MAKALAH BERIMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama islam dikenal empat buah kitab yang wajib kita percaya serta
kita imani. Jumlah kitab suci sebenarnya tidak dijelaskan dalam Al-quran juga
dalam Hadits. Selain dari kitab Allah yang dturunkan melalui rasul melalui
malakiat Jibril, kita juga bisa berpedoman pada Hadits nabi Muhammad SAW dan
sahifah-sahifa/ suhuf/ lembaran firman Allah SWT yang diturunkan pada nabi
Adam, Ibrahim, dan Musa AS.
Percaya kepada kitab-kitab Allah SWT hukumnya adalah wajib ‘ain atau wajib
bagi seluruh warga muslim di seluruh dunia. Dilihat dari pengertian atau arti
defenisi, kitab Allah SWT adalah kitab suci yang merupakan wahyu yang
diturunkan oleh Allah SWT melalui rasul-rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup
umat manusia sepanjang masa. Orang yang mengingkari serta tidak percaya
kepada Al-quran disebut orang-orang murtad.
Daftar kitab-kitab Allah SWT beserta Rasul penerima wahyunya
1. Kitab Taurat diturunkan
kepada nabi Musa AS
2. Kitab Zabur diturunkan
kepada nabi Daud AS berbahasa Qibty
3. Kitab Injil diturunkan
kepada nabi Isa AS berbahasa Suryani
4. Kitab Al-Quran
kepada nabi Muhammad SAW berbahasa arab
Kitab suci injil yang saat ini dijadikan kitab suci oleh kaum nasrani /
Kristen katolik dan protestan sangat berbeda dengan injil yang diwahyukan
kepada nabi Isa AS semasa hidupnya untuk kaumnya. Oleh sebab itu datang
Al-Quran untuk menjadi penyempurna seluruh kitab suci yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian iman kepada
kitab-kitab Allah
2. Kitab-kitab Allah
sebelum Al-Quran
3. Al-Quran sebagai kitab
Allah yang terakhir
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah aik
III, tetapi juga untuk memberikan pengetahuan mengenai iman kepada
kitab-kitab Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
KITAB-KITAB ALLAH
A. Pengertian Kitab-Kitab Allah
Secara etimologi kata kitab adalah bentuk masdar dari kata ka-ta-ba yang
berarti menulis. Setelah jadi masdar berarti tulisan. Bentuk jama’ dari kata
kitab adalah kutub. Dalam bahasa Indonesia, kitab berarti buku.
Secara terminologis yang dimaksud dengan kitab (Al-kitab, kitab Allah,
Al-kutub kitab-kitab Allah)adlah kitan suci yang diturunkan oleh Allah swt
kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Jadi, Beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu kepercayaan yang pasti
bahwasanya allah Swt, memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya
untuk disampaikan kepada para hamba-Nya dan bahwa kitab-kitab tersebut terdapat
kebenaran, cahaya dan petunjuk bagi manusia, baik di dunia maupun di
akhirat.
Kata Al-kitab di dalam
Al-Quran dipakai untuk beberapa pengertian:
1. Menunjukkan semua kitab
suci yang telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul:
“Bukanlah menghadapkan
wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebijakan, akan tetapi sesungguhnya
kebijakan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat,
Al-kitab, dab Nabi-Nabi.”(Al-baqarah 2:177).
2. Menunjukkan semua kitab
suci yang diturunkan sebelum Al-Quran:
”Berkatalah orang –orang
kafir:”Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul.”Katakanlah:”Cukuplah Allah
menjadi saksi antara aku dan kamu dan antara orang-orang yang mempunyai ilmu
tentang Al-kitab.”(Ar-Ra’d 13:43).
