadaan negara harus koheren dengan hakikat manusia yang adi dan
beradab. Struktur dan keadaan negara tersebut adalah meliputi (1)
bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara, (4) kekuasaan negara,
(5) penguasa negara, (6) warga negara, masyarakat, rakyat dan, bangsa
(bandingkan Notonagoro, 1975). Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan
yang berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme
(kebangsaan) berdasarkan hakikat kodrat manusia yang adil dan beradab.
Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan, berkeadilan,
berkeadaban, maka bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.
Kebangsaan berdasarkan Pancasila mengakui dan mendasarkan kebangsaan pada
berkemanusiaan.
3. NKRI adalah
Negara Kebangsaan yang Berpersatuan
Negara Indonesia adalah Negara Persatuan, dalam arti bahwa negara adalah
merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuk negara baik individu
maupun masyarakat sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia. Hakikat negara
persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat pada
hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara, menata dan mengatur
dirinya dalam mencapai tujuan hidupnya. Negara kesatuan bukan
dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian (federasi), melainkan
kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat fundamental.
Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-individu sosial sebagai basis
ontologis negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan
YME.
Nilai
filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunci
kemajuan suatu bangsa.
4. NKRI adalah
Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan
Negara menurut filsafat pancasilaadalah dari oleh dann untuk rakyat.
Hakikat rakyat adalah sekelompok manusia yang bersatu yang memiliki tujuan
tertentu dan hidup dalam satu wilayah negara. Di berbagai negara, sistem
demokrasi diterapkan misalnya Perdana Menteri dipilih oleh parlemen.
Berdasarkan berbagai teori dan konsep pemikiran demokrasi dan praktis
demokrasi, maka demokrasi seyogyanya dipahami dan perspektif yang komprehensif,
yaitu meliputi aspek filosofis, normatif, dan praktis. Aspek filosofis
menyangkut dasar filosofis demokrasi yang menjadi dasar hakikat sesuai dengan
landasan ontologis. Aspek normatif menyangkut bagaimana norma-norma sebagai asa
dan aturan dalam demokrasi dikembangkan berlandaskan dasar filosofis
masyarakat, bangsa, dan negara.
1) Bentuk-
bentuk demokrasi
Dalam suatu negara misalnya diterapkan demokrasi dengan sistem presidensial
dan sistem parlementer. Sistem presidensial adalah sistem yang menekankan
pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden mendapatkan
mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini presiden merupakan kepala
eksekutif sekaligus kepala negara. Yang menerapkan sitem ini adalah negara
Amerika dan negara Indonesia. Sedangkan sistem parlementer menerapkan model
hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala
eksekutif berada ditangan perdana menteri, dan kepala negara beradaditangan
ratu. Yang menerapkan sistem ini seperti Inggris, India, dan lain-lain.
2) Demokrasi
Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaaraan bahwa
manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas artinya kebebasan individu
sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi. Menurut Held (1995:10),
bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan kelembagaan
pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan
kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan adalah jaminan kebebasan secara
individual, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan
kebebasan anti agama. Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip
demokrasi adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi
sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut
akan tenggelam.
3) Demokrasi
Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi ini dilaksanakan di negara-negar komunis seperti Rusia, China,
Vietnam, dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demookrasi liberal akan
menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, ddan
akhirnay kapitalislah yang menguasai negara. Menurut pandangan kaum
Marxis-Leninis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada prinsipnya
denagn suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis.
Transisi menuju sosialisme dan komunisme memerlikan kepemimpinan yang
profesional, dari kader-kader revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947, dalam
Held, 1995). Berdasarkan teori tersebut, praktek demokrasi merupakan kekuasaan
berada ditangan rakyat. Yang di maksud dengan demokrasi deliberatif secara
istilah berarti “konsultasi”, “menimibang-nimbang”, atau yang sangat populer
dalam politik disebut dengan istilah musyawarah. Jadi, dalam
pelaksanaan demokrasi tidak hanya didasarkan atas prinsip kuantitas metematis
belaka, melainkan dalam berbagai aspek ditentukan dengan musyawarah, dengan
berbagai pertimbangan akan tetapi paradigmanya demi kesejahteraan rakyat.
