MAKALAH HADITS TARBAWI TENTANG UKUWAH ISLAMIYAH
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ukhuwah
(persaudaraan) Islam merupakan salah satu kekuatan yang harus dibangun agar
umat Islam mencapai kemenangan dan menegakkan kedaulatannya. Di atas prinsip
inilah Rasulullah meyempurnakan shaff
barisan kaum muslimin setelah mendasarinya dengan aqidah yang
bersih. Maka menciptakan ukhuwah Islamiyah di dalam tubuh umat ini merupakan
tujuan yang suci.
Pada
hakikatnya ukhuwah Islamiyah merupakan cahaya Robbani (Minhatun Robbaniyyah),
nikmat dari Ilahi (Nikmatun Ilahiyah) [QS 3:103], sekaligus bukti kekuatan
keimanan (Quwwatun Imaniyah) [QS 49:10] bagi orang-orang yang ikhlas (mukhlish)
dan terus-menerus menambah dan memperbaiki imannya.
Berdasar
pada ketiga hal di atas, sebuah hubungan persaudaraan akan membekas sampai ke
hati yang paling dalam. Bahkan akan mewarnai jiwa secara keseluruhan. Itulah
yang disebut celupan persaudaraan (ash-Shibgotul ikhowiyah) yang hanya
dapat dibangun di atas dasar keimanan yang dalam. Sehingga hubungan
persaudaraan dan persahabatan akan terjalin secara benar, jujur, dan ikhlas.
Tanpa keterpaksaan apalagi kesungkanan.
Karena
sangat urgennya hakikat persaudaraan sesama muslim, maka kita sebagai Mahasiswa
apalagi Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam Negeri, harus memahami dan mengerti
hakikat dan sangat urgennya persaudaraan sesama muslim. Maka kami selaku
kelompok VII (tujuh) tertarik untuk menuliskannya kedalam sebuah makalah yang
berjudul “Hakekat Persaudaraan Muslim” sekaligus untuk memenuhi tugas makalah
mata kuliah Hadis Tarbawi.
Semoga
makalah kami yang berjudul “Hakekat persaudaraan Muslim” dapat bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi para mahasiswa pada umumnya sehingga kita sebagai
mahasiswa yang kuliah di Perguruan Tinggi Islam dapat memahami hakikat
persaudaraan muslim dan dapat memberi penerangan kepada masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apa hadis
yang menegaskan kepada kita untuk memelihara persaudaraan sesame muslim dan
bagaimana sumber riwayat dari hadis tersebut ?
2. Apa sebab
dari munculnya hadis tersebut ?
3. Bagaimana
penjelasan secara singkat dari hadis Nabi Muhammad Saw tersebut ?
4. Bagaimana
hakekat persaudaraan sesama muslim ?
5. Apasajakah
hadis-hadis lain yang menerangkan tentang persaudaraan sesama muslim?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Agar kita
mengetahui hadis yang menegaskan kepada kita untuk memelihara persaudaraan
muslim dan sumber riwayatnya.
2. Agar kita
mengetahui sebab munculnya hadis tersebut.
3. Agar kita
mengetahui penjelasan dari hadis Nabi Muhammad Saw tersebut.
4. Agar kita
mengetahui hakekat persaudaraan sesama muslim.
5. Agar kita
mengetahui hadis-hadis lain mengenai persaudaraan sesama muslim.
BAB II
HAKEKAT PERSAUDARAAN MUSLIM
“Diriwayatkan dari suwaid ibn Hanzhalah, ia berkata,
Rasulullah SAW. Bersabda: “Seorang muslim adal ah bersaudara dengan sesame
muslim lainnya.” (HR. Ibnu Majah).
