MAKALAH HUBUNGAN INDONESIA DENGAN CINA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam segi internasional, Indonesia mengadakan hubungan dengan hampir semua
negara di dunia dan dengan berbagai lembaga internasional yang penting. Di
antara itu semua dapat dikatakan bahwa pada waktu ini Indonesia juga mengadakan
hubungan dengan negara- negara besar seperti Cina. Hubungan bilateral Indonesia
dengan Cina juga terus ditingkatkan terkait dengan posisi geografis dan politik
negara dengan penduduk terbesar itu yang sangat strategis dan penting, di mana
Cina juga merupakan salah satu negara besar di Asia. Dalam hal ini, Indonesia
dan Cina telah melakukan hubungan diplomatis semenjak tanggal 13 April 1950.
Hubungan yang terjalin mengalami pasang
surut karena terlihat adanya hubungan yang erat lalu terjadi penghentian
hubungan atau pembekuan dan pembekuan ini mulai terjadi pada 30 November
1967. Dimulai dari pernyataan Adam Malik yaitu Cina telah ikut
campur dalam masalah domestik Indonesia dengan mendukung upaya kudeta PKI dan
Cina di duga memberi latihan kepada ratusan orang Indonesia yang tinggal di
Cina untuk melakukan sabotase militer dan ekonomi di Indonesia (Sukma,1994:54).
Dengan adanya pandangan buruk terhadap masing-masing negara maka kedua negara
saling menarik mundur perwakilan diplomatik mereka. Namun anehnya selang waktu
dekade setelah peristiwa ikut campurnya Cina terhadap PKI, terjadi perbaikan
hubungan bilateral antara keduanya. Indonesia dan Cina sepakat untuk membahas
beberapa hal mengenai normalisasi yang akan dilaksanakannnya.
Hubungan keduanya mulai drencanakan
terjadi normalisasi dimana dalam normaliasi itu terdapat 2 periode yang pertama
ialah di tahun 1970-1977. Normalisasi yang dilakukan selain dipengaruhi dari
keadaan domestik dalam negeri Indonesia juga dipengaruhi hubungan Cina dengan
Asia Tenggara. Hubungan itu terlihat pada saat Vietnam mengintervensi Kamboja.
Cina mengeluarkan kebijakan yakni (1) mencegah kekuatan Komunis di Asia
tenggara, hal itu sama dengan keinginan dari Politik Luar Negeri Indonesia, (2)
Cina mengambil tindakan terhadap Vietnam dengan menyerang tetangganya karena
takut di intervensi oleh Vietnam dan (3) Cina aktif dalam berhubungan dengan
Indonesia serta mendukung ASEAN yang juga menginginkan pasukan Vietnam mundur
dari Kamboja.
Meskipun demikian hubungan Cina dan Indonesia masih mengalami kerenggangan,
bahkan hingga tahun-tahun terakhir sebelum pemerintahan Soeharto, mengundurkan
diri dari kursi jabatan pemerintahan Republik Indonesia. Setelah bertahun-tahun
terhentinya hubungan diplomatis antara kedua negara, hubungan Ekonomi Indonesia
dan Cina mulai tumbuh kembali, khusunya setelah penandatangann nota
kesepahaman, (MoU) Memorandum of Understanding , untuk pembentukan hubungan
perdagangan anatar kedua negara oleh kamar dagang dan Industri Indonesia (
KADIN ) dan Dewan Promosi Perdagangan International Cina ( CCPIT ) Cina Council
for the Promotion of International
Trade.
Indonesia dan Cina saat ini sama-sama memiliki modal untuk tumbuh dan
berkembang, serta berperan dalam percaturan dunia maupun kawasan Asia Pasifik.
Kedua negara merupakan kelompok 20 kekuatan ekonomi terbesar dunia (G20).
Indonesia dan Cina -ditambah India- merupakan tiga negara yang ekonominya tetap
tumbuh positif saat negara-negara lain mengalami pertumbuhan negatif akibat
krisis keuangan dunia. Potensi kedua negara itu bisa terus berkembang lewat
kerja sama dan kemitraan strategis yang sudah berjalan.
Meskipun demikian, setelah
adanya masa normalisasi saja perdagangan antara kedua negara mulai meningkat
secara tajam, meskipun dalam masa volume yang relatif kecil. mengenai hubungan
Ekonomi Indonesia dan Cina, menujukkan bahwa antara awal tahun 1990-an hingga
puncak krisis ekonomi, ekspor minyak dan gas ( migas ), dan non-migas Indonesia
ke Cina meningkat. Hubungan ekonomi antara Indonesia dan Cina juga semakin
membaik bersamaan dengan milenium baru. Cina khususnya, mampu menjadi salah
satu mitra dagang terbesar Indonesia. Meskipun ada peningkatan angka
perdagangan, perdagangan Indonesia dan Cina masih relatif kecil. Oleh karena
itu kelompok kami tertarik untuk membahas tentang Hubungan diplomasi antara
Cina dan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah gambaran tentang Reformasi
Perekonomian Negara Cina?
