MAKALAH BUDAYA POLITIK INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Budaya politik merupakan sistem
nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur
masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum
dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. OG
Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite
dengankelompok massa.
Negara Indonesia sebagai negara
demokratis membutuhkan warga negara yang berbudaya politik partisipan dan
berorientasi setia atau mendukung sistem politik nasional. Warga negara yang
berciri demikian inilah yang memang didutuhkan bagi sistem politik demokrasi di
Indonesia.
Kehidupan
manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik
suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa
akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti
makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga
mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain
dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat,
anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga
negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek
politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya
dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik
politik.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud Budaya Politik?
2.
Bagaimana tipe-tipe Budaya Politik?
3.
Bagaimana Budaya Politik di Indonesia?
4.
Apa pengertian budaya politik
partisipatif?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Budaya Politik
2. Untuk
mengetahui tipe-tipe budaya politik
3. Untuk
mengetahui bagaimana penerapan budaya politik di Indonesia
4. Untuk
mengetahui pengertian budaya politik partisipatif
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN BUDAYA POLITIK
Merupakan pola perilaku suatu
masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara,
politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati
oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di
artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki
kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan
penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya..
Pada umumnya istilah politik dapat
diartikan sebagai bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politk atau
Negara yang menyangkut proses menetukan tujuan-tujuan dari system itu dan
melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik menyangkut tujuan-tujuan seluruh
masyarakat, termasuk kegiatan berbagai kelompok baik partai poltik maupun
individu. Konsep-konsep pokok politik adalah Negara, kekuasaaan, pengambilan
keputusan, kebijakan, dan pembagian kekuasaan.
Pengambilan keputusan menyangkut
seleksi antara beberapa alternative dan penyusutan skala prioritas dari
tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu, perlu
ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum yang menyangkut pengaturan dan
pembagian sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijaksanaan itu, perlu
dimiliki kekuasaan dan kewenangan yang akan dipakai, baik untuk membina kerja
sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin akan timbul dalam proses
tersebut.
B.
DEFENISI BUDAYA POLITIK
Setiap bangsa pasti memiliki suatu
budaya politik. Secara terninologis Budaya politik adalah suatu nilai dan
keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat
berbeda pula budaya politiknya. Sedangkan menurut para ahli, yaitu :
a. Almond and Verba, budaya politik adalah
suatu sikap orientasi khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam
bagiannya serta sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem
itu. Lebih kepada mengidentifikasikan diri dengan simbol-simbol dan lembaga
kenegaraan.
b. Alan R Ball , Budaya politik
adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu politik.
Secara
umum dapat disimpulkan bahwa budaya politik adalah bagian dari ciri-ciri yang
khas meliputi legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan,
kegiatan partai politik, pelaku aparat negara serta gejolak masyarakat terhadap
kekuasaan yang memerintah.
Adapun komponen-komponen dalam budaya politik, menurut Almond dan verba, yaitu :
1. Orientasi kognitif : berupa
pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan gejala
kewajibannya serta input dan output.
2. Orientasi afektif : perasaan terhadap
sistem politik pada aktor dan penampilnya.
3. Orientasi evaluatif : keputusan
dan pendapat tentang objek-objek politik secara tipikal melibatkan standar
nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Selain
itu, terdapat beberapa tipe budaya politik, yaitu :
1. Militan : perbedaan dijadikan
usaha jahat dan menentang bukan mencari alternatif. Bila terjadi krisis yang
dicari adalah kambing hitam, bukan peraturan yang salah dan masalah yang
mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
2. Toleransi : berpusat pada pemikiran masalah atau ide
yang harus dinilai, membuka pintu kerjasama, sikap netral dan kritis terhadap
ide orang tapi bukan curiga. Dari realitas budaya
politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond
mengklasifikasikan budaya politik.
C.
TIPE-TIPE
BUDAYA POLITIK
Tipe budaya politik yang berlaku
di negara-negara pada umumnya dapat dibedakan berdasarkan penggolongannya.
Misalnya berdasarkan sikap yang ditunjukkan, sikap terhadap tradisi dan
perubahan, serta berdasarkan orientasi politiknya. Agar lebih jelas, simak
berbagai penggolongan tipe budaya politik berikut ini.