A. Sumber
Riwayat
Adapun sumber riwayat hadis
tersebut yang langsung terlibat dan
mendengar Nabi Saw. Adalah Suwaid ibn Hanzhalah. Dia adalah seorang sahabat
Nabi Saw. Yang tinggal dan menetap di Kufah hingga wafat di sana. Oleh karena
dia putera kelahirah Kufah sehingga di belakang namanya di sebut al-Kufi. Suwaid
al-Kufi ini terlibat langsung dalam peristiwa yang menimpa salah seorang
sahabat sehingga Nabi Saw menyabdakan hadis tersebut di atas.[1][1]
B. Asbab al-Wurud
Adapun latar belakang yang
menyebabkan lahirnya hadis tersebut di atas adalah sebagaimana diriwayatkan
Ibnu Majah dan Ahmad yang bersumber dari Suwaid ibn Hanzhalah, katanya: “Kami
keluar mencari dan ingin menemui Rasulullah Saw. Kami membawa Wail ibn Hujr,
lalu ia diserang oleh musuhnya. Dan tidak seorangpun yangh berani bersumpah
untuk membantu dan membelanya, maka akulah yang bersumpah bahwa bahwa Wail ibn
hujr itu adalah saudaraku, sehingga orang yang menyerangnya itu
meninggalkannya. Kemudian setelah itu, datanglah Rasulullah Saw. Dan aku
menceritakan kronologi itu kepada beliau. Mendengar apa yang saya ceritakan
itu, maka Rasulullah Saw. Bersabda, engkau benar, seorang muslim itu adalah
bersaudara dengan sesame muslim lainnya.”[2][2]
Hadis tersebut, muatan dan pesan
utamanya adalah persaudaraan yang dilihat dari konteks historis sosialnya
disabdakan Nabi Saw. Sebagai respond an tanggapan terhadap sahabat yang membela
dan membantu saudaranya yang dianiyaya
oleh musuhnya atau orang lain. Maksudnya persaudaraan islam itu adalah
hubungan dan interaksi dengan pihak lain yang melahirkan semangat dan sikap
peduli dan solidaritas sosial kemanusiaan.
Dilihat dari penggunaan bahasa Arab,
pengertian dasar kata (akhun)
sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas “Al
Muslimu akhul muslim” artinya adalah “saling
memperhatikan”. Maksudnya, orang yang merasa bersaudara, ia harus saling
memperhatikan antar sesama saudara. Kalau ada orang merasa bersaudara, tapi
tidak saling memperhatikan, malah justru saling bermusuhan, saling bertengkar,
saling menyekiti, ini adalah sikap dan tindakan yang justru menyalahi arti
hakikat persaudaraan. Hakekat persaudaraan dalam islam adalah saling
memperhatikan, dalam artian saling memahami, saling mengerti, saling membantu,
dan membela terhadap sesame sebagaimana ditegaskan dalam hadis Rasulullah Saw.
Diatas yang disabdakan karena adanya sahabat yang membantu dan membela
saudaranya yang diserang atau dianiaya oleh orang lain. Sailng memperhatikan
boleh jadi karena didorong oleh adanya persamaan antar satu dengan yang
lainnya. Kalau kita mempunyai ayah dan ibu yang sama itu berarti bersaudara,
namanya saudara kandung atau seketurunan (QS.
An-Nisa’/4: 23). Kalau sama-sama bangsa Indonesia itu namanya bersaudara,
namanya saudara sebangsa (QS. Al-A’raf/7:
65). Begitu juga sama akidah dan agama, berarti saudara seiman dan seagama
(QS. Al-Hujurat/49: 10). Jadi, sebuah
persaudaraan dalam islam adalah persamaan dan persamaan inilah yang harus
mendorong kita untuk saling memperhatikan, saling mencintai, saling menolong
dan membela antar satu dengan yang lain serta tidak menyakiti dan menganiaya
antar sesame. Termasuk dalam hal jual beli sebagai salah satu bentuk yang
sangat mendasar dalam interaksi sosial dan hubungan persaudaraan harus
transparan, tidak boleh menjual sesuatu barang yang didalamnya ada kecacatan,
sebab hal itu akan merugikan dan menyakiti orang lain. Sebagaimana dinyatakan
dengan tegas dalam hadis lain yang juga diriwayatkan Ibnu Majah bersumber dari
Uqbah ibn Amir, Nabi Saw. Bersabda:
“Seorang muslim adalah bersaudara
dengan sesamanya. Tidak boleh bagi seorang muslim menjual sesuatu yang
didalamnya ada cacat kepada saudaranya kecuali ia menjelaskan kecacatannya.”
(HR Ibnu Majah dari Uqbah ibn Amir).