2. Bagaimanakah awal mula sejarah hubungan
Diplomatik antara Indonesia dan Cina?
3. Apakah pengaruh hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Cina di bidang
ekonomi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambaran tentang Reformasi
Perekonomian Negara Cina.
2. Mengetahui awal mula sejarah hubungan
diplomatik antara Indonesia dan Cina.
3. Mengetahui pengaruh hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Cina di
bidang Ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Reformasi Perekonomian Negara Cina
Cina
(Republik Rakyat Cina) menjadi salah satu negara superpower baru di era
ini. Cina menjadi perwakilan Asia yang menduduki Dewan Keamanan Tetap PBB.
Selain itu, Cina juga merupakan negara “bernuklir” dengan memiliki tentara
terbesar di dunia dengan anggaran militer ke-4 terbesar setelah
Amerika, Prancis dan Inggris. Selama tahun 1980 sampai 2005, pertumbuhan
rata-rata ekonomi Cina lebih dari 10% (jauh melampau pertumbuhan
ekonomi dunia). Ini membawa Cina sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi
terdashyat di abad ini. Cina saat ini menduduki posisi ke-2 dalam jumlah
ekspornya dan urutan ke-3 dari jumlah impor.
Keberhasilan negara tirai bambu ini tidak
terlepas dari sejarah panjang kebudayaan Cina yang telah berusia ribuan tahun.
Sejarah mencatat kemajuan Cina naik-turun dalam kancah internasional. Cina
pernah memiliki kebudayaan yang sangat maju di masa peradaban Huang Ho dan Yang
Tze, serta kemajuan di Dinasti Chin. Cina pernah terburuk selama ratusan tahun,
hingga akhirnya bangkit kembali setelah reformasi ekonomi oleh para founding
fathernya. Sampai saat ini, mayoritas rakyat Cina menjunjung tinggi para
pendiri negaranya.
Kesuksesan negara dengan
penduduk terbesar di dunia dunia di abad 21 saat ini atas tekad dan
kekonsistenan para pemimpin Cina dalam membangun Zhung Quo (Pusat Peradaban).
Sejak reformasi ekonomi di tahun 1978, tingkat kemiskinan penduduk
Cina turun dari 53% di tahun 1981 menjadi 8% di tahun
2001. Di tahun 2008 ini, Cina telah memasuki usia 30 tahun sejak reformasi
ekonomi 1978 yang “mengancam” eksistensi hegemoni Barat di dunia.
Berbagai struktur ekonomi yang diciptakan
dalam proses reformasi ekonomi Cina sebenarnya dapat juga ditemukan di beberapa
negara lainnya, akan tetapi dalam kenyataannya apa yang terjadi di Cina
cukuplah unik untuk dianalisa lebih mendalam. Reformasi ekonomi Cina pada
awalnya lebih dikedepankan untuk memacu nilai keuntungan guna membiaya
modernisasi masyarakat di tanah Cina. Tantangan terberat terjadi tatkala
pemerintah harus mencari solusi guna memotivasi para pekerja dan petani agar
menghasilkan keuntungan yang terus lebih besar guna menghilangkan
ketidakseimbangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat
Dalam lawatan kenegaraanya pada November 1978,
Deng Xiaoping mengunjungi Bangkok, Kuala Lumpur, dan Singapura. Dalam
perjalanannya, khususnya setelah melakukan perbincangan selama tiga hari
berturut-turut dengan Lee Kuan Yew, Deng memperoleh sumber inspirasi untuk
memulai pembangunan di tanah Cina. Kunjungan tersebut menurut Lee telah membuka
mata pemimpin tertinggi Partai Komunis Cina (Cina Communis Party) dan
menjadi titik tolak dimulainya reformasi pembangunan ekonomi Cina.
Republik
Rakyat Cina mencirikan ekonominya sebagai Sosialisme dengan ciri Cina. Sejak
akhir 1978, kepemimpinan Cina telah memperharui ekonomi dari ekonomi terencana
Soviet ke ekonomi yang berorientasi pasar tapi masih dalam kerangka kerja
politik yang kaku dari Partai Komunis. Untuk itu para pejabat meningkatkan
kekuasaan pejabat lokal dan memasang manajer dalam industri, mengijinkan
perusahaan skala kecil dalam jasa dan produksi ringan dan membuka ekonomi
terhadap perdagangan asing dan investasi. Ke arah ini pemerintah mengganti ke
sistem pertanggungjawaban para keluaga dalam pertanian dalam penggantian sistem
lama yang berdasarkan penggabunggan, menambah kuasa pegawai setempat dan
pengurus kilang dalam industri dan memperbolehkan berbagai usahawan dalam
layanan dan perkilangan ringan, dan membuka ekonomi pada perdagangan dan
pelabuhan asing. Pengawasan harga juga telah dilonggarkan. Ini
mengakibatkan Cina daratan berubah dari ekonomi terpimpin menjadi ekonomi
campuran.
