PANCASILA DAN NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila dapat
diperuntukkan kepada negara, masyarakat dan pribadi bangsa Indonesia. Dengan
kata lain pancasila itu sebagai norma hukum dasar negara Republik Indonesia,
sebagai social ethics bangsa Indonesia dan sebagai pegangan moral rakyat atau
negara Republik Indonesia.Lahirnya pancasila itu dalam penamaan pidato Ir.
Soekarno selaku anggota “Dokuritzu zunbi Tyoosakai” atau badan penyelidik usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia yang di tetapkan oleh sidangnya yang pertama
pada tanggal 28 s/d 1 juni 1945 di Jakarta. Yang di ucapkannya dalam sidang
yang dipimpin oleh Dr. K. R. T Radjiman Wedyodiningrat.
Dalam pidato Ir. Soekarno
pada tanggal 1 juni 1945 di Jakarta, pancasila dikenal sebagai dasar negara
yang berarti panca berarti lima dan sila berarti asas atau dasar
didirikannya negara Indonesia. Presiden Soekarno menganggap bahwa pancasila
sebagai dasar negara dari Negara Republik Indonesia, ditegaskan oleh pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Dari pemaparan diatas dapat
di ketahui bagaimana arti pancasila itu secara umum, dan anggapan pancasila
sebagai dasar negara Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 menurut Presiden Soekarno. Sehingga untuk lebih jelasnya
tentang pancasila sebagai dasar negara akan dibahas dalam bab selanjutnya.
1.2 Identifikasi masalah
1. Apa
pengertian dari pancasila dan sejarah lahirnya pancasila ?
2. Apa
fungsi Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara?
3. Apa
saja isi yang terkandung dalam pancasila ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila dan Sejarah Lahirnya Pancasila
Secara Etimologi kata
“Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana)
yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Jadi secara
harfiah, “Pancasila” dapat diartikan sebagai “lima dasar” Istilah Pancasila telah
dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dimana sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila itu sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat maupun
kerajaan meskipun sila-sila tersebut belum dirumuskan secara konkrit. Menurut
kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, Pancasila berarti “berbatu sendi yang
lima” atau “pelaksanaan kesusilaan yang lima”.
Didalam pemerintahan,
Istilah pancasila pertama kali dikenal di dalam pidato Ir. Soekarno sebagai
anggota Doktrit zu Tyunbi Tjosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) 1 juni 1945 di Jakarta, badan ini kemudian setelah
mengalami penambahan anggota menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Dari uraian tersebut dinyatakan: Panca adalah Lima, Sila
adalah Asas atau Dasar. Untuk Lebih jelas dikutip bagian pidato beliau tersebut
:“ . . . . namanya bukan panca Dharma, tetapi nama ini dengan petunjuk seorang
teman kita ahli bahasa namanya adalah Pantja Sila, Sila artinya asas atau
dasar, dan diatas kelima dasar itu mendirikan Negara Indonesia, kekal dan
abadi.
2.1.1 Pengertian Pancasila Menurut Para Ahli
Selain pengertian Menurut
bahasa dan istilah, para ahli juga memberikan pengertian mereka tentang
pancasila. Berikut pengertian pancasila menurut beberapa ahli,
a.
Muhammad Yamin. Pancasila
berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas,
dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian
Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah
laku yang penting dan baik.
b.
Notonegoro. Pancasila
adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan
kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
c.
Ir. Soekarno. Pancasila
adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya
terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja
falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia
2.1.2
Sejarah Lahirnya Pancasila
Dalam rapat BPUPKI pada
tanggal 1 juni 1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya mengakui, pada
waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya
dipengaruhi seorang sosialis yang bernama A. Baars , yang memberi pelajaran
kepada saya, “jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan
seluruh dunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun”. Itu terjadi pada tahun
1917. akan tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang
memperingatkan saya, ia adalah Dr. Sun Yat Sen Di dalam tulisannya “San Min Cu
I” atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang
membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu.