Demikian pula seluruh bentuk
interaksi yang dapat menganggu dan merusak hubungan persaudaraan adalah
dilarang. Dalam hadis lain diriwayatkan Tirmidzi bersumber dari Abu Hurairah,
Nabi Saw. Menegaskan:
“Seorang muslim adalah bersaudara
terhadap sesamamnya muslim. Tidak boleh menghianatinya, tidak mendustakannya,
tidak meninggalkannya tanpa pertolongan. Setiap muslim terhadap saudaranya
ialah haram (menganggu) harta dan darahnya. Takwa itu disini (sambil menunjuk
lkearah dada beliau), yakni sesuai dengan kemampuan seseorang menahan
kejahatannya terhadap sesame saudaranya.”
Dalam hadis lain yang diriwayatkan
Bukhari bersumber dari Abdullah bin Umar, Nabi Saw. Menegaskan:
“Seorang muslim itu adalah
bersaudara terhadap sesama muslim lainya. Dia tidak menganiaya dan tidak pula
menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya,
Allah akan memenuhi pula kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan seorang
muslim dari kesulitannya, Allah kana melapangkan baginya suatu kesulitan pula
dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya pada hari kiamat. Barangsiapa yang
menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya nanti pada hari kiamat
kelak.” (HR. Bukhari dari Abdullah ibn Umar).
Kalau ada orang menganggap dirinya
berbeda dengan orang lain dan perbedaan itu justru menjadikan atau menganggap
dirinya besar atau membesar-besarkan dirinya itulah yang di sebut takabbur.
Sifat takabbur ini sangat dilarang dalam ajaran islam, karena manusia pada
hakekatnya tidak punya kebesaran, yang punya kebesaran hanya Allah semata.
Demikian juga karena sifat takabbur akan menghancurkan identitas persamaan
sebagai ini dari sebuah persaudaraan, yang pada akhirnya akan dan menghancurkan
hubungan persaudaraan. Lain halnya, kalau perbedaan itu adalah sesuatu sesuatu
yang memang sewajarnya karena hal itu termasuk sunatullah. Perbedaan dalam
konteks ini harus disikapi dengan semangat toleransi. Salah satu cirri dan
upaya menumbuhkan dan melestarikan hubungan persaudaraan adalah dengan sikap
toleransi terhadap perbedaan serta menjadikan perbedaan itu untuk saling
melengkapi dan menutupi kebutuhan dan kekurangan.
Hubungan persaudaraan demikian dalam
Islam lebih ditegaskan dalam al-Qur’an.
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu
adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antar kedua saudaramu.” (QS.
Al-Hujurat 49:10)
Dalam ayat tersebut diperintahkan
terhadap sesama saudara mukmin agar selalu saling berbuat ishlah agar hubungan
persaudaraan terus terjalin dan terbina sehingga tetap utuh dan harmonis serta
damai. Pengertian ishlah ini tidak hanya sekedar dalam arti mendamaikan kedua
belah pihak. Akan tetapi, mengandung arti lebih dari itu. Dalam al-Qur’an kata
ishlah diperlawankan dengan kata fasad yang artinya kerusakan. Kata fasad
(kerusakan) digunakan dalam
berbagai konteks, diantaranya dalam konteks membunuh, merampok, memprovokasi
orang-orang untuk saling bermusuhan dan merusak lingkungan. Kebalikan dari
perbuatan seperti ini adalah ishlah. Ada kaidah yang mengatakan, “larangan
terhadap sesuatu berarti perintah kebalikannya.” Misalnya, larangan
menyekutukan Tuhan (mengesakannya). Demikian juga halnya apa yang dilarang
Allah dengan menggunakan kata “fasad”, maka kebalikannya itulah yang disebut
ishlah yang seharusnya dilakukan terutama dalam kaitannya dengan upaya membina
hubungan persaudaraan. Tidak membunuh, tapi justru slaing menghidupkan, tidak
merampok, tapi justru saling menolong, tidak merusak lingkungan, tapi justru
memperbaiki dan menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif, aman, dan
damai. Paling tidak, menghindari perbuatan-perbuatan yang merusak sebagaimana
disebutkan di atas.
Dengan demikian, pengertian ishlah
adalah lebih kepada perbuatan-perbuatan nyata dan konkrit. Oleh karena itu,
hubungan persaudaraan menurut konteks hadist tersebut di atas harus diikuti
dengan perbuatan yang tidak menzhalimi, tidak mendustakan, tidak menipu, tapi
justru harus saling menutupi kebutuhan dan kesulitan di antara sesame saudara.