Tidak seperti pendahulunya yakni Mao Tse-Tung,
kala itu Deng Xiaoping yang dianggap sebagai pemimpin pragmatis mencoba
membangun Cina dengan cara yang modern, bertahap, dan tidak revolusioner.
Setelah selesai melakukan reformasi di bidang pertanian, Deng bereksperimen di
sektor industri dengan membentuk Special Economic Zones (SEZs),
suatu wilayah terbatas dimana pemerintah Cina tidak lagi menerapkan peraturan
anti-bisnis dengan mengeluarkan kebijakan pajak rendah dan dukungan penuh
terhadap barang produksi yang akan dijual ke luar negeri. Untuk pertama
kalinya, zona ekonomi khusus hanya diterapkan di Propinsi Fujian dekat Taiwan
dan Propinsi Guangdong dekat Hongkong. Namun kemudian pada tahun 1984, setelah
melihat keberhasilan eksperimen tersebut, pembangunan dilanjutkan dengan
mendirikan berbagai zona sejenis secara terintegrasi di empat belas kota
sepanjang pantai Cina.
Deng Xiaoping pada dasarnya tetap berpedoman pada
teknik perencanaan yang dibuat oleh Mao, namun Deng memodifikasinya dengan
pendekatan pembangunan Singapura, yaitu memulai dengan membuat blok-blok
bangunan sebagai infrastruktur dasar. Memasuki tahun 1980-an, Cina membangun
tambang batu-bara untuk mensuplai peningkatan kebutuhan akan tenaga listrik. Di
tahun 1990-an, mereka beralih untuk meningkatkan produksi gas dan minyak bumi.
Akhirnya, Cina membangun berbagai pembangkit tenaga baru dengan kemampuan
berkali-kali lipat dari generator utama selama periode tahun 1990 hingga
2003.
Pemerintah Cina menyadari bahwa untuk membuka
lapangan pekerjaan, negara membutuhkan berbagai bangunan modern seperti jalan
tol, pelabuhan, jalur kereta api dan bandar udara. Usaha memodernisasi secara
terpusat tersebut hingga kini masih terus berlangsung dan saat ini Cina sedang
membangun pembangkit tenaga nuklir di berbagai wilayahnya hingga tahun 2020
guna melipatgandakan tenaga yang dibutuhkan. Kebijakan yang dikeluarkan secara
terencana tersebut ternyata tidaklah sia-sia. Setelah melewati masa-masa
pembangunan infrastruktur dan dilengkapi dengan kebijakan yang mendukung usaha
bisnis, serta dikombinasikan dengan upah pekerja yang murah, akhirnya refromasi
dan pembangunan ekonomi memberikan hasil sesuai dengan harapan pemerintah dan
rakyat Cina. Kini kota-kota di Cina telah bermetamorforsis secara cepat dengan
kehadiran gedung-gedung pencakar langit layaknya permainan realita tata kota di
komputer, SimCity.
Meskipun strategi reformasi ekonomi Cina lebih
dikarakteristikkan oleh banyak kalangan sebagai model kapitalisme, pejabat
resmi Cina lebih senang memandangnya sebagai sebuah bentuk pendekatan
“sosialisme dengan karakter Cina”. Namun demikian, menurut kebanyakan petinggi
Cina, ideologi pemerintahan tidaklah lebih penting daripada kebutuhan dasar
dari rakyatnya. Maka tidak heran apabila ucapan Deng Xiaoping sebagai nahkoda
reformasi ekonomi Cina hingga saat ini masih terus bergema, “It doesn’t
matter if the cat is black of white, as long as it catches mice”. Dua puluh
lima tahun setelah diluncurkannya reformasi ekonomi, kini Cina telah merasakan
perubahan dan hasil yang begitu nyata. Sejak tahun 1980, Cina berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 75% di negara berkembang, termasuk lebih
dari 400 juta rakyat Cina itu sendiri. Dalam kurun waktu seperempat abad,
jumlah masyarakat sangat miskin yang tinggal di daerah pedesaan Cina juga
menurun dari 250 juta menjadi hanya 26 juta.