Ketika membicarakan prinsip
keadilan sosial, Bung Karno menyebutkan pengaruh San Min Cu I karya Dr. Sun Yat
Sen: ”Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum
mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan di
dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya San Min Cu I ialah
“Mintsu, Min Chuan, Min Sheng” atau Nationalism, democracy, socialism. Maka
prinsip kita harus sociale rechtvaardigheid .”
Pengaruh posmopolitanisme
(internasionalisme) karya A. Baars dan San Min Cu I karya Dr. Sun Yat Sen yang
diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki bangku sekolah
H.B.S. benar-benar mendalam. Hal ini dapat dibuktikan pada saat Konprensi
Partai Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno menyampaikan
gagasan tentang marhaennisme , yang pengertiannya ialah :
a.
Sosio – nasionalisme, yang
terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
b.
Sosio – demokrasi, yang
tersiri dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut
Bung Karno yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme
; Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial .
Dan jika kita perhatikan
dengan seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur marhainisme seluruhnya diambil
dari Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta
keadilan sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun
Yat Sen.
Apabila kita teliti lebih
mendalam, pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di
sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang disampaikan dalam Konprensi
Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang seluruhnya diambil dari
kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen. Di
dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi :
”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma, tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan sebagai berikut:
a. Kebangsaan
Idonesia;
b. Internasionalisme
atau peri-kemanusiaan
c. Mufakat
atau domokrasi
d. Kesejahteraan
social
e. Ke-Tuhanan.
(Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945
dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan RI. 1965.)
Kelima sila dari Pancasila
Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno adalah persis sama,
hanya ada sedikit penambahan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya baiklah kita
susun sebagai berikut:
a.
Kebangsaan Indonesia
berarti sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama dengan
nasionalisme milik San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma ditambah dengan
kata-kata Indonesia.
b.
Internasionalisme atau
peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam marhaenisme, juga
sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik A. Baars.
c.
Mufakat atau demokrasi
berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama dengan demokrasi
dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
d.
Kesejahteraan sosial
berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti sama dengan
sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
e.
Ke-Tuhanan yang diambil
dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara lebih dahulu dari Bung
Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945.
Dengan cara mencocokkan
seperti ini, berarti terlihat dengan jelas bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh
Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus Pancasila I”,
sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber yaitu:
a.
Dari San Min Cu I Dr. Sun
Yat Sen (Cina);
b.
Dari internasionalisme (kosmopolitanisme
A. Baars (Belanda
c.
Dari umat Islam.
Jadi Pancasila 1 juni 1945,
adalah bersumber dari : (1) Cina (2) Belanda dan (3) Islam. Dengan begitu bahwa
pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri atau
dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru dan salah.
Sebagaimana telah diketahui
bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah satu panitia
kecil untuk :
a.
Merumuskan kembali
Pancasila sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno
pada tanggal 1 Juni 1945.
b.
Menjadikan dokumen itu
sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari dalam panitia kecil
itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu
disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan nama dengan
“Piagam Jakarta”. Dengan begitu, maka Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni
1945, dan ini merupakan Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I.
Lebih jelasnya Rumus Pancasila II ini adalah sebagai berikut ;
1.
Ke-Tuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Rumus Pancasila II ini atau
lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945,
baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat berbeda dengan Rumus
Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno tanggal 1 juni 1945.
pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima, sedangkan pada
Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah dengan anak
kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada pada sila
pertama, redaksinya berubah menjadi Persatuan Indonesia pada Rumus Pancasila II,
dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga pada Rumus
Pancasila I . Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada pada sila
kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada
sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu
menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus
Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila keempat, baik
redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai pengertian
yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I. Rumus Pancasila II ini Jakarta
tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada rapat
terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945 diterima.
Sehari sesudah proklamasi,
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat “Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum proklamasi dan
mulai aktif bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan beranggotakan 29 orang.
Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI, maka PPKI
dapat menyelesiakan acara hari itu, yaittu:
a.
Menetapkan Undang-Undang
Dasar
b.
Memilih Presidan dan Wakil
Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan demikian
terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka rapat itu
sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan sekalian
tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman yang
beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta sekarang
kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang ini dengan
kecepatan kilat.”