Negara kebangsaan yang bekerdaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, berarti
bahwa kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat dan dalam sistem kenegaraan
dilakukan menurut UUD. Negar kebangsaan yang berkedaulatan rakyat adalah suatu
negara demokrasi monodualis yang berarti bahwa individu
sebagai makhluk sosial bukanlah demokrasi liberal yang hanya mendasarkan pada
kodrat manusia sebagai individu saja, dan bukan pula demokrasi klass yang hanya
mengakui manusia sebagai makhluk sosial belaka. Demokrasi ini mengembangkan
demokrasi kebersamaan, berdasarkan asas kekeluargaan kebebasan individu dalam
rangka kesejahteraan bersama.
4) Demokrasi
Indonesia dan Tujuan Negara Kesejahteraan Rakyat
Tujuan negara dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Hal inilah yang
merupakan cita-cita ideal filosofis bagi negara Indonesia (Assiddiqie).
Nampaknya pada reformasi ini lebh menekankan pada aspek negara hukum formal,
yaitu hasil reformasi lebih utama pada aspek politik hukum. Menurut Darwin,
dalam reformasi dewasa ini demokrasi dikatakan mengalami deficit yaitu
perolehan atau manfaat yang diterima masyarakat denagn hadirnya demokrasi,
lebih rendah dibandingkan dengan ongkos demokrasi baik dalam arti finansial
yang dikeluarkan dan ditanggung oleh rakyat, maupun negara untuk menggelar
pesta demokrasi tersebut. Jadi, sistem demokrasi Indonesia belum efektif, karena
biaya yang dikeluarkan untuk mensejahterakan rakyat, dipaksa dikeluarkan untuk
membiayai demokrasi yang kenyataannya tidak menyentuh kedaulatan rakyat.
Seperti juga adanya korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat, hal ini
tidak sesuai dengan demokrasi menurut Filsafat Pancasila, yang mendasarkan
demokrasi pada kedaulatan rakyat.
5. NKRI adalah
Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial
Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang
berarti bahwa negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa, sifat kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu
keadilan dalam hidu bersama (Keadilan Sosial). Dalam hidup bersama baik dalam
masyarakat, bangsa, dan negara harus terwujud suatu keadilan (Keadilan
Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu: (1)keadilan distributif (keadilan
membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan
bertaat), yaitu warga terhadap negaranya untuk mentaati peraturan perundangan,
dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar sesama warga
negara), yaitu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal
balik (Notonegoro, 1975).
Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk
melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan
umum, serta mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun tujuan dalam
pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional bertujuan: “ikut
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial”. Realisasi dan perlindungan keadilan
dalam hidup bersama dalam suatu negara kebangsaan, mengharuskan negara untuk
menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka
negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang
berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum harus terpenuhi
adanya tiga syarat pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindugan atas hak-hak asasi
manusia, (2) peradilan yang bebas, dan (3) legalitas dalam arti hukum dalam
segala bentuknya.
Dalam realisasinya Pembangunan Nasional adalah suatu upaya untuk mencapai
tujuan negara, sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas
keadilan sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai macam
kebijaksanaan dalam pemerintahan negara. Dalam realisasinya pemerintah
mengembangkan Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa
Pemerintah Pusat memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengatur dan
menjalankan roda pemerintahan daerah masing-masing, dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Berdasarkan
asas keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kelima Pancasila, seharusnya
tidak meninggalkan hakikat negara persatuan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, karena
praktek otonomi daerah yang tidak mendasarkan pada prinsip negara persatuan
dewasa ini menimbukan disparitas di bidang ekonomi, sosial, politik bahkan
kebudayaan. Prinsipnya berdasarkan sila kelima Pancasila, prinsip demokrasi
melalui otonomi daerah harus tetap diarahkan pada tujuan pokok negara yaitu
kesejahteraan seluruh rakyat dan tetap meletakkan pada prinsip persatuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir bersamaan dengan peristiwa
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersamaan dengan pengesahan UUD 1945
tanggal 18 Agustus 1945. Oleh karena itu, Proklamasi dan UUD 1945 sekaligus
sebagai landasan NKRI.
Sebagai negara yang berdiri secara berdaulat NKRI memiliki kedaulatan akan
wilayah yang jelas serta pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara
berdaulat tanpa pengaruh dari negara lain.
Dinamika NKRI, mengharuskan seluruh potensi bangsa untuk bertekad
mempertahankan keutuhan NKRI, dari berbagai ancaman dan gangguan yang
membahayakan eksistensi NKRI sebagai negara yang berdaulat.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran
dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta
Al-Hakim,
Suparlan, dik. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks
Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang
http://bananaminions.blogspot.co.id/2015/04/negara-kesatuan-republik-indonesia.html