Sebenarnya teka-teki sistem perekonomian Cina
saat ini dapat dibaca ketika the Party Congress pada Oktober
1992 mendeklarasikan Cina sebagai penganut sistem socialist market
economy. Hanya dalam beberapa tahun kemudian foreign direct investment
(FDI) yang masuk ke negara Cina meningkat tajam dengan jumlah lebih besar dari
gabungan FDI empat belas tahun sebelumnya. Sejak saat itu, Cina menjadi magnet
baru bagi investasi modal asing dari seluruh dunia yang secara regular
menghasilkan pemasukan sekitar US $50 miliar setiap tahunnya bagi Cina atau
sekitar sepuluh kali lipat yang diterima oleh India.
2.2 Sejarah Hubungan Diplomatik antara Indonesia
dan Cina
Definisi diplomasi menurut Kamus Inggris Oxford adalah
“manajemen hubungan internasional melalui negosiasi, yang mana hubungan ini
diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil bisnis, atau seni para
diplomat”. Diplomasi juga dapat
diartikan sebagai alat pelaksanaan dari adanya hubungan luar negeri yang mana
diplomasi harus sejalan dengan politik yang digariskan oleh pemerintahnya yaitu
untuk mencapai kepentingan nasional negaranya seperti kepentingan ekonomi,
politik, militer, sosial dan budaya. Istilah diplomasi ini muncul setelah
terjadinya perang dunia I dan II, yaitu bagaimana dunia ini dapat menciptakan
suatu perdamaian dengan mengurangi konflik-konflik antar negara di dunia.
Diplomasi erat hubungannya dengan hubungan antar negara, dimana diplomasi
disebut sebagai seni dalam mengedepankan kepentingan suatu nengara melalui
negosiasi dengan cara damai dalam berhubungan dengan negara lain. Jika cara
damai ini gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, maka diplomasi
mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk
mendapatkan tujuannya.
Pada jaman dahulu diplomasi
hanya digunakan sebagai dialog antar negara yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan antar bangsa dimana aktor utama dalam diplomasi adalah state atau government. Ini
merupakan track pertama dalam diplomasi dan biasanya diplomasi track
1 ini bersifat tertutup dan masih dimungkinkan adanya kecurigaan antar negara.
Kecurigaan inilah yang biasanya menyebabkan kegagaan dalam berdiplomasi, karena
sifat tertutup itu merupakan hambatan dalam berdiplomasi.
Namun di era globalisasi
sekarang ini diplomasi track 1 tidaklah relevan dan dianggap kurang
efektif, karena itulah muncul track 2 yang mana diplomasi ini lebih
bersifat terbuka dan aktor dalam
diplomasi tidaklah hanya government tetapi juga non-government maupun individu.
Karena inilah muncul istilah “everyone is an ambassador”. Istilah
tersebut mengartikan bahwa setiap manusia dapat menjadi duta. Hal ini juga
membuat diplomasi sekarang ini terbagi menjadi beberapa bentuk diplomasi, salah
satunya adalah diplomasi bilateral. Diplomasi bilateral adalah suatu bentuk
diplomasi atau kesepakatan dan negosiasi yang dilakukan oleh dua negara saja.
Diplomasi bilateral ini merupakan diplomasi lama sehingga dahulu aktor utamanya adalah government, namun di era sekarang government
tidaklah lagi menjadi actor utama dalam diplomasi bilateral tetapi setiap orang
dapat melakukan diplomasi bilateral. Salah satu negara yang menjalin hubungan
diplomasi bilateral adalah negara Indonesia dan salah satu negara di Asia Timur yaitu Cina.
Hubungan Indonesia - Cina memiliki akar sejarah yang panjang. Interaksi antara nenek moyang
bangsa Cina dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai sejak 2000 tahun
lalu. Hubungan erat ini menemukan momentum simboliknya dalam kisah perjalanan
muhibah Cheng Ho yang sangat sangat masyhur pada abad 14. Salah satu bukti
budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang digunakan (hanya) oleh
masjid-masjid di Indonesia. Bedug itu merupakan bawaan dari Cina.
Di era
modern, Hubungan diplomatik Indonesia-Cina secara resmi dimulai semenjak tahun
1950. Hubungan awal ini belum berjalan baik sebab kedua negara masih dalam
tahap perkembangan. Cina, seiring berjalannya waktu berkembang dan maju
lebih pesat daripada Indonesia dilihat dari meningkatnya ekonomi Cina
dalam segi industri. Pada tahun kedua setelah RRC didirikan oleh Partai
Komunis Cina (PKC) pada tahun 1949, Indonesia tercatat sebagai negara pertama
yang mengakui berdirinya Cina baru di bawah pemerintahan komunis.