Sedangkan mengenai sifat
dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno berkata: ”Tuan-tuan tentu
mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang
Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie grodwet.
Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap.
Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita ini harus bisa selesai
dengan Undang-Undang Dasar itu.” Dalam beberapa menit saja, tanpa ada
perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya dalam rumus pancasila .
Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang
didalamnya terdapat Rumus Pancasila II, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Alloh
Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya”.
Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta mewujudkan
suatu
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan demikian disahkannya
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka
Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan esensial dari
Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945
dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar
tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-Tuhanan
Yang Maha Esa” . perubahan ini ternyata dikemudian hal ini menumbuhkan benih
pertentangan sikap dan pemikiran yang tak kunjung berhenti sampai hari ini.
Sebab umat Islam menganggap bahwa pencoretan anak kalimat pada sila pertama
Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
oleh PPKI adalah suatu pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen.
Karena Rumus Pancasila II telah diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17
Juli 1945.
Selanjutnya melalui aksi
militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara bagian oleh
Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statmen Roem Royen yang mengembalikan
Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta, sedangkan Presiden
darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin Prawiranegara, sampailah sejarah
negara kita kepada konfrensi meja bundar di Den Haag (Nederland). Konfrensi ini
berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 sampai tanggal 2 November 1949. dengan
ditandatanganinya “Piagam Persetujuan” antara delegasi Republik Indonesia dan
delegasi pertemmuan untuk permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi
Republik Indinesia Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949,
maka ikut berubahlah Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus
Pancasila IV ini termuat dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia
Serikat (RIS), yang bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami bangsa Indonesia
semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam perjuangan
kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak hidup
sebagai bangsa yang merdeka berdaulat. Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan telah
sampailah kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun
kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang berbentuk Republik Federasi
berdasarkan pengakuan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan
dan keadilan sosial.”
Secara jelasnya Rumus
Pancasila IV atau pancasila menurut mukadimah Undang-Undang Dasar RIS tanggal
29 Oktober 1949, adalah sebagai berikut;
1.
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2.
Peri-Kemanusiaan
3.
Kebangsaan.
4.
Kerakyatan
5.
Keadilan sosial.
Perubahan yang terjadi
antara Rumus Pancasila III dengan Rumus Pancasila IV adalah perubahan
redaksional yang sangat banyak, yang sudah barang tentu akan membawa akibat
pengertian pancasila itu menjadi berubah pula.
Republik Indinesia Serikat
tidak berumur sampai 1 tahun. Pada tanggal 19 Mei 1950 ditanda tangani “Piagam
Persetujuan” antara pemerintah RIS dan pemerintah RI. Dan pada tanggal 20 Juli
1950 dalam pernyataan bersama kedua pemerintah dinyatakan, antara lain
menyetujui rencana Undang-Undang Dasar Sementara negara kesatuan Republik
Indonesia seperti yang dilampirkan pada pernyataan bersama”. Pembukaan
Undang-Undang Dasar Sementara negara kesatuan Repiblik Indonesia seperti yang
dilampirkan pada pernyataan bersama. Pembukaan Undang-Undang Dasar Sementara
1950, yang didalamnya terdapat rumus Pancasila, adalah sebagai berikut;
Mukadimah
“Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat
Tuhan tercapailah tingkat sejarah yang berbahagia dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun
kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik
Kesatuan, berdasarkan pengakuan ketuhanan yang maha esa, peri kemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan,
kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan yang berdaulat sempurna”.
Rumus Pancasila dalam
mukadimah Undang-Undang Dasar sementara adalah merupakan rumus pancasila V. dan
ternyata antara Rumus Pancasila IV dan Rumus Pancasila V tidak ada perubahan
baik sistimatikanya maupun redaksinya.
