MAKALAH KONDISI INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN
Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT karena anugerah dan rahmat-Nya jualah sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal
mungkin, yang mana telah memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari
semua pihak yang memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu
dorongan yang positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam
menghimpun bahan materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian
materinya maupun dari segi bahasanya. Karena itu saran dan kritik yang bersifat
konstruktif senantiasa penulis harapkan demi untuk melengkapi dan
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI .
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setelah proklamasi, Indonesia masih belum sepenuhnya
dikatakan merdeka. Karena Indonesia harus berbenah diri mulai dari pemerintahan
hingga di daerha-daerah. Hari-hari setelah proklamasi, pemerintahanpun mulai
dibangun. Presiden dan wakil presiden diangkat, UUD ditetapkan, Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk membantu presiden sembari menunggu
pelaksanaan pemilu, struktur pemerintahan dan struktur militer mulai disusun
dan ditetapkan.
Sementara itu, kehidupan di luar pemerintahan tidak
seluruhnya menggembirakani.. Banyak raja-raja di luar Jawa yang memilih status
quo bersama Belanda dan tidak mendukung proklamasi. Konflik sosial di pedesaan
antar kelompok juga sering terjadi.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan ?
2. Bagaimana
Kondisi dan Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial dan
Budaya, Pendidikan,Historiografi Indonesia
Pasca Proklamasi Kemerdekaan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
2. Mengetahui
Kondisi dan Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial dan
Budaya, Pendidikan,Historiografi Indonesia Pasca Proklamasi
Kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN
B. Kondisi
Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
Kondisi Indonesia Pasca Pengakuan
Kedaulatan Bentuk negara serikat yang disepakati berdasarkan Konferensi Meja
Bundar, ternyata bukanlah cita-cita bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia pun
mulai berbenah diri untuk dapat kembali dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
1. Proses
Kembalinya Indonesia Sebagai Negara Kesatuan
Belanda berniat melancarkan politik
devide et impera dalam wilayah Indonesia. Setelah melaksanakan agresi militer
pertama, Belanda membagi Indonesia dalam enam negara bagian, yaitu Negara
Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Negara Madura,
Negara Jawa Timur, dan Negara Pasundan. Selain itu, Belanda juga mendirikan
sembilan daerah otonom di wilayah Indonesia.
Setelah mendirikan enam negara
boneka dan sembilan daerah otonom, Belanda membentuk pemerintah federal
sementara yang akan berfungsi sampai terbentuknya Negara Indonesia Serikat
(NIS). Dalam hal ini, RI baru akan diizinkan masuk dalam NIS jika permasalahan
dengan Belanda sudah dapat diatasi.
Selain itu, Belanda berusaha
melenyapkan RI dengan melaksana kan Agresi Militer II. Belanda berharap jika RI
dilenyapkan, Belanda dapat dengan mudah mengatur negara-negara bonekanya. Akan
tetapi, perhitungan Belanda meleset. Agresi militer Belanda II, menyebabkan
Indonesia mendapatkan simpati dari dunia internasional. Akhirnya, Belanda harus
mengakui kedaulatan Indonesia berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar.
Pada tanggal 27 Desember 1949
diadakan penandatanganan pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI
oleh Belanda, Indonesia berubah bentuk menjadi negara Serikat. Akibatnya,
terbentuklah Republik Indonesia Serikat. Meskipun demikian, bangsa Indonesia
bertekad untuk mengubah RIS kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kurang dari delapan bulan masa berlakunya, RIS berhasil dikalahkan oleh
semangat persatuan bangsa Indonesia.
Negara Indonesia Timur (NIT) yang
merupakan negara boneka Belanda pertama, ternyata banyak mengalami kerusuhan.