Selanjutnya
di era Soekarno, hubungan kedua negara pernah sangat erat, ditandai dengan
terbentuknya Poros Jakarta-Peking yang menjadi simbol kedekatan Indonesia
dengan komunisme kala itu. Tahun 1955 saat digelar Konferensi Asia Afrika (KAA)
di Bandung, Perdana Menteri Cina Zhou Enlai datang sebagai delegasi Cina. KAA
sendiri bagi Cina merupakan momentum sejarah penting. Di sanalah eksistensi
Cina sebagai negara baru dikukuhkan di dunia internasional. Karena itu tak
heran jika cerita tentang KAA bisa ditemukan di kurikulum mata pelajaran
sejarah di sekolah-sekolah Cina.
Setelah
Soekarno jatuh, hubungan Indonesia-Cina memburuk. Tahun 1967, Soeharto yang
tengah membangun Masa Orde Baru memutuskan hubungan diplomatik dengan Cina. Retaknya hubungan diplomatik tersebut karena peristiwa G-30 S
PKI tahun 1967 sedangkan Cina adalah salah satu punggawa komunisme dunia selain
itu minoritas penduduk Cina di Indonesia. Hal inilah yang menjadikan Soeharto
lebih memilih untuk menjauhi Cina dan merapat ke Barat, terutama Amerika
Serikat. Hubungan diplomatik Indonesia dengan Cina banyak mengalami pasang
surut, terkait upaya-upaya normalisasi. Setelah 23 tahun hubungan tersebut
beku, mulai muncul upaya-upaya untuk melakukan normalisasi. Hubungan kedua
negara baru kembali normal pada tahun 1990 setelah 12 tahun sebelumnya Cina
mencanangkan reformasi dan keterbukaan. Hubungan diplomatik Jakarta-Beijing
diawali dengan kunjungan Menlu Ali Alatas ke Ohina pada bulan Juli 1990.
Indonesia melihat Cina tak
hanya sebagai ancaman domismestik, tapi juga sebagai ancaman regional terhadap
ASEAN dengan paham komunismenya. Tapi Indonesia tidak bisa lepas dari peran
Cina, terutama dalam kasusnya dengan Kamboja, yang dinilai akan menambah ruang
gerak Indonesia. Upaya tersebut misalnya, adanya pembicaraan antara Menlu
Mochtar dan Menlu Wu Xueqian selama peringatan KAA ke 50, yang juga membahas
masalah Kamboja. Secara garis besar, ada 2 periode dalam normalisasi hubungan
Cina dan Indonesia, yaitu:
1. Periode
pertama, tahun 1970-1977. Yang lebih menonjol yaitu penolakan dari Indonesia
untuk segera melakukan normalisasi, karena belum dirasa tuntas masalah ancaman
komunisme dan minoritas Cina.
2. Periode
Kedua, tahun 1977-1988. Pada periode ini, mulai menonjolkan aspek
ekonomi. Perhatian untuk menjajagi kembali kemungkinan pembukaan hubungan
dagang langsung dengan RRC muncul kembali setelah Menlu Mochtar Kusuma Atmaja
menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu mencurigai mereka yang berdagang dengan
RRC (Sukma, Rizal,1994:18).
Setelah melewati dua periode
penting ini, hubungan perpolitikan Indonesia - Cina mengalami banyak perbaikan, terutama peningkatan kerjasama
perdagangan yang tentunya harus menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan kedua negara mulai berkembang pesat setelah reformasi 1998
Indonesia digulirkan. Krisis financial Asia 1997 memberi pelajaran bagi
Indonesia dan negara-negara di kawasan bahwa mereka perlu menjalin hubungan
lebih erat dengan negara-negara Asia Timur, khususnya Cina, untuk mencegah
pengalaman serupa terulang. Maka sejak itu hubungan Indonesia-Cina semakin
erat.
2.3 Pengaruh Hubungan Diplomasi
yang Terjalin antara Indonesia dan Cina di Bidang Ekonomi
Di era modern ini Indonesia telah mengalami banyak pertumbuhan di berbagai
bidang,terutama di bidang ekonomi. Globalisasi merupakan proses dimana hubungan
sosial dan saling ketergantungan antarnegara dan antarmanusia menjadi semakin
tidak berbatas. Sedangkan menurut Selo Soemardjan, Globalisasi adalah
terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia
untuk mengikuti sistem dan kaidah - kaidah yang sama. Globalisasi terjadi pada
bidang informasi, ekonomi, serta budaya. Sudah sejak lama pemerintah Indonesia
menggembar - gemborkan tentang globalisasi itu sendiri. Dengan harapan
masyarakat dan pelaku industri siap menghadapi segala dampak dari globalisasi
terutama pengaruh globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia.
Pasar bebas merupakan salah satu bentuk nyata dari globalisasi ekonomi.