Tetapi setelah dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan “Pembubaran kostituante dan tidak
berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1945”, Rumus Pancasila mengalami perubahan,
baik redaksinya maupun pengertiannya secara esensial dan mendasar. Sebab
setelah itu Bung Karno merumuskan Pancasila dengan menggunakan “ Teori Perasan”
yaitu pancasila itu diperasnya menjadi tri sila ( tiga sila) : sosio
nasionalisme (yang mencakup kebangsaan Indonesia dan peri kemanusiaan); Sosio
demokrasi (yang mencakup demokrasi dan kesejahteraan sosial dan ketuhanan.
Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila (satu sila); Ekasila itu tidak lain
ialah gotong-royong. Dan gotong royong diwujudkan oleh Bung Karno dalam bentuk
nasakom (nasional, agama dan komunis).
Teori perasan Bung Karno ni
bukan masalah baru, tetapi itulah hakekat Pancasila yang ia lahirkan pada
tanggal 1 Juni 1945; dan hal ini dapat dilihat dari pidatonya pada tanggal 1
Juni 1945 di depan BPUPKI, yang antara lain berbunyi, “Atau barang kali ada
saudara-saudara yang tidak senang adas bilangan itu ? Saya boleh peras sehingga
tinggal tiga saja. Saudara Tanya kepada saya apakah perasan tiga perasan itu ?
Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia,
Weltanschaung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme;
kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu
saya namakan socio-nationalisme. Dan demokresi yang bukan demokrasi barat,
tetapi pilitiek economiche democratie, yaitu pilitieke democratie dengan
sociale rechtvaardigheid, demikrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula
menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio democratie”.
Jadi yang asalnya lima itu
telah menjadi tiga: socio nationalisme, socio democratie dan ketuhanan. Kalau
tuan senang dengan simbul tiga ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak
semua tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu dasar saja ? Baiklah,
saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu ? Jikalau
saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah
saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotong-royong !
alangkah hebatnya ! negara gotong-royong.
Selain “teori perasan’
Pancasila, Bung Karno menjabarkan dan melengkapi Pancasila itu dengan Manifesto
Politik ( Manipol ) dan USDEK ( Undang-Undang Dasar 45, Sosialisme Indonesis,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribaian Indonesia). Hal ini bisa
kita jumpai di dalam “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi”, ynag antara lain
menyatakan : “Ada orang menanya : Kepada Manifesto Polotik ? Kan kita sudah
mempunyai Pancasila? Manifesto Politik adalan pancaran dari Pancasila; USDEK
adalah pemancaran dari pada Pancasila. Manifesto Politik, USDEK dan Pancasila
adalah terjalin satu salam lain. Manifesto politik, USDEK dan pancasila tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Jika saya harus mengambil qiyas agama
sekadar qiyas maka saya katakan : Pancasila adalah semacam
Qur’annya dan Manifesto Politik dan USDEK adalah semacam Hadits-haditsnya. Awas
saya tidak mengatakan bahwa Pancasila adalah Qur’an dan Manifsesto Politik dan
USDEK adalah hadits ! Qur’an dan Hadits shahih merupakan satu kesatuan, maka
pancasila dan Manifesto politik dan USDEK adalah merupakan satu kesatuan. Teori
perasan Pancasila yang dilengkapi dengan manifesto Politik dan USDEK adalah merupakan
Rumus Pancasila VI.
Dengan Naskaom memberi
peluang yang besar kepada golongan komunis seperti Partai Komunis Indonesia (
PKI ) untuk memasuki berbagai instansi sipil dan militer. Dominasi komunis di
dalam pemerintahan dan berbagai sektor kehidupan, memberikan kesempatan kepada
mereka untuk melakukan kudeta dan perebutan kekuasaan; hingga timbullah Gerakan
30 September PKI.
Hadirnya G 30 S / PKI dari
kandungan Nasakom, yang membawa runtuhnya rezim Orde Lama, menurut regim Orde
baru disebabkan oleh penyelewengan pancasila dari rel yang sebenarnya. Oleh
karena itu rezim Orde Baru mencanangkan semboyan “Laksanakan Pancasila dan UUD
45 secara murni dan konsekwen”.