Oleh karena itu, Presiden NIT yaitu Cokorde Gde Raka Sukawati mengumumkan
keinginan NIT untuk bergabung dengan Indonesia. Keinginan NIT diikuti oleh
negara-negara boneka yang lain. Selanjutnya, pada tanggal 19 Mei 1950 diadakan
konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS dan RI dengan keputusan inti
sebagai berikut. (1). Kesediaan bersama untuk kembali mewujudkan NKRI. (2). Ada
perubahan Konstitusi seperti penghapusan senat, susunan DPRS baru, kabinet
sifatnya parlementer, dan DPA dihapuskan.
Selain itu, disepakati pula bahwa
Soekarno tetap menjadi presiden NKRI. Pada tanggal 17 Agustus 1950 bendera
Merah Putih dikibarkan di depan istana bekas gubernur jenderal Belanda yang
telah dijadikan Istana Merdeka. Kedaulatan telah tercapai, tiba saatnya untuk
mengisi kemerdekaan yang telah diproklamasikan sejak tanggal 17 Agustus 1945.
2. Kondisi
Perekonomian Pasca Pengakuan Kedaulatan
Sejak memperoleh pengakuan
kedaulatan dari Belanda, bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan
keuangan akibat ketentuan-ketentuan dalam Konferensi Meja Bundar, situasi
politik yang belum stabil, dan adanya kenyataan bahwa perusahaan swasta besar
dan bank pada saat itu masih dikuasai oleh orang-orang Belanda.
Untuk mengatasi krisis, Kabinet
Sukiman (1951–195) menjalankan kebijakan nasionali sasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia. Nasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan untuk
menjadikan sesuatu kekayaan milik asing menjadi milik negara. Kebijakan
nasionalisasi De Javasche Bank dikeluarkan berdasarkan Undang-Undang
nasionalisasi De Javasche Bank Nomor 24 Tahun 1951. Sebelumnya, pemerintah
telah memberhentikan Presiden De Javasche Bank, Dr. Howink dan mengangkat Mr.
Syafrudin Prawiranegara. Nasionalisasi De Javasche Bank melengkapi kepemilikan
pemerintah terhadap bank-bank peninggalan Belanda.
Sejak tahun 1950 bangsa Indonesia
mulai meninggalkan sistem perekonomian kolonial dan menggantinya dengan sistem
ekonomi nasional. Pelopor perokonomian nasional adalah Drs. Moh. Hatta yang
menyatakan bahwa ekonomi bangsa Indonesia harus dibangun oleh bangsa Indonesia
sendiri dengan asas gotong royong. Pemikiran untuk menyusun perekonomian
nasional dilanjutkan oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Beliau menyatakan bahwa
dalam alam kemerdekaan perlu diada kan kelas pengusaha melalui Gerakan Benteng.
Pada hakikatnya, Gerakan Benteng merupakan kebijakan untuk melindungi
pengusaha-pengusaha pribumi karena desakan pengusaha kuat bermodal besar yang
berasal Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka dari golongan nonpribumi. Para
pengusaha pribumi mendapat lisensi (semacam hak istimewa) dalam dunia bisnis.
Dalam waktu tiga tahun, yaitu pada
tahun 1950–1953 telah ada tujuh ratus pengusaha yang memperoleh kesempatan itu.
Setelah berjalan beberapa tahun ternyata Gerakan Benteng belum memberikan hasil
seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum pribumi
tidak banyak memiliki pengalaman bisnis, bahkan para pemegang lisensi banyak
yang menjual lisensi yang diperolehnya kepada pengusaha asing terutama Cina.
3. Pemilu 1955
Anggota DPRS yang dipilih dari hasil
kompromi antara golongan unitaris dengan federalis perlu segera diganti melalui
pemilu. Selain itu, UUDS juga perlu untuk diganti karena bersifat sementara.
Oleh karena itu, pemilu dilaksanakan pula guna memilih anggota konstituante
yang bertugas menyusun UUD baru.
Pemilu untuk memilih anggota DPR
ditetapkan pada tanggal 29 September 1955. Pemilu untuk memilih anggota
konstituante ditetapkan untuk dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Pemilu berjalan dengan tertib tanpa ada kerusuhan dan bebas dari segala macam
intimidasi. Pemilu pertama ini benar-benar berjalan dengan demokratis.