Persaudaraan dalam ayat tersebut
juga disebutkan dalam konteks perdamaian dan pembinaan kehidupan bermasyarakat
yang harmonis dan damai serta sejahtera. Prinsip yang sangat mendasar dalam
Islam ini dalam rangka upaya membawa misi Rahmatan
lil ‘Alamin adalah dengan membangun tatanan kehidupan sosial dan
kebersamaan dalam bermasyarakat. Upaya kearah ini adalah dengan membangun dan
memantapkan hubungan persaudaraan sebagai wujud rasa cinta terhadap sesame.
Dalam catatan sejarah, kita mengenal
dan mengetahui bahwa Nabi Saw. Dalam merintis terbentuknya sebuah negara di
Madinah adalah dengan mengawali menciptakan hubungan persaudaraan yang harmonis
dan damai antara komunitas Muhajirin (Penduduk Mekah yang hijrah ke Madinah)
dengan komunitas Anshar (penduduk Madinah). Lahirnya Piagam Madinah yang pada
awalnya disebut sebagai al-kitab
(buku) dan ash-Shahifah (bundelan
kertas), dan dalam konteks modern dikenal sebagai ad-Dustur (konstitusi), atau al-Watsiqah
(dokumen) yang memuat dua bagian. Satu bagian berisi perjanjian damai antara
Nabi Saw dengan komunitas yahudi yang ditandatangani ketika Nabi Saw. Pertama
kali ketika Nabi Saw tiba di Madinah, dan bagian kedua berisi tentang komitmen,
hak-hak dan kewajiban umat Islam, baik Muhajirin maupun Anshar yang ditulis setelah
perang badar yang terjadi pada tahun II H. oleh para ahli sejarah dan penulis
belakangan menyatukan kedua bagian ini menjadi satu dokumen yang ditulis
terdiri dari 47 pasal. Piagam Madinah ini lahir sesungguhnya didasari oleh
semangat persaudaraan. Di atas landasan Piagam madinah inilah sebagai sebuah
konstitusi menjadi acuan dalam kehidupan dan interaksi hubungan antar berbagai
komunitas dalam sebuah Negara Madinah di bawah kepemimpinan nabi Saw. Hal ini
berarti bahwa persaudaraan merupakan dasar dan landasan utama dalam membangun
sebuah tatanan kehidupan komunitas masyarakat yang majemuk dan plural, baik
dalam skala kecil sampai skala yang lebih besar dalam bentuk sebuah bangsa dan
Negara.
Berangkat dari asas persamaan dalam
persaudaraan sebagai mana telah diurraikan diatas, maka hubungan persaudaraan
dalam konsep islam, tidak terbatas hanya dalam sesame umat Islam sendiri
sebagaimana disebutkan dalam hadis diatas (seorang muslim adalah bersaudara
dengan sesama muslim). Dan ini disebut sebagai Ukhuwah fi Din al-Islam (persaudaraan antar sesame muslim). Dan
bukan Ukhuwah Islamiyah, sebab pengertian Ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan
yang dibangun dengan semangat dan sikap yang Islami, walaupun dalam komunitas
non-muslim. Di samping itu, hubungan persaudaraan meliputi juga terhadap sesama
manusia hamba Allah secara umum, apakah sesame muslim atau bukan, apakah sesama
etnis, bangsa, atau bukan. Hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan Abu Daud bersumber dari zaid ibn Arqam, nabi Saw. Bersabda:
“sesungguhnya hamba-hamba Allah itu
semuanya bersaudara.”
Persaudaraan antar sesama manusia
hamba Allah secara umum yang disebutkan dalam hadis tersebut diatas disebut Ukhuwwah insanniyah (persaudaraan antar
sesame manusia). Hadis tersebut lebih menegaskan tentang arti sebuah
persaudaraan, dimana nabi saw menegaskan lebih dahulu bahwa sesame saudara dari
kalangan mana dan siapa pun tidak boleh saling menganggu, membenci, dan
menyakiti, tetapi justru sebaliknya harus saling memperhatikan dengan saling
menolong dan menutupi kebutuhan dan kesulitan.