1. Tipe
Budaya Politik Berdasarkan Sikap yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki sistem
ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk
memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap
orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki
kecenderungan sikap militan atau toleransi.
1) Budaya Politik Militan
Budaya politik yang tidak
memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi
dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Jika terjadi krisis, yang dicari
adalah kambing
hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah
dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
2) Budaya Politik Toleransi
Budaya politik yang pemikirannya berpusat pada masalah
atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar dengan
selalu membuka pintu untuk bekerja sama, sikap netral atau kritis terhadap ide
orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Tipe Budaya Politik Berdasarkan Sikap terhadap Tradisi
dan Perubahan
2. Berdasarkan
sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik dapat digolongkan sebagai
berikut.
1) Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai
sikap mental absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang dianggap selalu
sempurna dan tidak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah
intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya
memberikan perhatian pada hal yang selaras dengan mentalnya dan menolak hal-hal
yang baru.
Budaya politik yang bernada
absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, dan
hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Oleh karena itu, tradisi selalu
dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut
terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
2) Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya
terbuka dan bersedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat
melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai
kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini. Berdasarkan kedua tipe
budaya politik tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Tipe absolut dari
budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan.
Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang
harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan.
Adapun tipe akomodatif dari budaya politik melihat
perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan
mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
3. Tipe Budaya Politik
Berdasarkan Orientasi Politik
Realitas yang ditemukan
dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi
politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, setiap
sistem politik akan
memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini
terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe
memiliki karakteristik berbeda-beda. Dari realitas budaya politik yang
berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik
sebagai berikut :
1). Budaya
Politik Parokial
Budaya politik parokial merupakan
tipe budaya politik yang paling rendah. Dalam budaya politik ini masyarakat
tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka
lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat
kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian
terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang
sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik. Budaya politik
ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun
kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan
keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan
institusi-institusi politik.
Tidak munculnya perasaan
kompetensi politik dan keberdayaan politik tersebut menyebabkan sulitnya
membangun demokrasi dalam budaya politik parokial. Demokrasi dalam budaya
politik parokial hanya dapat dibangun jika terdapat institusi-institusi dan
perasaan kewarganegaraan baru.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa budaya politik parokial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Frekuensi orientasi terhadap
sistem sebagai objek umum, objek-objek input, objek-objek output, dan pribadi
sebagai partisipan aktif mendekati nol.
b. Tidak terdapat peran-peran politik yang
khusus dalam masyarakat.
c. Orientasi parokial menyatakan alpanya
harapan-harapan terhadap perubahan komparatif yang diinisiasikan oleh sistem
politik.
d. Kaum parokial tidak mengharapkan
apa pun dari sistem politik.
e. Parokialisme murni berlangsung
dalam sistem tradisional yang lebih sederhana ketika spesialisasi politik
berada pada jenjang sangat minim.
f. Parokialisme dalam sistem politik
yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
2). Budaya
Politik Kaula atau Subjek
Budaya politik kaula atau subjek
lebih rendah satu derajat dari budaya politik partisipan. Masyarakat dalam tipe
budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki
perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang
lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga
terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil
terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman jika membicarakan
masalah-masalah politik.
Demokrasi sulit berkembang dalam
masyarakat dengan budaya politik subjek karena tiap-tiap warga negaranya tidak
aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah
melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu,
mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah
sehingga sangat sukar untuk mengharapkan partisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme
kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan ciri budaya kaula atau subjek sebagai berikut :
a. Terdapat frekuensi orientasi
politik yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek
output dari sistem itu. Akan tetapi, frekuensi orientasi terhadap
objek-objek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan
yang aktif mendekati nol.
b. Para subjek menyadari adanya
otoritas pemerintah.
c. Hubungannya terhadap sistem
politik secara umum dan terhadap output, administratif secara esensial
merupakan hubungan yang pasif.
d. Orientasi subjek lebih bersifat
afektif dan normatif daripada kognitif.