Pemilu 1955 diikuti oleh 28 partai
dan beberapa calon perorangan dengan jumlah pemilih 39 juta orang. Pemilu untuk
memilih anggota DPR hasilnya hampir sama dengan pemilu untuk memilih anggota
konstituante. Tampil sebagai empat besar pengumpul suara terbanyak adalah PNI,
Masyumi, NU, dan PKI. Anggota DPR dilantik di Jakarta, sedang kan Konstituante
dilantik di Bandung. Selanjutnya, Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai
penyelenggara pemilu menyerahkan mandatnya kepada Partai-partai peserta pemilu.
presiden. Kabinet baru di bawah pimpinan Ali Sastroamidjojo (PNI) pun segera me
laksanakan tugasnya.
4. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
Menjelang tahun 1959 Indonesia
banyak mengalami permasalah an. Dalam bidang politik, sering terjadi pergantian
kabinet. Rakyat semakin merasakan partai politik lebih mengutamakan kepentingan
sendiri dan ketidakmampuan konstituante melaksanakan tugasnya. Konstituante
tidak berhasil menyusun UUD baru guna menggantikan UUDS. Dengan anggota yang
berjumlah 542 orang dan berasal dari banyak partai menyebabkan konflik dalam
badan konstituante sulit dihindarkan.
Dalam bidang keamanan, terjadi
pergolakan yang ditimbulkan oleh pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Aceh, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan serta pemberontakan PRRI dan
Permesta. Pemberontakan-pemberontakan dipicu oleh ketidakpuasan daerah kepada
pemerintah pusat. Situasi dalam negeri yang semakin tidak menentu mendorong
Presiden Soekarno mengajukan konsepsi yang berisi hal-hal berikut ini.
1. Sistem
demokrasi parlementer secara Barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia
karena itu harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin.
2. Untuk
melaksanakan demokrasi terpimpin perlu dibentuk Kabinet Gotong Royong yang
anggotanya terdiri atas semua partai atau organisasi berdasarkan perimbangan
kekuatan dalam masyarakat.
3. Pembentukan
Dewan Nasional terdiri atas golongan-golongan fungsional yang bertugas sebagai
penasihat kabinet.
Konsepsi tersebut menimbulkan pro
dan kontra antarpartai politik. Dalam suasana pro dan kontra ini, pada tanggal
25 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat di depan anggota
konstituante, yang berisi anjuran untuk kembali pada UUD 1945. Amanat ini menjadi
perdebatan di konsti tuante sehingga diputuskan untuk diadakan pemungutan
suara. Ternyata, hasil pe mungutan suara menunjukkan bahwa kurang dari 2/3
anggota konstituante menyetujui untuk kembali pada UUD 1945. Kegagalan
konstituante untuk menyusun dan menetapkan sebuah UUD serta perdebat
an-perdebatan di dalamnya, menyebabkan situasi politik semakin tidak menentu.
Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno meng ambil langkah yang sebenarnya
bertentang an dengan undang-undang (inkonstitusional). Pada tanggal 5 Juli 1959
dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang selanjutnya dikenal sebagai Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Inti dari Dekrit Presiden ini
sebagai berikut.
a. Pembubaran
konstituante.
b. Berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c. Pembentukan
MPRS dan DPAS.
Dengan dekrit ini, berarti Kabinet
Parlementer di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda dinyatakan demisioner.