Menurut Orde baru,
khususnya angkatan ’66, bahwa penyelewengan Pancasila oleh rezim orde Lama
disebabkan “belum jelasnya filsafat Pancasila dan belum adanya tafsiran yang
terperinci”. Pendapat ini bisa dilihat dari kesimpulan “Simposium Kebangkitan
Generasi ’66 Menjelajah Tracee baru”, yang diselenggarakan pada tanggal 6 mei
1966, bertempat di Universitas Indonesia; yang isinya antara lain sebagai
berikut: Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang dasar ’45 pasal
1 ayat 2 yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR.” Dan juga terdapat dalam pasal 3 yang berbunyi: “MPR
menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar pada haluan negara.”
Dengan demikian dapatlah
disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1.
Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Persatuan Indonesia, yang
ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab,
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan
yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan
yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
2.2
Fungsi Pancasila Bagi Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
Fungsi dan peranan
pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dapat diartikan sebagai lima
dasar yang dijadikan dasar Negara serta pandangan atau pedoman hidup
bangsa.Suatu bangsa tidak akan berdiri dengan kokoh tanpa ada suatu dasar
negara yang kuat dan tidak akan mengetahui kemana arah tujuan yang akan dicapai
tanpa pandangan hidup. Dengan adanya dasar negara suatu negara tidak akan
tergoyahkan dalam menghadapi suatu permasalahan yang datang baik dari dalam
maupun dari luar. Adapun fungsi dan peranan pancasila bagi bangsa Indonesia
adalah sebagai berikut,
2.2.1 Pancasila sebagai Dasar Negara
Inilah sifat dasar
Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (Philosophische
Grondslaag) Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara berarti
bahwa Pancasila dijadikan dasar dalam berdirinya NKRI dan digunakan sebagai
dasar dalam mengatur pemerintah negara atau penyelenggaraan Negara.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yang berbunyi “..….maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada…..”.
Selanjutnya Pancasila
sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut dijelaskan
dalam wujud berbagai macam aturan-aturan dasar atau pokok seperti yang terdapat
dalam Batang Tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasalnya yang kemudian
dijabarkan dalam peraturan pelaksananya yaitu berbagai instrumen
perundang-undangan sebagai hukum tertulis dan dalam wujud konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan sebagai hukum dasar tidak tertulis.
Penetapan Pancasila sebagai
dasar negara itu memberikan pengertian bahwa Negara Republik Indonesia
adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya,
membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu,
Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan : “Negara Pancasila adalah suatu negara
yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi
dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak
sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir
batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan
lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan
sosial).”
2.2.2 Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang ditujukan
dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh
rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta
tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung
sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan hidup terkandung konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung
pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik. Dengan demikian, pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia juga harus berdasarkan pada Bhineka
Tunggal Ika yang merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan
keanekaragaman. Hakekat Bhineka Tunggal Ika sebagai perumusan dalam salah
satu penjabaran arti dan makna Pancasila menurut Notonegoro adalah bahwa
perbedaan itu adala kodrat bawaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa,
namun perbedaan itu bukan untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan
perbedaan itu untuk dipersatuka, disintesakan dalam suatu sintesa yang positif
dalam suatu negara kebersamaan Negara Perasatuan Indonesia
Proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara yang disebut sebagai ideologi negara. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi pandangan dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila.
Proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara yang disebut sebagai ideologi negara. Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi pandangan dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila.
Pancasila sebelum
dirumuskan menjadi dasar negara dan ideologi negara, nilai-nilainya telah
terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam agama
sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Dengan suatu pandangan hidup yang
jelas maka banga Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana
mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya, ekonomi,
hukum, dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup
tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila
berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.
Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup bangsa) berarti melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menggunaka Pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari, agar hidup kita dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Salah satu bentuk pengalamannya adalah menjunjung tinggi Pancasila, mematuhi peraturan pemerintahan dan menerapkan suatu contoh penerapan pancasila. Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari ini adalah sangat penting karena dengan demikian diharapkan adanya tata kehidupan yang serasi (harmonis). Bahwa pengalaman pancasila secara utuh (5 sila) tersebut adalah merupakan menjadi syarat penting bagi terwujudnya cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara
Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup bangsa) berarti melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menggunaka Pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari, agar hidup kita dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Salah satu bentuk pengalamannya adalah menjunjung tinggi Pancasila, mematuhi peraturan pemerintahan dan menerapkan suatu contoh penerapan pancasila. Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari ini adalah sangat penting karena dengan demikian diharapkan adanya tata kehidupan yang serasi (harmonis). Bahwa pengalaman pancasila secara utuh (5 sila) tersebut adalah merupakan menjadi syarat penting bagi terwujudnya cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara
2.2.3 Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi
negara, yang dimaksud dengan istilah Ideologi Negara adalah kesatuan
gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan
kehidupannya baik individual maupun sosial dalam kehidupan kenegaraan. Ideologi
negara menyatakan suatu cita-cita yang ingin dicapai sebagai titik tekanannya
dan mencakup nilai-nilai yang menjadi dasar serta pedoman negara dan
kehidupannya.Pancasila adalah ideologi negara yaitu gagasan fundamental
mengenai bagaimana hidup bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan
ideologi milik negara atau rezim tertentu.Sebagai ideologi, yaitu selain
kedudukannya sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila
berkedudukan juga sebagai ideologi nasional Indonesia yang dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara. Sebagai ideologi bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila sebagai ikatan budaya (Cultural Bond) yang berkembangan secara alami
dalam kehidupan masyarakat Indonesia bukan secara paksaan atau Pancasila adalah
sesuatu yang sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia. Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalam menghadapi perubahan
masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu.
Menurut Alfian, kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan fleksibelitas. Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
Menurut Alfian, kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme, dan fleksibelitas. Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
a.
Dimensi realita, yaitu
nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang mencerminkan realita atau
kenyataan yang hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu lahir atau muncul
untuk pertama kalinya paling tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan
realita masyarakat pada awal kelahirannya.
b.
Dimensi idealisme, adalah
kadar atau kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai dasar itu mampu
memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan masyarakat
tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan
bersama sehari-hari.
c.
Dimensi fleksibelitas atau
dimensi pengembangan, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi artinya
ikut mewarnai proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri
ideologi itu sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya. Mempengaruhi berarti
pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap
nilai dasar dari ideologi itu yang sesuai dengan realita - realita baru yang
muncul di hadapan mereka sesuai perkembangan zaman.Dengan demikian, Pancasila
merupakan sebuah ideologi yang tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
terbuka.Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual,
dinamis, antisipatif, dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan
jaman.Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar
Pancasila namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki
kemampuan yang labih tajam untuk memecahkan masalah- masalah baru dan aktual.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Nilai
- nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan
diambil dari suatu kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
• Dasarnya
bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah.
• Milik
seluruh rakyat Indonesia.
2.2.4 Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pancasila sebagai pandangan
hidup, bagi rakyat Indonesia sangat penting artinya karena merupakan
pegangan yang mantap, agar tidek terombang ambing oleh keadaan apapun, bahkan
dalam era globalisasi.
2.2.5 Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Lahirnya Pancasila
bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia. Pancasila sendiri pada hakekatnya di
gali dari kebudayaan Indonesia sendiri yang merupakan jiwa bangsa Indonesia,
Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat
dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat
membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain.
2.2.6 Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian
ini adalah bahwa sikap, tingkah laku, dan perbuatan Bangsa Indonesia
mempunyai ciri khas. Artinya, dapat dibedakan dengan bangsa lain, dan
kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila
disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
2.2.7 Pancasila sebagai Cita-Cita dan Tujuan Nasional
Pancasila Pancasila sebagai
cita-cita dan tujuan nasional pancasila, sebagai cita-cita dan tujuan nasional
berarti bahwa cita-cita luhur Bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan
UUD 1945 yang merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu Jiwa Pancasila.
Dengan demikian, Pancasila merupakan Cita-Cita dan Tujuan Nasional Bangsa
Indonesia (Alinea II dan IV Pembukaan UUD 1945).
2.2.8 Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Bangsa Indonesia
Pancasila disahkan
bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI ini merupakan
wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur
tersebut.