Persamaan yang merupakan inti dari
sebuah persaudaraan dalam islam menjadi pendorong bangkitnya rasa cinta dan
saling memahami dan menolong antar satu dengan yang lain. Kadar dan kualitas
keimana seseorang dapat di deteksi dan diketahui melalui sampai sejauhmana ia
mampu mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi Saw. Yang diriwayatkan Bukhari,
Tirmidzi, Nasai, Darimi, yang bersumber dari Anas ibn Malik.
“Tidak beriman seorang di antara
kamu sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.
Adapun langkah-langkah konkrit yang
seharusnya dilakukan agar hubungan persaudaraan tetap terbina, lestari dan
harmonis serta damai adalah sebagaimana disebutkan dalam hadis yang
diriwayatkan Ahmad yang bersumber dari Abdullah ibn Umar, nabi saw. Bersabda :
“Seorang muslim adalah bersaudara
dengan sesamanya muslim. Tidak menzaliminya, tidak meninggalkannya tanpa
pertolongan. Beliau bersabda: “Demi zat yang jiwa Muhammad ada dalam
genggamannya, tidak ada dua orang yang saling mengasihi dan menyayangi lalu
dipisahkan keduanya, untuk melakukan enam kebaikan terhadap sudaranya; 1)
mendoakannya dengan membaca yarhamkumullah jika ia bersin diiringi dengan
membaca Alhamdulillah 2) menjenguknya jika ia sakit. 3) menasehatinya. 4)
member ucapan salam jika bertemu dengannya. 5) memenuhi undangannya jika ia
mengundang. 6) mengantarkan jenazahnya, jika ia meninggal. Dan menahan diri
untuk tidak memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga hari.
D. Konsep
Persaudaraan Sesama Muslim
“Sesungguhnya
orang-orang mu’min itu bersaudara kerena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertakwalah kepada Allah SWT supaya kamu mendapat rahmat.”
Semua muslim adalah bersaudara.
Karena itu jika bertengkar mereka harus bersatu kembali dan bersaudara seperti
biasanya. Hal ini diperkuat oleh larangan Rasulullah SAW terhadap
permusuhanantar muslim. Abu Ayyub Al-Anshary meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda
“Tidak seorang muslim memutuskan silaturrahmi dgn saudara muslimnya lbh dari
tiga malam yg masing-masingnya saling membuang muka bila berjumpa. Yang terbaik
diantara mereka adl yg memulai mengucapkan salam kepada yg lain.” .
Persaudaraan yg dimaksudkan adalah
bukan menurut ikatan geneologi tapi menurut ikatan iman dan agama. Hal tersebut
diisyarakat dalam larangan Allah SWT mendoakan orang yg bukan Islam setelah
kematian mereka. Firman Allah SWT “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan
orang-orang yg beriman meminta ampun bagi orang-orang musyrik walaupun
orang-orang musyrik itu adl kerabatnya.”
Ini sama sekali tidak berarti bahwa
seorang muslim diijinkan mengabaikan ikatan keluarganya walaupun dengan kerabat
non muslim. Dasar kebajkan kepada orang tua dan keluarga dapat ditemukan dalam
Al-Qur’an sendiri. Firman Allah SWT “Dan kami wajibkan manusia kebaikan
kepada kedua ibu bapaknya.”
Mengutamakan persaudraan Islam lebih
dari yang lain sama sekali tidak mempengaruhi ikatan darah biarpun dengan
kerabat non-Muslim.[4][4]
Nabi SAW menekankan pentingnya
membangun persaudaraan Islam dalam batasan-batasan praktis dalam bentuk saling
peduli dan tolong menolong. Sebagai contoh Beliau bersabda “Allah SWT
menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya” . Bodoh sekali
seorang muslim yang mengharapkan belas kasih khusus dari Allah SWT jika ia
tidak memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan muslim lainnya. Sebagai
akibatnya persaudaraan kaum muslim tidak saja merupakan aspek teoritis ideologi
Islam tapi telah terbukti dalam praktek aktual pada kaum muslim terdahulu
ketika mereka menyebarkan Islam kepenjuru dunia. Kemanapun orang-orang Arab
muslim pergi apakah itu ke Afrika India atau daerah-daerah terpencil Asia
mereka akan disambut hangat oleh orang-orang yg telah memeluk Islam tanpa
melihat warna kulit ras atau agama lamanya. Tidak ada tempat dalam Islam bagi
pemisahan kelas maupun kasta.Tata cara melaksanakan shalat tidak ada tempat
istimewa dan semua harus berdiri bahu membahu dalam baris-baris lurus. Demikian
pula dalam pemilihan imam tidak didasarkan status sosialnya dalam masyarakat
namun atas kemampuannya dalam menghafal al-Qur’an. Itulah mengapa seorang imam
dapat di tunjuk dari anak yg berusia enam tahun sebagaimana kejadian pada
seorang shahabat muda Salamah. Nabi SAW. mengatakan pada kabilahnya “Jika
waktu shalat tiba slah seorang dari kalian harus mengumandangkan adzan “.