Kabinet digantikan oleh Kabinet Presidensial yang langsung dipimpin oleh
Presiden Soekarno. Dalam perkembangannya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi
tonggak bagi pelaksanaan demokrasi terpimpin di Indonesia. Pada masa demokrasi
terpimpin, Presiden Soekarno mempunyai kekuasaan yang besar. Bahkan, pada tanggal
5 Maret 1960 Presiden Soekarno memiliki kemampuan untuk membubarkan DPR hasil
pemilu 1955. Selain itu, melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959, Presiden
Soekarno membentuk MPRS yang anggota-anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
5. Gangguan
Keamanan Dalam Negeri
Sejak memperoleh kedaulatan, bangsa
Indonesia banyak meng alami pergolakan di daerah. Hal ini dipicu oleh kurang
harmonisnya hubungan pusat-daerah, persaingan ideologis dan masalah sosial
politik lainnya. Dalam perkembangannya, pergolakan-pergolakan tersebut mengarah
pada gerakan separatis yang berniat memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pergolakan yang terjadi pada umumnya
berbentuk gangguan keamanan berupa pemberontakan-pemberontakan bersenjata. Beberapa
pemberontakan tersebut antara lain Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII), Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), Republik Maluku Selatan (RMS),
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Piagam Perjuangan
Semesta (Permesta).
Demikian usaha bangsa Indonesia
mempertahankan kemerdekaan. Dengan perjuangan berat pada akhirnya kemerdekaan
bangsa berhasil ditegakkan. Belanda pun mengakui kedaulatan wilayah Indonesia
melalui Konferensi Meja Bundar. Pada awal pengakuan kedaulatan, banyak terjadi
permasalahan terutama dalam bidang politik dan ekonomi yang harus dihadapi.
Bahkan persatuan bangsa pun sempat terancam. Akan tetapi, seluruh permasalahan
tersebut dapat diselesai kan. Negara Kesatuan Republik Indonesia pun tetap
tegak berdiri.
C. Kondisi dan
Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial
dan Budaya, Pendidikan,Historiografi Indonesia
Pasca Proklamasi Kemerdekaan
1. Keadaan
Politik
Pasca proklamasi kemerdekaan, para
tokoh – tokoh Indonesia berusaha untuk membenahi tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Seperti yang kita ketahui suatu negara yang baru merdeka
pastinya memerlukan suatu dasar negara dan pemempin yang mampu melaknakan dan
memimpin pemerintahan.selain itu juga perlunya membentuk bdan – badan atau
lembaga yang berpungsi membantu pemimpin negara untuk menjalankan tugasnya. Hal
ini dapat kita lihat dalam rapat PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 yang hasilnya
adalah mengesahkan Undang- Undang Negara, mengangkat Presiden dan wakil
presiden. Adapun hasil hasil rapat PPKI selanjutnya adalah membentuk alat –
alat perlengkapan negaraseperti membentuk komite nasional, kabinet pertama RI,
d.l.l. pokoknya membahas mengenai hal – hal yang berkaitan dengan politik
Indonesia. Namun keadaan politik Indonesia pada masa ini belum dapat dikatakan stbil
atau baik hal ini dapat dilihat dari seringnya perubahan kabinet dan masih
terdapat penyimpangan – penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan.
2. Keadaan
Ekonomi
Bagi bangsa yang baru merdeka selain
bidang politik yang perlu ditata ada lagi bidang ekonomi yang juga tak luput
dari perhatian para pembesar atau tokoh – tokoh bangsa indonesia. Namun tak
mudah dalam hal ini karena bansa indoneia dihadapkan pada hal yang rumit yaitu
mengenai masih adanya campur tangan dari bangsa kolonial. Adapun beberapa
kendala yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari segi ekonomi pada masa
tersebut:
a. Masalah
menentukan mata uang yang diberlakukan
b. Adnya
blokade yang dilakukan oleh Belanda terhadap ekspor RI
c. Masalah
rendahnya penghasilan rakyat sehingga tingkat kemiskinan angat tinggi
Hal – hal di atas merupakan msalah
yang dihadapi dan perlu dipecahkan oleh bangsa Indonesia. Untuk menghadapi
masalah di atas bansa Indonesia mengeluarkan mata uang kertas pertama dan
melakukan hubuangan luar negeri dengan nega – negara maju di dunia.
