Makalah Nahdlatul Ulama dan Nasionalisme
A.
Pengertian Nasionalisme
Andree fiellard, dalam tulisannya “Tradisionalis islam and The Stake
Indinesia, Legitimacy and Denewall” yang disampaikan dalam konfrensi Islam;
konstruksi social atas identitas member gambaran bahwa Nahdlatul Ulama bukan
semata-mata organisasi para ulama yang hanya berkiprah dalam pusaran agama
(Fiqih) semata, ia lahir di atas motivasi dan tantangan nyata dalam rangka
mempertahankan kultur agama islam ala “Ahlussunnah wal jamaah” dan rongrong
paham lain yang datang mengancam dan menentang organisasi penjejahan belanda
yang kian merajalela. Pada masa pasca kemerdekaan Nu menjadi pelindung bagi
pemerintahan Indonesia, visi kebangsaan NU tampak mengkristal dan keutuhannya
tidak terbantahkan, apalagi kiprah warganya baik yang ada dalam struktur maupun
diluar struktur tercatat dalam setiap sejarah senantiasa tampil sebagai pelopor
yang memili sangat dan jiwa nasionalisme yang sangat tinggi.
B.
Nasionalisme dalam pandangan
Nahdlatul Ulama
Nasionalisme atau paham kebangsaan warga Nahdlatul Ulama sebenarnya
telah mengkristal sebelum NU berdiri sebagai organisasi.
Organisasi ini sebenarnya memfokuskan diri pada bidang pendidikan
dan dakwah, akan tetapi sesuai dengan namanya dan tuntutan zaman, untuk
menentang kehadiran penjajah Belanda telah terbukti merugiakan kepentingan umat
Islam khususnya dan masyarakat Indonesia pada umunya.
C.
Semangat Nasionalisme NU
Secara structural organisasi ditetapkan dalam mukhtamar NU tahun
1936 di Banjar Masin. Nasionalisme NU tampak jelas baik pada tingkat organisasi
maupun warga NU itu sendiri. Hal ini terbukti dengan prakasa NU dalam proses
pembentukan MIAI (Al-Majlis Al-Islam Al-Ala Al-indonesia/Majlis Tertinggi Islam
di Indonesia) di Pesantren Kebon Dalem, Surabaya (di tempat KH. Ahmad Dahlan).
Semangat kebangsaan yang dikembangkan NU tidak hanya tampak pada masa revolusi
tetapi terus berlanjut hingga sekarang. Salah satu tokoh NU yaitu KH. Achmad
Studdin. Juga member gambaran tentang profil yang seharusnya dimiliki oleh
warga NU, yaitu :
Pertama : Wawasan orang-orang NU agar bisa bersikap terbuka terhadap
semua pihak tanpa mengurangi sukap dan pendirian NU.
Kedua :
Warga NU pada prinsipnya haris memiliki wawasan kenegaraan yang pancasialis
sejati, konskuen, dan konsisten terhadap UUD 1945, mengutamakan kepentingan
rakyat, bangsa dan negara.
Penerimaan pancasila sebagai asas tunggal dalam pandangan Einar M. Sitompul (1194) pertimbangan
keagaan.
Pertama : NU berpandangan bahwa Islam adalah agama fitrah, sepanjang
suatu nilai tidak bertentangan dengan keyakinan Islam, ia dapat dirahkan dan
dikembangkan agar sesuai dengan tujuan Islam.
Kedua :
konsep ketuhanan dalam Pancasila dinilai mencerminkan tauhid menurut pengertian
keimanan Islam.
Ketiga :
sudut sejarah bahwa ulama-ulama dengan cara mereka sendiri dan NU sebagai
organisasi keagamaan yang berakar kuat di masyarakat, telah turut berjuang
merebut kemerdekaan sebagai kewajiban agama.
D.
Khitah NU 1926 dan Nasionalisme
Kali ini gagasan datang dari Rais Aam KH. Wahab Hasbullah, adalah kehendak
NU untuk kembali pada garis perjuangannya ditahun 1926. Ketika pertama kalinya
didirikan, yakni mengurusi persoalan agama, pendidikan, dan social
kemasyarakatan saja. Akan tetapi pada akhirnya gagasan ini kalah oleh arus
besar keinginan untuk mempertahankan NU tetap berpolitik praktis. Kandasnya
gagasan kembali ke Khitah sampai kurun waktu tertentu jika diperhatikan
disebabkan dua hal yaitu :
1.
Gagasan itu semata-mata
dilandasi alas an politik NU yang akhirnya hanya menjadi alat kepentingan
politik pribadi para elitannya, dana karena itu solusi yang ditawarkan pun
senada, dan tidak popular. Yakni agar NU meninggalkan gelaggang politik sama
sekali.