Pengaruh dari globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia diantaranya
adalah tumbuhnya kreativitas para pelaku ekonomi Indonesia serta semakin
mendunia produk - produk buatan Indonesia. Dengan adanya globalisasi, para
pelaku ekonomi, memang dituntut untuk semakin kreatif menciptakan produk -
produk yang tidak hanya mampu bersaing dengan sesama produk buatan dalam negeri,
namun juga harus mampu bersaing dengan produk - produk dari negara lain. Tanpa
adanya pengembangan produk, sudah pasti produk mereka tidak akan bisa laku di
pasaran. Terlebih sejak CAFTA (Cina Asia Free Trade Assosiation) diberlakukan,
barang - barang dari Cina mulai membanjiri pasar Indonesia. Tidak hanya bentuk
serta tampilan produk yang menarik, namun juga harga yang ditawarkan sangat
murah bila dibandingkan dengan produk - produk buatan Indonesia.
Sudah sangat
jelas bahwa aspek ekonomi merupakan aspek yang sangat signifikas dalam hubungan
Indonesia dengan negara- negara lain, tak terkecuali dengan negara- negar Asia
Timur yaitu China dan jepang. Dari China, Indonesia dapat mengimport hasil-
hasil industri ringan, tidak hanya mengimport tapi Indonesia juga mengekspor
bahan- bahan mentah ke China (Bandoro, Bantarto. 1994)
Bagi beberapa pelaku industri, terutama yang selama ini mengandalkan bahan
baku import dari Cina, malah menjadi pihak yang diuntungkan atas masuknya
Indonesia ke dalam pasar bebas Asia. Mereka bisa mendapatkan bahan baku dengan
harga yang jauh lebih murah karena dilakukannya perjanjian penghapusan tarif
import sehingga bisa menekan banyak biaya yang harus mereka keluarkan. Dengan
mendapatkan bahan baku yang murah, maka secara otomatis kegiatan industri bisa
semakin berkembang. Itu merupakan contoh positif dari pengaruh globalisasi pada
perkembangan ekonomi Indonesia. Selain itu juga masih terdapat bentuk-bentuk
hubungan diplomasi yang terjalin antara Cina dan Indonesia di bidang ekonomi
seperti:
1. Hubungan bilateral RI-RRC dalam bidang ekonomi, perdagangan dan kerjasama
teknik secara umum semakin meningkat, terlihat dari tingginya volume
perdagangan timbal balik dan berbagai pertemuan yang dilakukan oleh pejabat
terkait pemerintah maupun swasta kedua negara.
2. Tercatat kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu
Rongji ke Indonesia, 7-9 Nopember 2001 dan menghasilkan penandatanganan 5
persetujuan yaitu MoU Kerjasama Pertanian, Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai Pengaturan
Kunjungan Wisatawan RI – RRC, dan Persetujuan Pemberian Hibah sebesar 40 juta
Yuan. Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada bulan Maret 2002 telah
melakukan kunjungan balasan ke RRC dan menandatangani Exchange of Notes
mengenai pembukaan Konsulat Jenderal RI di RRC dan Konsulat Jenderal RRC di
Indonesia, Nota Kesepahaman mengenai bantuan hibah yang berkenaan dengan
kerjasama ekonomi dan teknik, MoU pembentukan Indonesia-Cina Energy Forum
mengenai kerjasama di sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam
Proyek Jembatan, Jalan Tol serta proyek infrastuktur lainnya.
3. Komoditi ekspor utama Indonesia ke Cina mencakup 131 jenis, 5 komoditi
utama adalah minyak bumi, kayu lapis, besi baja batangan, kertas dan kertas
karton, serta pupuk buatan. Sedangkan komoditi impor Indonesia dari Cina
mencakup 262 jenis dengan 5 komoditi utama berupa kapas, jagung, biji-biji buah
yang mengandung lemak, mesin produksi kulit dan tekstil, dan minyak mentah.
4. Neraca perdagangan antara Cina dan Indonesia selama ini selalu surplus bagi
Indonesia, baik untuk mata dagangan migas maupun non-migas, dimana pada tahun
2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Surplus Indonesia pada bulan Januari-November
2003 mencapai nilai US$ 1,29 milyar. Surplus perdaganan non-migas bagi
Indonesia mencapai nilai US$ 2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk
non-migas Indonesia yang masuk pasar Cina tumbuh lebih cepat dibandingkan
dengan produk non-migas Cina yang masuk pasar Indonesia.