Ketika mereka mencari diantara mereka sendiri mereka tidak menemukan orang yg
tahu tentang Al-Qur’an lbh dari Salamah sehingga mereka menunjuknya sebagai
imam walaupun ia baru berusia enam atau tujuh tahun pada saat itu. .
Pilar ketiga dalam Islam zakat
berupa kewajiban atas orang-orang kaya atau relatif kaya untuk menyerahkan
sebagian dari simpanan tahunan mereka kepada orang-orang miskin merupakan
perwujudan tanggung jawab sosial ekonomi dari persaudaraan itu. Sebab walaupun
kedermawanan amat dianjurkan oleh Islam sebagai mana oleh agama lain tanggung
jawab ini dalam Islam dilembagakan dan dipungut oleh negara untuk menjamin
kelangsungan hidup ekonomi orang-orang miskin. Sebenarnya semua hukum-hukum
ekonomi dalam islam selalu menekankan perlindungan atas hak-hak persaudaraan.
Praktek-praktek ekonomi yang dengan suatu cara menarik keuntungan atau
merugikan anggota-angota masyarakat adalah terlarang keras. Makanya pinjaman
yang diakui dalam Islam adalah pinjaman tanpa bunga sebab pinjaman dengan bunga
pada umumnya mengambil keuntungan yang tidak adil dari orang lain ketika mereka
dalam posisi yang secara ekonomis lemah.
Demikian pula pilar terbesar Islam
haji yang mengandung esensi pilar-pilar lainnya menekankan persaudaraan
orang-orang beriman dalam semua ritus-ritusnya. Pakaian bagi orang-orang
lali-laki yang sedang haji dikenal dengan Ihram terdiri dari dua lembar kain
selembar dipakai seputar pinggang selembar yang lain diselempangkan di atas
bahu. Kesederhanaan pakain ini dikenakan oleh jutaan jamaah haji dari berbagai
penjuru dunia menunjukan hakekat persatuan dan persamaan dalam persaudaraan
Islam. [5][5]
Keaslian prinsip persaudaraan yang
meliputi segala upacara keagamaan dan hukum-hukum dalam Islam telah dan terus
menjadi faktor kunci dalam menarik manusia di seluruh dunia untuk masuk Islam.
Namun patut dicatat bahwa prinsip persaudaraan ini telah ditantang dalam
prakteknya oleh munculnya nasionalisme diantara kaum muslimin. Walaupun Allah
SWT dan Rasul-Nya dengan tegas menentang segala bentuk tribalisme nasionalisme
dan rasisme. Nasionalisme telah ditimbul dikalangan kaum muslim setelah
tumbangnya generasi awal Berabad-abad setelah wafatnya Nabi Saw. nasionalisme
arab Persia dan Turki meruntuhkan umat muslim ketika kepemmpinan terus
berpindah tangan diantara mereka selama masa-masa itu. Bentuk awal nasionalisme
ini kemudian diperberat oleh kolonialisme Eropa yang meninggalkan umat Islam
terpecah belah ke dalam seribu satu kesatuaan-kesatuan nasional yang berskala
kecil dan dangkal. Walaupun ikatan umum Islam tetap berlanjut menyatukan umat
dalam persaudaraan pemerintah mereka masing-masing mengeksploitasi segala
kesempatan yang dapat membangkitkan perasaan-perasaan nasionalisme agar massa
muslim tetap terpecah-pecah sehingga pemerintahan mereka yang pada sebagian
besar kasus anti Islam dapat terus terpelihara.
