MAKALAH TENTANG WUDHU DAN TAYAMUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Manusia sebagai makhluk, atau ciptaan
tentu saja keberadaannya bukan jadi dengan sendirinya, tetapi adanya karena
diadakan oleh penciptanya. Lalu kalau demikian, untuk apa manusia diciptakan?
Yang mengetahui sebab diciptakannya sesuatu adalah yang menciptakan sesuatu itu
sendiri. Dan karena manusia diciptakan oleh Allah SWT maka Allah-lah yang
mengetahuinya informasi yang Allah sendiri beritahukan melalui wahyu-Nya kepada
Nabi saw di dalam Al Qur’an
yakni QS. Adz- Dzariyat: 56 yang artinya “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”
Sebagaimana uraian diatas, bahwa ibadah
adalah tugas dan kewajiban hidup manusia, sebagai perwujudan status dirinya
sebagai makhluk Allah yang paling mulia, maka kita sebagai manusia haruslah
mengetahui cara beribadah yang baik dan benar. Karena itu disini saya akan
mengulas tentang cara wudhu, mandi dan tayammum.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian Wudhu, serta bagaimana rukun, tata cara dan hal yang dapat
membatalkannya?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan tayammum, dan bagaimana cara melakukannya?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
pengertian Wudhu, serta rukun, tata cara dan hal yang dapat membatalkannya
2.
Mengetahui
yang dimaksud dengan tayammum, dan cara melakukannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wudhu
Wudhu artinya menghilangkan hadats kecil, dengan membasuh beberapa anggota
tubuh tertentu dengan niat. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah : 6:
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki,..”
Ayat diatas memerintahkan kepada orang
yang beriman jika hendak mendirikan shalat, baik shalat wajib maupun shalat
sunnat dalam keadaan hadats kecil, maka wajib berwudhu terlebihdahulu dengan
cara:
1. Membasuh muka
2. Membasuh dua tangan sampai dengan dua sikunya
3. Menyapu atau mengusap kepala
4. Membasuh dua kaki dengan dua mata-kakinya
Empat point diatas adalah rukun wudhu
yang ditetapkan Al Qur’an, kemudian berdasarkan hadits Nabi SAW yang shahih, harus ada niat, yakni sengaja
melakukan wudhu dalam hati karena Allah, dan tertib, yakni berurutan
sebagaimana yang diurut oleh Allah dalam firman-Nya diatas. Dengan demikian
dalam berwudhu, membasuh kaki tidak boleh di dahulukan daripada muka meskipun
faktanya kaki lebih kotor daripada muka.
Adapun tata cara wudhu berdasarkan
praktek Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Menghadap kiblat
2. Menutup aurat berat
3. Membaca Basmallah
4. Mencuci telapak tangan dan menyela-nyela jemarinya
5. Siwak
(gosok gigi)
6. Berkumur-kumur
7. Istinsyaq
(memasukan air ke hidung)
8. Istinsar
(mengeluarkan air dari hidung)
9. Berniat dalam hati ketika mulai membasuh muka
10. Membasuh muka tiga kali
11. Membasuh dua tangan dengan dua sikunya tiga kali
12. Mengusap seluruh kepala atau sebagiannya
13. Membasuh dua daun telinga dalam dan luar, baik dengan
basuhan baru
atau bekas
usapan kepala
14. Membasuh dua kaki dengan dua mata kakinya tiga kali
15. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
16. Melebihkan basuhan
17. Tertib (berurutan membasuh anggota tersebut)
18. Berdo’a dengan do’a yang diajarkan rasul
اَشْھَدُ اَنْ لاَ اِلَھ الاَّ لله وحده لاَ شریك لھ, و اشھدُ انَّ محمّدًا عَبدُهُ وَرَسوْلُھُ.
“Aku bersaksi bahwa tidak ada
tuhan kecuali Allah, Maha Esa Dia dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan Rasul-Nya”.
Sabda Nabi SAW, “Tidak ada seorang diantara kamu
yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya (sempurna dengan melakukan
sunnat-sunnatnya) lalu membaca (syahadat diatas), kecuali dibukakan untuknya
pintu surga yang 8, yang dapat dia masuki dari pintu mana saja ia mau”. (HR. Muslim)
19. Shalat dua rakaat
Para ulama fiqh merumuskan dari semua
uraian diatas ada yang dikategorikan rukun, artinya harus ada dan menjadi tidak
sah wudhu seseorang apabila ditinggalkannya tanpa udzur, dipahami dari perbuatan Rasulullah SAW
yang setiap wudhu tidak pernah meninggalkannya, sedangkan yang selainnya
dihukumkan sunnat, karena dalam prakteknya Rasulullah kadang meningglkannya.