5. Dari sudut pandang perdagangan luar negeri Cina, saat ini Indonesia
merupakan negara tujuan ekspor urutan ke-17 dengan nilai US$ 3,59 milyar atau
1,01% dari total ekspor Cina yang mencapai nilai US$ 390,41 milyar, dan negara
asal impor urutan ke 16 dengan nilai US$ 5,24 milyar atau 1,41% dari total
impor Cina yang mencapai nilai US$ 370,76 milyar.
6. Dalam hubungan investasi langsung timbal balik RI-RRC, berdasarkan sumber
RRC terlihat investasi Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2000 nilai aktual investasi Indonesia di RRC sebesar US$ 146,94 juta
dengan 60 proyek, tahun 2001 nilai aktual investasi meningkat menjadi US$
159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual investasi
mencapai US$ 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah.
7. Menurut data BKPM, investasi RRC di Indonesia di luar sektor Migas,
Perbankan, Lembaga Non Bank, Asuransi dan Sewa Guna Usaha dalam tiga tahun
terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000, investasi RRC senilai US$ 153.9
juta dengan 43 proyek, pada tahun 2001, investasi RRC mengalami peningkatan
secara drastis dengan nilai US$ 6,054 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 34
buah. Peningkatan arus investasi RRC di Indonesia ini merupakan wujud nyata
dari kebijakan Pemerintah RRC yang kin mendorong perusahaannya untuk melakukan
investasi ke luar (going-out strategy/go to the world). Namun dalam tahun
berikutnya (2002), investasi RRC menurun, juga secara drastis menjadi SU$ 58,8
juta dengan 41 buah pryek karena kekhawatiran masalah keamanan di Indonesia.
8. Dalam bidang migas, Pemerintah Indonesia telah mendapatkan tender proyek
menyediaan LNG ke Propinsi Fujian dengan nilai tender US$ 8,5 billion pada
tahun 2002. Proyek ini akan mulai beroperasi pada 2006 dan akan menyuplai
gas ke RRC selama 25 tahun.
9. Dalam rangka Kerjasama Teknik Antar Negara Berkembang (KTNB) hingga 2003.
Indonesia telah menawarkan kepada Cina pelatihan bidang telekomunikasi, peran
media dan televisi, perumahan dan irigasi. Sebaliknya Pemerintah Cina juga menawarkan program pelatihan teknologi
kepada pihak Indonesia.
10. Di bidang
pariwisata, kerjasama Indonesia-RRC semakin mengalami kemajuan pesat dengan
ditunjuknya Indonesia sebagai negara tujuan wisata RRC.
11. Kedua negara juga
mengupayakan diadakannya hubungan “sister province” antara kota-kota lain di
Indonesia dengan kota-kota di RRC yang dinilai serupa karakteristiknya yang
bertujuan untuk lebih meningkatkan hubungan kedua negara khususnya pada
propinsi/kota yang tergabung dalam kerjasama dimaksud. Sehubungan dengan hal
tesebut, para pejabat Pemerintah Daerah (PEMDA) ke dua negara saling mengadakan
kunjungan.
Kerja sama ekonomi yang telah dilakukan oleh bangsa
Indonesia, baik yang sifatnya regional maupun internasional, tentunya akan
memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia. Berikut ini dampak dari kerja
sama ekonomi antarnegara.
v Dampak
Positif Kerjasama Ekonomi Internasional terhadap Perekonomian Negara
1.
Meningkatkan Keuangan Negara
Kerja sama ekonomi antarnegara dapat memberikan banyak
manfaat bagi Indonesia, salah satunya di bidang keuangan. Melalui kerja sama
ini Indonesia memperoleh bantuan berupa pinjaman keuangan dengan syarat lunak
yang digunakan untuk pembangunan. Dengan demikian, adanya pinjaman keuangan
otomatis dapat meningkatkan keuangan negara.
2. Membantu
Meningkatkan Daya Saing Ekonomi
Kerja sama ekonomi dapat menciptakan persaingan yang
sehat di antara negara-negara anggota. Persaingan yang sehat ini dapat
dilakukan dengan meningkatkan kemampuan produsen tiap negara dalam menghasilkan
produk-produk yang mampu bersaing dengan negara-negara lain. Keberhasilan
bersaing suatu negara ditingkat regional dan internasional pada gilirannya akan
meningkatkan perekonomian negara yang bersangkutan.
3. Meningkatkan Investasi
Kerja sama ekonomi antarnegara dapat menjadi cara
menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Banyaknya
investor yang mau menginvestasikan modalnya di Indonesia dapat menjadi peluang
bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan Indonesia.
Selain itu, banyaknya investasi dapat juga menambah lapangan kerja baru,
sehingga jumlah pengangguran dapat berkurang.
4. Menambah Devisa Negara
Kerja sama ekonomi antarnegara khususnya di bidang perdagangan
dapat meningkatkan devisa negara. Devisa diperoleh dari kegiatan ekspor barang.