3. Menunjukkan kitab suci
tertentu sebelim Al-Quran; misalnya Taurat:
”Dan sesungguhnya kami
telah mendatangkanAl-kitab (taurat)”kepada Nabi adam.”(Al-baqarah 2:87)
4. Menunjukkan kitab suci
Al-Quran secara khusus:
”Al-kitab ini tidak aa
keraguan padanya;pentunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Al-Baqarah 2:2)
Disamping Al-kitab,
untuk menunjukkan kitab kitab suci yang diturunkan Allah swt kepaa para Nabi
dan Rasul .Al-quran juga memakaikan istilah lain yaitu
1. Shuhuf, bentuk jama’
dari shahifah yang berarti lembaran. Dipakai untuk menunujukkan kitab –kita
suci sebelum Al-Quran, khususnya yang dirurunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi
Musa AS, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah Al-A’la ayat 18:19:
”Sesungguhnya ini
benar-benar terdapat dalam shuhuf yang dahulu. Yaitu shuhuf Ibrahim dan
Musa.”(Al-A’la 87:18:-19)
2. Zubur, bentuk jama’ dari
Zabur yang berarti buku. Dipakai untuk menunjukkan kitab-kitab suci yang
diturunkan Allah sebelum Al-Quran, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali
Imran Ayat 184:
”Jika mereka mendustakan
kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan pula,
mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, zubur dan kitab yang member
penjelasan yang sempurna.”(Ali Imran 3:184)
3. Zabur, bentuk mufrad
dari Zubur, dipakai khusus untuk menunjukkan kitab suci yang diturunkan Allah
kepada Nabi Daud AS, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah An-Nisa 163:
”Dan kami berikan
Zabur kepada Daud.”(An-Nisa 4:163)
Beriman kepada
kitab-kitab Allah termasuk salah satu rukun iman, sebagaimana firman
Allah Swt . dalam surah An-Nisaa’ ayat 136:
“Wahai orang-orang yang
beriman , tetaplah beriman kepada kitab-kitab Allah dan Rasulnya sallallahu
‘alaihi wa sallam , kepada kitabNya yang diturunkan kepada RasulNya yakni
Al-Quran, sebagaimana Allah juga memerintahkan agar kita beriman kepada
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya.”
B. Kitab-Kitab Allah Sebagai Wahyu
Karena kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt kepada para Nabi an
Rasul-Nya itu adalah kumpulan dari wahyu-wahyu-Nya, maka ada baiknya kita
juga membahas terlebih dahulu apa pengertian wahyu dan bagaimana Allah
menurunkannya.
Kata wahyu secara etimologis adalah bentuk Masdar dari kata auha. Dalam
bentuk masdar tersebut dia mempunyai dua arti, pertama al-khafa’
(tersembunyi, rahasia) dan kedua AS-sur’ah (cepat). Dinamai demikian
Karena wahyu itu adalah semacam informasi yang rahasia, cepat, khusus diketahui
oleh pihak-pihak yang dituju saja.
Secara terminologis. Wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para
Nabi dan Rasul-Nya. Disamping itu, Al-Quran menggunakan kata wahyu untuk
beberapa pengertian lain, di antaranya:
1. Ilham Fitri yang
diberikan kepada manusia, seperti ilham yang diberilkan Allah swt kepada Ibu
Musa untuk menyususkan bayinya:
“Dan kami wahyukan
(ilhamkan) kepada Ibu Musa:susukanlah dia.” (Al-Qashash 28:7)
2. Instink yang diberikan kepada hewan-hewan, seperti instink
yang diberikan Allah swt kepada lebah:
“Dan tuhan mewahyukan
(memberikan instink) kepad lebah: “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu dan di tempat yang dibikin manusia.” (An-nahl 16:68)
3. Isyarat yang cepat
dengan cara member tanda dan kode-kode tertentu, seperti yang diberikan oleh
Nabi Zakaria kepada kaumnya untuk bertasbih:
“Maka ia keluar dari
Mihrab, menuju kaumnya, lalu ia mewahyukan (member isyarat) kepada mereka,
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam 19:11).
4. Bisikan syaitan kepada
manusia untuk menggoda dan menipunya:
“Dan demikianlah Kami
jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia
dan jin, sebagian mereka mewahyukan (membisikkan ) kepada sebagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am 6: 112).
5. Perintah Allah SWT
kepada para Malaikat-Nya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu
mewahyukan (memerintahkan) kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama
kamu, maka teguhkanlah hati orang-orang yang beriman……” (Al-Anfal 8: 12).
Wahyu dalam pengertian Kalam Allah itu diturunkan oleh Allah SWT kepada
para nabi dan Rasul-Nya melalui tiga cara:
1. Melalui mimpi yang benar
(Ar-ru’ya As-Shadiqah fil manam) misalnya wahyu yang diterima oleh Nabi
Ibrahim ‘Alaihi As-Salam dalam mimpi
untuk mengurbankan putranya Isma’il AS, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah
SWT dalam surat As-Shaffat ayat 100-102 :
“(Ibrahim berdoa) Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk (kelompok)
orang-orang yang shaleh. Maka kami beri dya kabar gembira dengan seorang anak
yang sabar. Maka tatkala anak itu sampai (kepada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu.” Ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”(As-Shaffat 37:
100-102).