Tipe budaya kaula atau subjek ini
antara lain diterapkan oleh golongan bangsawan Prancis. Mereka sangat menyadari
adanya institusi demokrasi, tetapi secara sederhana hal ini tidak memberi
keabsahan kepada mereka.
3). Budaya Politik Partisipan
Kondisi masyarakat dalam budaya
politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan
perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem
politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki
keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam
beberapa tingkatan. Mereka juga memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri
dalam kelompok-kelompok protes jika terdapat praktikpraktik pemerintahan yang
tidak fair.
Budaya politik partisipan
merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi karena adanya
harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah. Hal itu ditunjukkan oleh tingkat
kompetensi politik warga negara yang tinggi dalam menyelesaikan sesuatu hal
secara politik. Warga negara merasa memiliki peran politik. Mereka merasa perlu
untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam
politik. Selain itu, warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam
masyarakat secara sukarela karena adanya saling percaya (trust) antarwarga
negara. Oleh karena itu, dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan
kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan ciri budaya partisipan sebagai berikut.
a. Frekuensi orientasi politik sistem
sebagai objek umum, objek-objek input, output, dan pribadi sebagai partisipan
aktif mendekati satu.
b. Bentuk kultur politik
anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit.
Masyarakat pun aktif terhadap sistem politik secara komprehensif. Selain itu,
masyarakat juga aktif terhadap struktur dan proses politik serta administratif
(aspek input dan output sistem politik).
c. Anggota masyarakat bersikap
partisipatif terhadap objek politik (tingkat partisipasi masyarakat sangat
tinggi).
d. Masyarakat berperan sebagai
aktivis.
D.
BENTUK-BENTUK
BUDAYA POLITIK
1. Budaya Subjek
Parochial (The Parochial Subject Culture)
Pada masyarakat dengan bentuk
budaya subjek parochial terdapat sebagian besar yang menolak tuntutan-tuntutan
ekslusif masyarakat. Pada kegiatan politik hanyalah salah satu bagian yang
penting.
2. Budaya Subjek
Partisipan (Subject Participant Culture)
Masyarakat yang memiliki bidang
prioritas peralihan dari objek ke partisipan akan cenderung mendukung
pembangunan dan memberikan dukungan yang besar terhadap system politik
demokrasi.
3. Budaya Parochial
Partisipan (The Parochial Participant Culture)
Budaya politik ini banyak didapati
di negara-negara yang relative masih muda (negara-negara yang berkembang). Pada
tatanan ini terlihat negara-negara tersebut sedang giat melakukan
pembangunan,termasuk didalamnya ialah pembangunan kebudayaan.
Berdasarkan klasifikasi parochial,
subjek, dan partisipan. Almond membuat tiga model tentang kebudayaan politik
dan disebut model orientasi terhadap pemerintahan dan politik :
a. Masyarakat
demokratis industrial
Kelompok ini selalu mengusulkan
kebijaksanaan – kebijaksanaan baru dan melindungi kepentingan khusus
mereka.
b. System otoriter
Dalam model ini terdapat beberapa
kelompok masyarakat yang memiliki sikap politik berbeda. Mendiskusikan
masalah-masalah pemerintahan dan aktif dalam lobbying.
c. System
demokratis praindustriil
Dalam negara dengan model seperti
ini hanya sedikit sekali partisipan yang terutama dari professional terpelajar,
usahawan dan tuan rumah.
E.
BUDAYA POLITIK
INDONESIA
1.
Ciri Budaya Politik Indonesia
1)
Hirarki yang Tegar/Ketat
Masyarakat jawa, dan
sebagian besar masyarakat lain di Indonesia pada dasarnya bersifat Hirarkis.
Stratifikasi social yang hirakis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara
penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik).
2)
Kecenderungan Patronage
Pola hubungan
patronage merupakan sala hsatu budaya politik yang menonjol di Indonesia. Pola
hubungan ini bersifat individual, antara dua individu, yaitu si patron dan si
client, terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang
dimiliki masing-masing.
3)
Kecenderungan Neo-Patrimonialistik
Artinya meskipun
memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti birokrasi,
perilaku Negara masiah memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang
berkarakter patrimonial.