Sayyid Sabiq merumuskan rukun wudhu ada 6, yakni:
1. Niat dalam hati menunaikan wudhu
2. Membasuh wajah (muka), yakni mulai dari tempat tumbuh
rambut (asal)
sampai dagu dan
lebarnya dari anak daun telinga kiri sampai ke anak daun
telinga kanan.
3. Membasuh dua tangan samapai dengan dua sikunya
4. Menyapu atau mengusap kepala, dengan telapak tanagn yang
basah
5. Membasuh dua kaki dengan dua mata kakinya
6. Tertib, yakni berurutan.
Meskipun yang diterapkan ulama fiqh
rukun wudhu hanya 6 diatas, tapi dari Nabi SAW sendiri tidak pernah menetapkan
yang ini wajib dan laiinya sunnat, oleh karena itu menunaikan wudhu sesuai
dengan apa yang diperagakan Rasulullah SAW pasti lebih utama, dan mengandung
nilai kepatuhan yang sangat tinggi, sehingga pasti pahalanyapun sangat besar.
Namun, jika pelaksanaan wudhu secara sempurna akan emngganggu kepentingan orang
banyak, maka meringkas sebatas yang rukunnya saja adalah lebih utama.
Ada beberapa perkara atau hal yang
dapat membatalkan wudhu, diantaranya adalah:
1.
Keluar
sesuatu dari dua pintu (qubul
dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik
berupa kotoran, air kencing , angin, air mani atau yang lainnya.
2.
Hilangnya
akal (kesadaran),seperti tidur lelap, gila, ayan, pingsan ataupun mabuk.
3.
Menyentuh
qubul (pintu depan) atau dubur (pintu belakang) tanpa pengahalang.
Adapun bersentuh kulit laki-laki dan
perempuan, keluar darah dari luka badan, muntah memakan sate unta, tidak cukup
dalil untuk menetapkan termasuk batal wudhu.
Wudhu untuk Ibadah Lain
Ada tiga ibadah mahdhah yang
disyaratkan wudhu bagi yang berhadats kecil, yakni:
1. Shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat, atau
shalat jenazah.
2. Thawaf, yakni mengelilingi ka’bah 7 putaran, baik thawaf
wajib maupun
thawaf sunnat.
3. Menyentuh mushhaf, yakni menyentuh atau memegang mushhaf
Al- Qur’an
Sementara wudhu juga dianjurkan
(sunnat) berdassarkan haditshadits shahih, untuk amal-amal berikut ini:
1. Dzikir kepada Allah
2. Hendak tidur
3. Junub, yakni orang yang sedang hadats besar, seperti
selesai hubungan
suami istri.
4. Sebelum mandi junub
5. Sesudah memakan makanan yang dibakat seperti sate
6. Untuk memperbarui wudhu bagi setiap shalat
B. Tayammum
Secara bahasa tayammum artinya sengaja
melaksanakan sesuatu, sedangkan menurut syara’; sengaja menyapukan sha’ied ke muka dan dua tangan dengan niat mendapatkan kebolehan
shalat atau ibadah lainnya, yang disyaratkan thaharah.
Tayammum adalah mengusap muka dan dua
belah tangan dengan debu yang suci.Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu
jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat tidak menemukan air untuk berwudhu.
Firman Allah SWT:
“..dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu... “
(QS. Al-Maidah: 6)
Dari ayat diatas dapat dipahami sebab
tayammum ada dua; yakni
sakit dan dalam perjalanan apabila
tidak terdapat air untuk bersuci, dengan kata
lain apabila tidak ada air.
Secara tekstual ayat, sakit yang
membolehkan tayammum adalah
mutlak, baik parah maupun ringan, namun
seperti yang disyaratkan hadis dari
ibnu Abbas ra yang diriwayatkan al- Jama’ah, yang dimaksud adalah sakit yang bahaya apabila terkena air,
atas dasar ini, para ulama fiqh memberi
sifat sakit sebagai berikut:
1. Sakit yang menurut dokter akan membahayakan kalau terkena
air
2. Sakit yanga apabila terkena air akan memperparah sakitnya
3. Sakit yang apabila terkena air akan memperlambat proses
kesembuhannya
4. Sakit yang terdapat pada anggota
tubuh yang harus dibasuh lebih luas, apabila sakit (luka) yang terdapat pada
anggota tubuh yang dibasuh lebih kecil, maka dapat dilakukan dengan wudhu pada
bagian yang sehat sedang yang lainnya diusap.