2.
Konsep kembali ke Khitah
terumuskan secara jelas kecuali dalam pengertian.
Melalui segala pergulatan pemikiran dari kelompok intelek tual
generasi baru NU itu sampai pada kesimpulan bahwa NU memerlukan perubahan dalam
garis-garis perjuangannya. Dengan tepat berpegang pada semangat dan ide dasar perjuangan 1926.
Dalam program dasar pengembangan lima tahun sebagai hasil muhtamar
diuraikan M. tujuan sebagai
berikut :
1.
Menghayati makna seruan kembali
ke jiwa 1926
2.
Kemantapkan upaya interen untuk
memenuhi seruan khitah tersebut
3.
Memantapkan cakupan partisipasi
Nahdlatul Ulama secara lebih nyata dalam pembangunan bangsa.
Akan tetapi sampai pada tahapan ini gagasan kembali ke Khitah tetap
berada dalam pro-kontra.
Namun upaya pembaharuan NU terus menggelinding, sambil melakukan
upaya rekonsiliasi dan menetralisir konflik Cipete Situbondo. Kelompok
intelektual muda NU terus mengadakan komunikasi inteksif dengan mendatangi
tokoh-tokoh pesantren, para cendikiawan, dana mengumpulkan generasi muda NU
dalam “Kelompok Diskusi 164”. Rumusan yang dihasilkan oleh tim tujuh nilai yang
kemudian dijadikan pembahasan dalam Munas Alim Ulama 1983 dan Mukhtamar NU ke
-27 di Situbondo, 1984. Dan kedua forum ini dhasilkan perubahan anggaran dasar
NU, program dasar pengembangan NU, rekomendasi mengenai malasah keagamaan,
pendidikan, social, politik, dan ekonomi sesuai acuan Khitah 1926.
Sedangkan mengenai garis-garis besar ide dasar perjuangan yang
dirumuskan dalam poin-poin Khitah NU, adalah sebagai berikut :
1.
Bidang Keagamaan
Dalam bidang keagamaan menekankan pada idiologi NU bercirikan Islam
Ahlusunnah wal Jama’ah yang berdasarkan
Al-Qur’an, Al-hadist, Ijma dan Qiyas dengan berpedoman dalam bidang tauhid
kepada Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Al-maturidy.
2.
Bidang Kemasyarakatan
Dalam bidang kemasyarakatan menitik beratkan prinsip-prinsip
Attawassuth (bersikap moderat dan demikratis), Al-Adil (bersikap Adil),
At-Tasamuh (bersikap Toleran), dan Attawazun (bersikap sembang tidak berat
sebelah). Secara amar ma’ruf nahi munkar (menyeru pada yang baik dan melarang
segala kemungkaran.
3.
Bidang Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara
Dalam bidang ini warga NU diarahkan untuk mempunyai jiwa kebangsaan,
cinta tanah air, dan siikap nasionalisme, sebagai wujud pemalan terhada[ Hubbul Wathan Minal
Iman, dan penerapan dasar yang digunakan oleh NU yaitu pejagaan keutuhan
tanah air (Ukhuwah Wathaniyah).
Khitah NU tidak dimaknai sekedar keluar dari punggung politik
praktis, tetapi harus didefinisikan sebagai berikut :
1.
Khitah Nu adalah acuan
berfikir, bersikap, dan bertindak. Oleh karena itu NU harus senantiasa
bercermin padanya dalam setiap tingkah laku baik perorangan maupun organisasi
serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
2.
Landasan Khitah adalah paham
Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan
Indonesia, yang mencakup dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
3.
Khitah NU, juga digali dari
intisari perjalanan sejarah NU dari masa ke masa.
Menyertai tema kembali ke khitah 1926 dalam mukhtamar NU ke 27 tahun
1982 di Situbondo juga dibahas sub-sub tema yang lebih spesifik meliputi :
1.
Reorientasi Program
Reorientasi program merupakan langkah strategis dan mendesak, sebab
setelah sekian lama NU berada dalam kubangan politik praktis, banyak sekali
garapan pokok NU terbengkalai.
2.
Regenerasi
Regenerasi merupakan sebuah keniscayaan alamian (Sunnatullah) yang
harus dihadapi oleh sebuah organisasi.
3.
Rekonsiliasi terhadap
pemerintahan
Kembalinya NU ke khitah 1926 memang berimplikasi terhadap rumusan
perjuangan baru, namun nerakar pad aide dasar yang telah dibangun oleh para
pendahulu NU.