F.
PENTINGNYA
SOSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK
1.
Pengertian Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik
adalah proses untuk memasyarakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dalam
suatu masyarakat. Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik
dibagi dua, yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan
politik merupakan proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan melalui
proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai,
norma-norma dan symbol-simbol politik negaranya. Sedangkan indoktrinasi politik
merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga
masyarakat untuk menerima nilai, norma dan symbol yang dianggap pihak yang
berkuasa sebagai ideal dan baik.
2.
Pentingnya Sosialisasi Politik dalam
Pengembangan Budaya Politik
Dalam upaya
pengembangan budaya politik, sosialisasi politik sangat penting. Sosialisasi
politik dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa.
Selain itu, sosialisasi politik juga dapat memelihara kebudayaan politik suatu
bangsa dalam bentuk penyampaian kebudayaan itu dari generasi tua kepada
negerasi muda, serta dapat pula mengubah kebudayaan politik.
Untuk dapat membentuk
dan mentransmisikan, memelihara, dan mengubah nilai, sikap, pandangan maupun
keyakinan politik diperlukan sarana-sarana atau agen-agen diantaranya:
Keluarga, sekolah, kelompok bergaul atau bermain, tempat kerja, media massa,
dan kontak-kontak politik langsung.
G.
MENERAPKAN BUDAYA POLITIK
PARTISIPATIF
1.
Pengertian Budaya Politik Partisipatif
Kata “Partisipatif”
berasal dari kata “partisipasi” (Inggris: participation; Latin: participare).
Partisipasi berarti ambilbagian atau ikutserta atau berperanserta dalam suatu
usaha bersama dengan orang lain untuk kepentingan bersama. Dalam arti demikian,
kita didasarkan pada suatu kegiatan pembangunan politik, umpamanya, adalah
suatu usaha bersama yang membutuhkan kerja sama.
Budaya pertisipatif
disebut juga budaya politik demokrasi yaitu suatu kumpulan system keyakinan,
sikap, norma, persepsi, dan sejenisnya yang menompang terwujudnya partisipasi.
Untuk terwujudnya partisipasi itu, warga Negara harus yakin akan kompetensinya
untuk terlibat dalam proses politik. Sementara Negara harus mengambil langkah-langkah
yang memperhatikan kepentingan warga Negara. Partisipasi politik adalah
keikutsertaan warga Negara biasa dalam
menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.
2.
Menerapkan Budaya Politik Partisipatif
Ada Empat hal dalam
Penerapan budaya politik partisipatif
yang harus dilakukan yaitu:
a. Mengembangkan budaya
keterbukaan
b. Mengembangkan budaya
mengajukan pendapat dan berargumentasi secara santun dalam semangat egalitarian
c. Mengembangkan budaya
pengambilan keputusan secara terbuka dan demokratis, serta mengembangkan
sportivitas dalam politik.
d. Membiasakan proses
rekrutmen kader secara transparan berdasarkan kualifikasi yang tolak ukurnya
diketahui secara luas.
Wujud dari penerapan budaya politik partisipatif diantaranya warga
Negara menggunakan hak-hak politiknya secara bertanggungjawab dan menunaikan
kewajiban-kewajiban politiknya dengan sebaik-baiknya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa budaya politik sangat penting bagi masyarakat karea budaya
politik merupakan system nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Dalam
kesehariannya hampir
selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik. Praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam
pelaksanaannya bisa terjadi secara langsungatau tidak langsung dengan praktik- praktik politik.
Jika secara tidak langsung hanya sekedar mendengar informasi, atau
berita-berita tentang peristiwa-peristiwa litik yag terjadi. Dan jika secara
langsung berarti orang tersebut terlibat langsung dalam peristiwa politik
tertentu.
B. SARAN
Dalam berpolitik sebaikya
dilakukan menurut kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang sesuai agar tercipta
integrasi nasional. Karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku,
ras, agama, dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://egith77.blogspot.co.id/2015/10/makalah-budaya-politik-di-indonesia.html
http://ourpos.blogspot.co.id/2014/09/contoh-makalah-budaya-politik-di.html
http://alcmuthya.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-budaya-politik-di.html