3. Keadaan
Sosial dan Budaya
Bangsa indonesia semasa penjajaha di
tempatkan pada golongan kasta atau tingkatan yang rendah hal itu terjadi semasa
penjajahan Belanda, namun semasa pendudukan jepang bangsa Indonesia di
tempatkan pada kasta teratas, namun status sosial tersebut tidak menjamin
kehiduan bangsa Indonesia menjadi lebih baik malahan semakin buruk keadaan
kehidiapan masyarakatnya.namun semasa pasca kemerdekan diskriminasi rasial
dihapuskan dan semua arga Idonesia memiliki kedudukan,hak dan kewajiban yang
sama dalam semua bidang. Jika di lihat dari keadaan budayaya bangsa Indonesia
merupakan Negara yang kaya akan budaya karena bangsa Indonesia selalu
menerima budaya yang masuk dan tidak lupa untuk menyaring atau
menyeleksinya dan memodipikasinya atau mengabungkanyadengan kebudayaan yang
telah ada tanpa menghilangkan ciri khas dari budaya asli.
4. Bidang Pendidikan
Mengamati perjalanan sejarah pendidikan Islam pada
masa penjajahan Belanda dan Jepang sungguh menarik dan memiliki proses yang
amat panjang. Belanda yang menduduki Indonesia dengan misi gold, glory dan
gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan iedeologi dengan doktrin-doktrin
Barat. Akan tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim
pada masa itu yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara
mendirikan lembaga - lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren,
majlis taklim dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh-tokoh
muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membelarisalah
Islam. Materi yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab
kuningberbahasa Arabseperti safinah, Bulughul Marom, dan sebagainya selain itu
ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itudisamping menuntut ilmu
mereka harus berjuang melawan penjajah. Itulah sekilas tentang pendidikan Islam
pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.Setelah merdeka, bangsa Indonesia
merasa mampu menghirup angin segar di negerinya sendiri karena telah terlepas
dari penjajahan. Akan tetapi, sikap, watak dan mental bangsa yang terjajah
akan menjadi kendala tersendiri bagi perkembangannegara, khususnya pendidikan
Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam pada masa
Kemerdekaan ini dapat kita bagi menjadi beberapa periode:
1. Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Lama
2. Pendidikan
Islam Pada Masa Orde Baru
3. Pendidikan
Islam Pada Masa Reformasi
4. Pendidikan
Islam Masa depan
Seiring
dengan perkembangan zaman,persoalan yang dihadapi pun semakin bertambah seperti
sistem pendidikan yang sesuai dengan tujuan, visi dan misi negaraitu. Masuknya
pemikiran-pemikiran barat yang secara tidak langsung meracuni
pemikiran-pemikiran Islam dan berbagai krisis yang melanda negeri ini
menjadibagian dari polemik dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam saat ini
5. Historiografi
di Indonesia
Penulisan sejarah pada masa pasca
kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih
hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah
meliputi beberapa peristiwa di Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia
sendiri. Tentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena menulis
sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi. Sehingga
dapat dilihat perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjakDan tentu saja
hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan sejarah itu sendiri.
Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa
peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan
pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian kejadian sekitar proklamasi
kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini
merupakan sorotan utama para penulis sejarah. Fokus penulisan sejarah pada masa
ini biasanya mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah
berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan tokoh-tokoh politik yang
berpengaruh pada masa itu. Bahkan banyak biografi-biografi tokoh pahlawan
nasional yang diterbitkan misalnya saja Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, atau
Imam Bonjol. Selain
biografi tentang pahlawan nasional,
banyak juga ditemui tulisan mengenai tokoh pergerakan nasional seperti Kartini,
Kiai Haji Wahid Hayim. Biografi-biografi tersebut diterbitkan dimungkinkan
karena alasan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme diantara kalangan masyarakat.
Pada kondisi dimana sebuah Negara baru berdiri, nasionalisme sangatlah penting
mengingat masih betapa rapuhnya sebuah Negara tersebut seperti bayi yang baru
lahir, sangat rentan terhadap penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Dan
nasionalisme menjaga keutuhan sebuah Negara tersebut agar tetap tegar dan
tumbuh menjadi sebuah Negara yang makmur dikemudian hari.