Kelemahan yang menghantam kehidupan
umat Islam sekarang ini mulai dari runtuhnya khilafah Islamiyah sampai
terpuruknya negeri-negeri Islam sehingga harus menjadi bagian dunia ketiga
merupakan satu indikasi yang paling jelas menurunnya rasa persaudaraan
dikalangan umat Islam itu sendiri. Perpecahan dikalangan umat yang mempunyai kepentingan-kepentingan
golongan ikut meluluh lantahkan pilar-pilar persaudaraan itu. Maka kata kunci
untuk mampu menegakan Islam di seentero jagad ini adalah dengan pererat
persaudaraan diantara sesama umat Islam dan menyingkirkan jauh-jauh rasa
ta’asubiyah dan keyakinan penuh bahwa nasionalisme bukan dari bagian kita.[6][6]
Celupan persaudaraan mencakup dalam dua aspek: Pertama,
sikap atau perilaku yang positif; Kedua, perasaan atau mental yang
positif.[7][7]
1. Sikap atau
perilaku
Beberapa hal yang harus terlihat
sebagai hasil celupan ukhuwah dan keimanan di dalam sikap adalah:
1. Sikap
bersaudara atau menganggap sebagai saudara (Ikhowi).Bersikap lembut (‘Athifah)
2. Mencintai
karena Allah (Mahabbah)
3. Menghormati (Ihtirom)
4. Menaruh
kepercayaan (Tsiqoh)
2. Perasaan
atau mental
Beberapa hal yang harus terlihat
sebagai hasil celupan ukhuwah dan keimanan dalam perasaan (hati) adalah:
1. Rasa atau
keinginan untuk saling menolong (Ta’awun)
2. Mendahulukan
kepentingan saudaranya (I’tsar)
3. Menunjukkan
rasa kasih sayang (Rohmah)
4. Saling
melengkapi kekurangan saudaranya; sinergis (Takaaful)
5. Rasa saling
memaafkan (Ta’afu)
Semua sikap positif di atas merupakan hal yang lazim
dalam keimanan. Artinya persaudaraan (ukhuwah)
sebenarnya merupakan konsekuensi sebuah keimanan. Tidak ada persaudaraan
(sejati) tanpa keimanan, dan tidak ada keimanan tanpa adanya persaudaraan. Jika
kita mendapati suatu persaudaraan yang tidak dilandasi keimanan, maka kita akan
mendapati bahwa persaudaraan itu tidak akan membawa kemaslahatan dan manfaat
yang saling timbal balik. Sekiranya semua hal di atas (sikap dan perasaan)
telah dilaksanakan, maka umat yang beriman akan sangat mudah dipersatukan.
Karena pemersatu yang terbaik harus sampai dapat menyatukan hatinya. Tidak ada
persatuan hati yang sejati kecuali dilandasi di atas kesamaan iman dan aqidah
Persatuan yang dimaksud di sini adalah terjadinya
keterikatan dan keterkaitan hati yang timbal balik diantara saudara. Ikatan
hati seperti itu tidak mungkin terjadi bila yang mendasarinya adalah kekuatan
materi atau kepentingan lainnya. Ikatan hati hanya akan terwujud dengan
kekuatan aqidah dan persaudaraan yang sejati (QS 8:63). Ikatan yang kuat yang
berdiri di atas benarnya aqidah inilah yang akan kekal selamanya sampai ke
akhirat (QS az-Zukhruf: 67).
Persaudaraan (ukhuwah) yang telah dijelaskan di atas
itulah yang hakiki. Persaudaraan, persahabatan dan percintaan yang didasarkan
di atas kesamaan dan kepahaman aqidah keislaman (QS 49:10-13).[8][8]
Menurut Rachmat Safe’I dalam bukunya Al-hadis Aqidah,
Akhlaq, Sosial dan Hukum, Salah satu landasan utama yang mampu menjadikan umat
bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau aqidah. Ini telah
dibuktikan oleh bangsa arab yang sebelum Islam selalu berperang dan bercerai
berai, tetapi setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang
sama (way of life) baik lahir maupun batin, mereka dapat bersatu.[9][9]
Akan tetapi, persamaan akidah yang dimaksud disini
adalah dalam arti sebenarnya, lahir batin bukan hanya label atau pengakuan
saja. Jika tidak demikian, persamaan akidah tidak mungkin mampu mempersatukan
dan mengembalikan kejayaan kembali umat Islam seperti pada masa pendahulu
Islam.