Adapun safar (bepergian) dimasukkan hal yang
membolehkan tayammum, sesungguhnya bukan safarnya tapi ‘tidak ada air’ nya yang membolehkan bertayammum,
artinya meskipun tidak sedang bepergian kalau tidak ada air maka
boleh bertayammum.
Adapun tata cara tayammum sebagai berikut:
1. Menepukan dua telapak tangan ke sha’ied
2. Menyapukan dua telapak tangan tadi ke muka sambil berniat
tayammum
3. Menepukan lagi dua telapak tangan ke sha’ied yang bukan bekas tempat
menepukan yang
pertama
4. Menyapukan kedua tanagan, samapai ke siku atau cukup
samapai ke
pergelangan saja.
Keduanya berdasarkan hadits yang shahih.
Adapun batal tayammum adalah:
1. Segala yang membatalkan wudhu
2. Segala yang membatalkan mandi
3. Hilangnya sebab yang membolehkan tayammum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ibadah adalah tugas dan kewajiban hidup
manusia, sebagai perwujudan status dirinya sebagai makhluk Allah yang paling
mulia. Hakikat ibadah adalah menyadari diri hina dihadapan Allah yang Maha
Mulia dan hanya Dia-lah yang patut diibadati. Sehingga diperlukan penyesuaian
diri dari yang mendekati kepada yang didekati. Allah Maha Suci maka manusia
yang akan melakukan pendekatan diri kepada-Nya, wajib bersuci terlebih dahulu.
Dimana menghilangkan sesuatu yang dianggap kotor baik kotor bendawi atau
materi, kotor peristiwa atau kejadian, maupun kotor rohani. Wudhu, hadats besar
dan mandi, serta tayammum adalah suatu bentuk pensucian diri sebelum
melaksanakan ibadah, khususnya ibadah mahdah. Dimana dasar hukumnya terangkum
dalam QS. Al-Maidah: 6. Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya, maka jelas
sudah itu termasuk kedalam mensucikan diri dari kotor peristiwa atau kejadian.
Namun, tujuan utamanya adalah menghindari dari kotor rohani itu sendiri.
Ketentuan syariat diatas, dimana jika
hamba hendak melakukan shalat, dalam keadaan hadats kecil hendaklah wudhu. Jika
hadats besar hendaklah mandi terlebih dahulu, dan jika keduanya tidak dapat dilakukan
hendaklah ber-thaharah dengan tayammum sebagai penggantinya. Ini semua tidak
dimaksudkan Allah untuk mempersulit hamba-Nya, melainkan agar hamba-Nya dapat
bersuci dan melaksanakan kewajiban untuk kemanfaatan hamba itu sendiri, dan
agar Allah menyempurnakan nikmat-Nya untuk hamba yang mematuhinya, sehingga pada
akhirnya hamba bersyukur.
Seperti pada akhir potongan QS.
Al-Maidah: 6 yang berbunyi:
“Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur”.
Dari potongan diatas, dapat dipahami
bahwa ketentuan thaharah (wudhu, mandi,
tayammum) diatas dimaksudkan Allah untuk membersihkan hamba, menyempurnakan nikmat-Nya bagi hamba,
dan agar hamba bersyukur.
Sesungguhnya yang berkepentingan untuk
melaksanakan ibadah adalah
hamba sendiri, karena seluruh akibatnya
akan berpulang kepada hamba yang bersangkutan.
Bagi Allah, jika seluruh hamba beriman dan patuh kepada-Nya, Dia tidak akan semakin mulia, atau
sebaliknya, jika semua manusia ingkar dan membangkang,
tidak sedikitpun menurun derajat ke-Tuhanan-Nya, Dia Maha Kaya dari seluruh alam.
DAFTAR PUSTAKA
Shiddieq, Umay M. Dja’far. 2005. Syariah ibadah, pengamalan rukun
islam dari
Al- Qur’an dan As-Sunnah. Jakarta: Al-Ghuraba.