2. Kalam Ilahi dari balik
tabir (Min wara’ Al-hijab), seperti
perintah shalat fardhu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW waktu peristiwa
Isra’ Mi’raj, atau wahyu yang diterima oleh Nabi Musa AS di bukit Tursina,
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Surat Thaha ayat 9-13:
“Apakah telah sampai
kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api lalu berkatalah kepada keluarganya:
“Tinggallah kamu disini, sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat
membawasedikit daripadanya atau akan mendapat petunjuk di tempat api itu”. Maka
ketika ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil (Tuhan): “Hai Musa,
sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terumpahmu;
sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu
(sebagai Rasul), maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).” (Thaha
20: 9-13).
3. Melalui Malaikat Jibril ‘Alaihi As-Salam, seperti wahyu yang
diterima oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya
Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun
oleh Ar-Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar menjadi
salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas.” (As-Syu’ara 26: 192-195).
Penurunan wahyu melalui malaikat Jibril ini berlangsung dalam dua cara,
pertama: JIbril datang membawa wahyu seperti bunyi gemerincing lonceng
(Shalshalah Al-Jaras) yang amat keras, atau kedua: Jibril datang membawa wahyu
dengan memperlihatkan dirinya sebagai seorang lelaki (lihat pembahasan tentang
malaikat).
Demikianlah pengertian wahyu dan cara turunnya kepada para Nabi dan Rasul.
C. KITAB-KITAB ALLAH SEBELUM AL-QUR’AN
Sebelum Kitab Suci Al-Qur’an Allah SWT telah menurunkan beberapa Kitab Suci
kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Yang disebutkan dalam Al-Qur’an ada 5 (lima);
tiga dalam bentuk Kitab yaitu Taurat,
Zabur, dan Injil, dan dua dalam
bentuk shuhuf yaitu Shuhuf Ibrahim dan Musa. Kelima kitab suci tersebut antaralain disebutkan dalam
ayat-ayat berikut ini:
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya….”
(Al-Maidah 5: 44).
“Dan
sesungguhnya kami telah memberikan Al-kitab (Taurat) kepada Musa dan kami telah
menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wasir (pembantu).”(Al-furqan
25:35)
“…Dan
kami berikan Zabur kepada Dawud.”(Al-isra’ 17:55).
“Kemudian
kami iringkan di belakang mereka Rasul-Rasul kami dan iringkan pula Isa Putra
Maryam; dan kami berikan kepadanya Injil.” (Al-HadiD 57-27).
“Sesungguhnya
ini benar-benar terdpat dalam shuhuf yang dahulu. Yaitu shuhuf Ibrahim dan
Musa.” (Al-A’la 87:18-19).
Itulah lima kitab suci yang disebutkan oleh Allah swt nama dan kepada siapa
yang diturunkan. Sedangkan kitab suci lainnya yang ditirunkan kepada para Nabi
dan Rasul lainnya tidak disebutkan oleh Allah nama-namanya secara terperinci,
tapi secara global dijelaskan bahwa Allah swt mengutus para Nabi dan Rasul dan
menurunkan bersama mereka kitab suci. Hal ini dinyatakan oleh Allah swt dalam
surah Al-Baqarah ayat 213:
“Manusia itu
adalah umat yang satu, maka (setelah timbul peselisihan) Allah mengutus para
Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan
bersama mereka kitab suci dengan benar, untuk member keputusan diantara manusia
tentang perselisihan yang mereka perselisihkan.” (Al-Baqarah 2:213).
Untuk kitab-kitab suci yang tidak disebutkan namanya tersebut kitab cukup
mengimaninya secara global (Ijmal) bahwa Allah swt Allah telah menurunkan
kitab-kitab suci kepada paraNabi dan Rasul. Atau dengan kata lain kita
mengimani semua kitab suci yang diturunkan Allah swt kepada para nabi dan Rasul,
baik yang disebutkan namanya maupun yang tidak.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum ktab suci Al-Quran tidaklah
bersifat universal seperti Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat
tertentu. Dan juga tidak berlaku sepanjang masa. Oleh karena Allah swt tidak
memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan kitab-kitab tesebut
sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberi jaminan tehadap Al-Quran.