Tetapi pada masa ini juga terdapat
terobosan baru, yaitu munculnya peranan-peranan rakyat kecil atau wong cilik
sebagai pelaku sejarah yang dipelopori oleh Prof. Sartono Kartodirjo. Semenjak
itu khasanah historiografi Indonesia bertambah luas.
Perkembangan yang terlihat pada
penulisan sejarah Indonesia adalah kata-kata "pemberontakan" yang
dahulu sering ditulis oleh para sejarawan Eropa, kini berganti menjadi
"perlawanan" atau "perjuangan". Hal tersebut logis karena
sebagai bangsa yang terjajah tentu saja harus melawan untuk mendapatkan
kemerdekaan dan kebebasan. Histtoriografi pasca kemerdekaan yang
Indonesia-sentris merupakan antitesis dari sejarah Neerlandosentris. Apabila
versi arus utama Belanda mengenai sejarah Hindia-Belanda mengagung-agungkan
pasifikasi dan kemajuan. Sebaliknya, narasi nasionalis berpusat pada perjuangan
untuk mewujudkan negara demokrasi sekuler yang berakar dalam identitas bersama
(dan baru). Sementara, dari sisi hal yang ditekankan dan struktur, sebenarnya
kedua perspektif sejarah itu sebagian besar identik satu sama lain. Hal yang
dilukiskan sebagai keburukan (kejahatan atau fanatik) dalam narasi Belanda
menjadi kepahlawanan dalam versi nasionalis (perjuangan tanpa pamrih). Namun,
fokus utama tetap sama, yakni negara dan pengalaman kolonial (Sutherland,
2008:40). Sebagaimana visi Neerlandosentris, visi Indonesiasentris juga mencari
legitimasi dengan cara menjanjikan pembangunan.
Wujud sejarah Indonesiasentris dalam
sejarah Indonesia bermetamorfosis menjadi Sejarah Nasional. Sejarah nasional menggunakan
dekolonisasi sebagai prinsip dasar dari Indonesiasentrisme untuk membangun
wacana sekaligus perspektif yang menjadikan historiografi sekedar sebagai alat
penghujat dan menggunakan masa lalu sebagai tameng pembenaran (Purwanto, 2006).
Segala yang berbau kolonial adalah salah, dan segala yang bercitarasa nasional
adalah kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Bidang
Ekonomi dan Bidang Keuangan
Di
awal kemerdekaan ekonomi Indonesia sangat terpuruk sekali, ada beberapa hal
yang menyebabkan perekonomian Indonesia memburuk antara lain:
a. Mewarisi
sistem ekonomi Jepang
b. Adanya inflasi yang disebabkan beredarnya uang Jepang yang tidak terkendali
c. Kas negara kosong
d. Tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran negara
e. Blokade ekonomi oleh Belanda sebab perhitungan Belanda bahwa dengan senjata
ekonomi akan dapat merobohkan RI
2. Bidang
Politik
Perkembangan
situasi politik dan kenegaraan Indonesia pada awal kemerdekaan
sangat dipengaruhi oleh pembentukan KNIP serta dikeluarkannya
Maklumat Politik 3 November 1945 oleh wakil Presiden Moh. Hatta. Isi
maklumat tersebut menekankan pentingnya kemunculan partai-partai politik di
Indonesia. Ada 4 dinamika politik yang berkembang pada awal kemerdekaan sampai
sekarang yaitu:
1. Periode
Demokrasi Liberal
2. Periode
Demokrasi Terpimpin
3. Periode Orde
Baru
4. Periode
Reformasi
DAFTAR PUSTAKA
http://rinaldyvirgiawan99.blogspot.com/2012/09/kondisi-keadaan-indonesia-pasca-sesudah.html
http://ipsgampang.blogspot.com/2014/11/kondisi-indonesia-pasca-pengakuan.html