Semakin luas pasar akan semakin banyak devisa yang diperoleh negara, sehingga
dapat memperlancar pembangunan negara.
5. Memperkuat Posisi Perdagangan
Persaingan dagang di tingkat internasional sangat
berat. Hal ini disebabkan adanya berbagai aturan dan hambatan perdagangan di
setiap negara. Untuk itu perlu adanya kerja sama ekonomi. Sehingga dalam kerja
sama tersebut perlu dibuat aturan per-dagangan yang menguntungkan negara-negara
anggotanya. Dengan demikian adanya aturan tersebut dapat memperlancar kegiatan
ekspor dan impor dan menciptakan perdagangan yang saling menguntungkan.
Akibatnya posisi perdagangan dalam negeri semakin kuat.
v Dampak
Negatif Kerjasama Ekonomi Internasional terhadap Perekonomian Negara.
1. Ketergantungan dengan Negara Lain
Banyaknya pinjaman modal dari luar negeri daspat
membuat Indonesia selalu tergantung pada bantuan negara lain. Hal ini akan
menyebabkan Indonesia tidak dapat menggembangkan pembangunan yang lebih baik.
2. Intervensi Asing Terhadap Kebijakan Ekonomi Indonesia
Sikap ketergantungan yang semakin dalam pada negara
lain, dapat menyebabkan negara lain berpeluang melakukan campur tangan pada
kebijakan-kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Jika
kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah mendapat campur tangan negara lain,
hal ini dapat merugikan rakyat.
3. Masuknya Tenaga Asing ke Indonesia
Alih teknologi yang timbul dari kerja sama ekonomi
antarnegara memberi peluang masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Jika hal
ini terjadi tenaga kerja Indonesia menjadi tersingkir dan dampaknya terjadi
banyaknya pengangguran.
4. Mendorong Masyarakat Hidup Konsumtif
Barang-barang impor yang masuk ke Indonesia mendorong
masyarakat untuk mencoba dan memakai produk-produk impor. Hal ini akan
mendorong munculnya pola hidup konsumtif.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Indonesia
dan Cina telah melakukan hubungan diplomatis semenjak tanggal 13 April 1950.
Akan tetapi, hubungan diplomatis bilateral kedua negara tersebut sempat
terhenti pada tahun 1967, setelah merebaknya isu kudeta komunisme di Indonesia.
Pada bulan Desember 1989, atau selang waktu dekade setelah adanya perbaikan
hubungan bilateral diantara Indonesia dan Cina, Indonesia dan Cina sepakat untuk membahas berbagai hal mengenai normalisasi hubungan
bilateral kedua negara.
Sudah sangat
jelas bahwa aspek ekonomi merupakan aspek yang sangat signifikas dalam hubungan
Indonesia dengan negara- negara lain, tak terkecuali dengan negara- negar Asia
Timur yaitu Cina dan Jepang. Dari
Cina, Indonesia dapat mengimpor hasil-hasil industri ringan, tidak hanya
mengimpor tapi Indonesia juga mengekspor bahan-bahan mentah ke Cina.
3.2 Saran
Hubungan diplomasi merupakan suatu hubungan yang terjalin antara dua negara
atau lebih yang memiliki tujuan untuk meningkatkan taraf dan kemajuan negaranya
masing-masing. Oleh kerena itu hubungan diplomasi haruslah dijaga agar hubungan
baik dapat berjalan secara seimbang tanpa merugikan satu sama lain negara yang
bersangkutan sehingga dapat memajukan dan mengembangkan di berbagai aspek dan
bidang .
DAFTAR PUSTAKA
Diamond, Louise and John McDonald, 1996,
Multi-Track Diplomacy: A Systems Approach to Peace, Kumarian Press, 1996.
Barston, R.P., 1997, Modern Diplomacy, Longman,
New York
Berridge, G.R., 2002, Diplomacy, Theory and
Practice, 2nd edition, Palgrave, London.
Djelantik, Sukarwasini, 2008, Diplomasi antara
Teori dan Praktik, Yogjakarta: Graha Ilmu
Eban, Abba, 1993, the New Diplomacy, International
Affairs in the Modern Age, Random House, New York.
Internet
www.indonesiaseoul.org/indonesia/kedutaanbesar/calendarofevent.htm
www.indonesiaseoul.org/indonesia/ekonomidanindustri/ekonomiindustri.htm
www.indonesiaseoul.org/indonesia/pendidikan/pendidikan.htm
www.indonesiaseoul.org/indonesia/konsulardanvisa/konsularvisa.htm
www.indonesiaseoul.org/indonesia/informasi/informasi.htm
www.Indonesian Embassy in Seoul.go.id-KBRI Seoul