Dari segi isi, untuk hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta
tentang alam semesta, semua kitab suci tersebut memuat hal yang sama dengan
Al-Quran. Tidak akan ada perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali
perbedaan redaksional), baik antar sesama kitab-kitab suci maupun dengan
kitab-kitab suci Al-quran. Misalnya, tentang tauhid, semua mengajarkan tentang
ke –Esaan Allah swt, bahwa dia adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disemba.
Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami
telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat, (untuk menyerukan): “sembahlah Allah
saja, dam jauhilah thaghut. “ (an –nahl 16:36)
“Dan kami tidak
mengutus seorang razul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya:”
bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku,maka sembahlah olehmu sekalian akan
aku.” (Al-Anbiya 21:25).
Ajaran tentang Uzair anak Allah dalam taurat,dan Isa putra Allah serta
ajaran tentang trinitas dalam injil bukanlah berasal dari wahyu Allah Swt.
Semua itu berasal dari pemalsuan dan penambahan orang-orang Yahudi dan
Nashrani. Tentang hal ini allah menjelaskan :
“Orang-orang yahudi
berkata:”uzair itu putra allah.”dan orang-orang nasrani berkata:al-masih itu
putra allah.:demikian itulah ucapan mereka denan mulut mereka meniru perkataan
orang kfir terdahulu.dilaknati allah-lah mereka:bagaimana mereka sampai
berpaling?”(At-Taubat 9:30)
“Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari tiga
(Trinitas)”. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka
tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang kafir di
antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”
(Al-Maidah 5: 73).
Adapun mengenai Syari’at dan Hukum serta hal-hal yang praktis lainnya, akan
ada perbedaan antara satu kitab dengan kitab yang lain sesuai dengan
perkembangan zaman dan keadaan umat tertentu. Tentang hal ini Allah
menjelaskan:
“…..Untuk tiap-tiap umat
di antara kamu, kami berika syari’at dan minhaj (aturan) sendiri.” (Al-Maidah
5: 48).
Dari semua Kitab-Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum
Al-Qur’an sebagaimana yang sudah diterangkan di atas tidak satu pun lagi yang
sampai kepada kita secara utuh sebagaimana diturunkan terdahulu. Bahkan menurut
Dokter Muhammad Na’im Yasin, tidak ada satu Kitab Suci pun yang berhak
disebut Kitab Allah sekarang ini selain dari Kitab Suci Al-Qur’an. Yasin
mengemukakan beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut (Yasin, 1983,
hal. 85-87). Alasan Yasin setelah penulis lengkapi dengan sumber lain adalah
sebagai berikut:
1. Tidak ada satu pun
naskah asli dari semua Kitab Suci yang turun sebelum Al-Qur’an terpelihara
sampai sekarang. Semuanya telah hilang. Yang ada hanyalah naskah terjemahan
dalam berbagai bahasa. Bahkan terjemahan yang ada pun sudah merupakan hasil
terjemahan dari terjemahan. Manuskrip Perjanjian
Lama (Perjanjian Lama terdiri dari Taurat Musa dan Zabur Daud serta ajaran
Rasul-Rasul lainnya yang kesemuanya itu meliputi lebih kurang tiga perempat Al-Kitab atau Bibel) yang tertua bukanlah tertulis dalam bahasa Ibriyah (bahasa Nabi Musa), akan tetapi
dalam bahasa Aramiyah dan bahasa Gryk serta bahasa latin kuno yang tidak
lagi digunakan dewasa ini. Begitu juga Manuskrip Perjanjian Baru (Perjanjian Baru terdiri dari Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan
Kisah Rasul-Rasul serta kumpulan
surat-surat) yang lengkap hanyalah dipakai dalam bahasa Gryk, bukanlah dalam bahasa Aramiyah,
bahasa teks asli Injil. Antara terjemahan ke terjemahan berikutnya terjadilah
perubahan dan pergeseran makna di sana-sini. Begitulah seterusnya sampai dewasa
ini.
2. Kitab-Kitab Suci
tersebut sudah bercampur dengan ucapan manusia, baik berupa tafsir, sejarah
hidup para nabi dan murid-murid mereka, kesimpulan para ahli hukum, maupun
dengan hal-hal lainnya. Tidak lagi bisa dibedakan mana yang Kalam Allah dan
mana yang karya manusia.