Menurut M Quraisy Shihab, berdasarkan ayat-ayat yang
ada dalam A-Qur’an, setidaknya ada empat macam bentuk persaudaraan :[10][10]
1. Ukhuwah
‘ubudiyyah, atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
2. Ukhuwah
Insaniyyah atau (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara
karena berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah juga menekankan hal ini
menalui sebuah hadis :
“Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (HR.
Bukhari dari Abu Hurairah)
3. Ukhuwah
Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fi
ad-din al-Islam persaudaraan antar sesame muslim
E. Hadis-Hadis Lain Mengenai Persaudaraan Sesama Muslim
1. Seorang
mukmin terhadap mukmin lainnya seumpama bangunan saling mengokohkan satu dengan
yang lain. (Kemudian Rasulullah Saw merapatkan jari-jari tangan beliau).
(Mutafaq ‘alaih)
2. Kaum
muslimin ibarat satu tangan terhadap orang-orang yang di luar mereka. (HR.
Asysyihaab)
3. Allah Selalu
menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim). (HR.
Ahmad)
4. Anas r.a.
berkata bahwa Nabi Saw bersabda, “Tidaklah termasuk beriman diantara kamu
sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)
5. Abdullah bin
Umar berkata Saw telah bersabda “Seorang muslim adalah orang yang menyebabkan
orang-orang Islam (orang lain) selamat dari lisan dan tangannya dan orang-orang
yang hijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang telah dilarang Allah SWT.”
BAB III
SIMPULAN DAN
SARAN
A. Simpulan
Hakekat persaudaraan dalam islam
adalah saling memperhatikan, dalam artian saling memahami, saling mengerti,
saling membantu, dan membela terhadap sesama sebagaimana ditegaskan dalam hadis
Rasulullah Saw. Diatas yang disabdakan karena adanya sahabat yang membantu dan
membela saudaranya yang diserang atau dianiaya oleh orang lain.
Dalam merintis terbentuknya sebuah
negara di Madinah adalah dengan mengawali menciptakan hubungan persaudaraan
yang harmonis dan damai antara komunitas Muhajirin (Penduduk Mekah yang hijrah
ke Madinah) dengan komunitas Anshar (penduduk Madinah). Lahirnya Piagam Madinah
yang pada awalnya disebut sebagai al-kitab
(buku) dan ash-Shahifah (bundelan
kertas), dan dalam konteks modern dikenal sebagai ad-Dustur (konstitusi), atau al-Watsiqah
(dokumen) yang memuat dua bagian.
Celupan persaudaraan mencakup dalam
dua aspek: Pertama, sikap atau perilaku yang positif; Kedua,
perasaan atau mental yang positif.
B. Saran
Berdasarkan Uraian latar belakang
dan pembahasan diatas, maka dari itu, penulis menyarankan kepada :
1. Masyarakat,
kita harus bisa saling membina hubungan persaudaraan antar sesama muslim maupun
non-muslim agar kita dapat hidup tentram secara berdampingan di dunia yang
sementara ini.
2. Para
Pembaca, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, walaupun masih
banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
perbaikan dan kesempurnaan penyusunan makalah yang selanjutnya. Atas saran dan
kritiknya yang membangun, penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Sayadi,
Wajidi, 2011, Hadis Tarbawi Pesan-Pesan
Nabi SAW Tentang Pendidikan. Jakarta: Pustaka Firdaus
Syafe’i,
Rachmat, 2003, Al-Hadis Aqidah, Akhlaq,
Sosial, dan Hukum, Bandung: CV. Pustaka Setia
Faiz Almath,
Muhammad, 1995, 1100 Hadits Terpilih
Sinar Ajaran Muhammad, Jakarta: Gema Insani Press
http://www.hidayatullah.com Diakses
pada tanggal 1 Desember 2011 Pukul 19.00 WIB
http://www.blog.re.org.id/ Diakses
pada tanggal 1 Desember 2011 Pukul 19.30 WIB