Perjanjian luhur rakyat
Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan
sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar
karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa
Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena
Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah
perjuangan bangsa.
2.3 Isi Yang Terkandung Dalam Pancasila
2.3.1 Makna Sila-Sila Pancasila
1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa
a. Mengandung
arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa
b. Menjamin
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya
c. Tidak
memaksa warga negara untuk beragama.
d. Menjamin
berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
e. Bertoleransi
dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut
agamanya masing-masing.
f. Negara
memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan
mediator ketika terjadi konflik agama.
3 Arti
dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Menempatan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
b. Menjunjung
tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
c. Mewujudnya
keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
4 Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
a. Nasionalisme.
b. Cinta
bangsa dan tanah air.
c. Menggalang
persatuan dan kesatuan atau kekusaan, keturunan dan perbedaaan warna
kulit.
d. Menumbuhkan
rasa senasib dan sepenaggungan.
5 Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
a. Hakikat
sila ini adalah demokrasi.
b. Permusyawaratan,
artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu
diadakan tindakan bersama.
c. Dalam
melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
6 Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
a. Kemakmuran
yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
b. Seluruh
kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama
menurut potensi masing-masing.
c. Melindungi
yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan
bidangnya.
2.3.2 Sikap positif terhadap nilai-nilai
pancasila
Nilai-nilai Pancasila telah diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mengamalkan Pancasila
merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia. Sikap positif dalam
mengamalkan nilai-nilai pancasila sebagai berikut :
a. Menghormati
anggota keluarga.
b. Menghormati
orang yang lebih tua.
c. Membiasakan
hidup hemat.
d. Tidak
membeda-bedakan teman.
e. Membiasakan
musyawarah untuk mufakat.
f. Menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
g. Membantu
orang lain yang kesusahan sesuai dengan kemampuan sendiri
2.3.3 Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
a. Nilai
Dasar adalah merupakan nilai yang bersifat sangat abstrak umum, dan tidak
terikat oleh ruang dan waktu.
b. Nilai
Instrumental adalah merupakan penjabaran nilai dasar yaitu arahan kinerja untuk
kurun waktu tertentu dan kondisi tertentu, sifatnya kontekstual, harus
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Seperti tertuang dalam UU dan peraturan serta
kebijakan pemerintah lainnya.
c. Nilai
praksis adalah nilai yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti
kerukunan hidup beragama, silaturrahmi antar umat beragama, dialog antar
umat beragama, toleransi, dan saling menghormati antar umat beragama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pancasila
merupakan lima dasar atau aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh
seluruh warga Negara Indonesia.
2. Kedudukan
dan fungsi Pancasila bagi Negara Indonesia adalah :
a.
Sebagai dasar Negara
b.
Sebagai ideologi Negara
c.
Sebagai sumber dari segala
sumber hokum
d.
Sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia
e.
Sebagai jiwa bangsa
Indonesia
f.
Sebagai kepribadian bangsa
Indonesia
g.
Sebagai cita-cita dan
tujuan nasional
h.
Sebagai perjanjian luhur
bangsa Indonesia
3. Pengamalan
butir-butir Pancasila dalam kehidupan sehari-hari meliputi :
a.
Sila Pertama Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
b.
Sila Kedua Mengakui
persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia.
c.
Sila Ketiga Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
d.
Sila Keempat Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
e.
Sila Kelima Mengembangkan
sikap adil terhadap sesame
DAFTAR
PUSTAKA
Syahar, H.Syaidus, Pancasila Sebagai Paham
Kemasyarakatan Dan Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung 1975.
Kaelan, 2003, Pendidikan Pancasila,
Paradigma, Yogyakarta.
Endang Saifuddin Anshari MA. Piagam Jakarta,
22 Juni 1945, Pustaka Bandung 1981
Sumarsono, S dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2004.
Sumarsono, S dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2004.
Soeprapto,M.Ed. Pancasila sebagai Ideologi
Terbuka dalam Menghadapi Liberalisasi Perdagangan Internasional. Jakarta:
PT. Citraluhur Tata, 1996.
Kaelan. Filsafat Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma 1996.