3. Tidak ada satu pun dari
Kitab-Kitab Suci tersebut yang secara sah dapat dinisbahkan kepada Rasul yang
membawa masing-masing kitab tersebut, dan tidak pula mempunyai sanad sejarah
yang dipercaya. Kitab Perjanjian Lama dibukukan beberapa abad setelah nabi Musa
meninggal dunia. Begitu juga dengan Kitab Perjanjian Baru ditulis lebih satu
abad setelah Nabi Isa diangkat oleh Allah SWT.
4. Terdapat pertentangan
antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara satu kitab dengan kitab yang
lain. Oleh sebab itu, dari lebih kurang tujuh puluh naskah Injil yang ditulis
oleh tujuh puluh penulis pula, Gereja memilih empat saja, yang ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Bahkan antara Injil yang empat
ini pun terjadi pertentangan satu sama lain dalam beberapa bagian, misalnya
tentang asal keturunan Al-Masih: Matius 1: 6 menyebutkan bahwa Yusuf An-Najjar adalah anak Ya’kub, sedangkan Lukas 3: 23 menyebut
anak Hali. Matius 1: 7 menyebutkan Yusuf An-Najjar adalah keturunan Sulaiman bin Daud, sedangkan menurut
Lukas 3: 31 adalah keturunan Nasan bin
Daud.
5. Terdapat beberapa
pelajaran yang batil tentang Allah SWT dan beberapa Rasul-Nya. Selain keyakinan
Uzair anak Allah dan Trinitas, kita akan menemukan beberapa kisah tentang Allah
dan Rasul-Nya yang tidak benar dan sama sekali tidak bisa diterima oleh akal
sehat. Misalnya tentang pergulatanyang pernah terjadi antara Allah dan Nabi
Ya’kub yang dimenangkan oleh Ya’kub sehingga Allah memberkatinya. (Kejadian 32:
24-30) atau tentang Allah menyesal dan bertobat setelah menetapkan suatu
keputusan yang menimbulkan akibat yang tidak diduga sebelumnya seperti halnya
penyesalan penetapan Saul menjadi
Raja atas Bani Israel (I. Samuel 15: 10,35). (Yasin, 1983, hal. 85-87 dan
Isma’il, 1990, hal. 17-23).
D. AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB ALLAH YANG TERAKHIR
Kitab Suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT adalah Al-Quran Al-Karim
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang waktu lebih kurang 23
tahun meliputi periode Mekkah dan Madinah.
Secara etimologis Qur’an artinya bacaan atau yang dibaca. Berasal dai kata qa-ra-a yang berarti membaca. Secara
terminologis Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Di samping Al-Qur’an, kitab suci terakhir ini juga dinamai dengan
nama-nama lain seperti Al-Kitab
(Al-Baqarah 2: 2), Al-Furqan (Al-Furqan
25: 1), Az-Zikru (Al-Hijr 15: 9),
Al-Mau’izhah (Yunus 10: 57), Al-Huda (Al-Jin
72: 13), As-Syifa’ (Yunus 10: 57) dan
lain-lain.
Keutuhan dan Keaslian Al-Qur’an
Berbeda dengan Kitab-Kitab Suci sebelumnya, Al-Qur’an terjamin keutuhan dan
keasliannya. Hal itu bisa terjadi pertama dan utama sekali karena adanya
jaminan dari Allah SWT:
”Sesungguhnya Akulah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Qur’an) dan sesungguhnya
kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr 15: 9)
Kemudian yang kedua
karena adanya usaha-usaha yang manusiawi dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW
oleh para sahabat di bawah bimbingan Rasulullah SAW dan oleh generasi
berikutnya dan oleh setiap generasi kemudian. Usaha-usaha ini dapat kita lihat
antara lain dalam nuktah-nuktah
berikut ini:
1. Rasulullah saw
Sebagai seorang yang
ummi berusaha menghafalkan Al-Quran yang diturunkan Allah swt lewat malaikat
Jibril AS. Bahkan belum lagi wahyu selesai disampaikan Jibril beliau segera
menggerakkan kedua bibirnya untuk menghafal. Hal ini ditegur oleh Allah swt
seraya memberikan jaminan bahwa tanpa usaha, Allah akan membuat Nabi Muhammad
saw bisa membaca, hafal dan mengerti maksudnya. Allah berfirman:
“Janganlah kamu
menggerakkan lidahmu untuk membaca Al-Quran karena hendak cepat-cepat
menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kami lah mengunpulkan didadamu dan
membuatmu pandai membaca. Apabila kami telah selesai membaca-Nya, maka ikutilah
bacaan itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.”
(Al-Qiyamah 75:16-19).
Rasulullah saw selalu mempergunakan sebagian besar malamnya untuk
taqarub, mendekatkan diri kehadirat Allah. Melakukan shalat dan membaca
Al-Quran dengan tartil . kemudian seperti yang diceritakan oleh Siti Aisyah RA
bahwa Jibril AS selalu mengunjungi Rasul pada setiap tahun untuk
menyaksikan Rasul dalam bertadarrus dan menghafal Al-Quran. Berkat perhatian
dan upaya sungguh-sungguh, dan atas bimbingan Jibril AS serta terutama jaminan
Allah swt, sehingga Rasulullah benar-benar menguasai Al-Quran dengan sempurna.
Tiada seorang pun yang mengungguli Rasul dalam penguasaan Al-Quran, yang
menjadi titik tumpuan umat Islam dalam masalah yang mereka perlukan (miftah
faridh, 1989, hal 137-138)
2. Setiap Rasulullah Saw
selesai menerima ayat-ayat yang diwahyukan, beliau membacakannya kepada para
sahabat dan memerintahkan kepada mereka untuk menghafal dan kepada
sahabat-sahabat tertentu diperintahkan oleh Rasul saw untuk menuliskannya
disarana-sarana yang memungkinkan waktu seperti di pelepah-pelepah kurma, di
tulang-tulang binatang, di batu-batu dan kulit-kulit binatang serta sarana
lainnya. Begitulah dengan sungguh-sungguh dan penuh kecintaan para sahabat
berusaha menghafal dan benar-benar menguasai Al-Quran.
3. Pada masa Abu Bakar
As-shiddiq, atas atas anjuran Umar binKhatab, Al-Quran
dikumpul dalam sa`tu mushaf oleh panitia tunggal
yaitu Zaid bin Tsabit dengan berpedoman kepada hafalan dan tulisan para
sahabat. Ayat demi ayat disusun sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw
sebelumnya, tapi surat demi surat belum lagi diurutkan sesuai dengan petunjuk
Rasulullah saw.
4. Pada masa Utsman bin
Affan pembukaan Al-Quran disempurnakan dengan menyusun surat demi surat sesuai
dengan ketentuan Rasulullah saw dan menuliskannya dalam satu system penulisan
yang bisa menampung semua qiraat yang benar. System penulisan itu dikenal
dengan Ar-Rasmu Al-Usmani. Mushaf yang dikenal dengan mushaf Usman disalin
beberapa naskah dan dikirim ke pusat-pusat pemerintahan umat Islam waktu itu
untuk dijadikan pedoman dan standar penulisan. Tugas pembukuan yang
disempurnakan ini dilaksanakan oleh satu tim yang diketahui oleh Zaid bin
Tsabit, dengan anggota Abdullah bin Zubair, sa’id bin ash dan Abdur Rahman bin
Haris bin Hisyam.
5. Pada masa-masa
berikutnya para Ulama selalu berusaha menyempunakan penulisan dan pemeliharaan
AL-Qur’an sehingga lahirlah beberapa ilmu pengetahuan yang mendukung pemeliharaan
keaslian dan keutuhan AL-qur’an, seperti ilmu tajwid untuk qaidah-qaidah
qira’ah ilmu Nahwu sharaf dari segi tata bahasa , ilmu khath dari segi
penulisan , Ulumul Qur’an dan ilmu Tafsir dari segi metodologi pemahaman, dan
ilmu-ilmu lainnya.
Al-Quran dijamin oleh
Allah swt keutuhannya sampai akhir zaman karena memang Al-Qran bersiifat
universal , berlaku untuk seluruh manusia di mana dan kapan saja. Berbeda
dengan kitab-kitab Allah sebelum yang bersifat local untuk umat tertentu.
Fungsi Al-Quran terhadap Kitab-Kitab Allah Sebelumnya
Dalam hubungannya dengan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelumnya,
maka Al-Quran berfungsi sebagai:
1. Nasikh, baik lafazt
maupun hukum, terhadap kitab-kitab sebelumnya. Artinya semua kitab suci
terdahulu dinyatakan tidak lagi berlaku. Satu-satunya yang wajib diikuti
dan dilaksanakan petunjuknya hanyalah Al-Quran. Hal disebabkan dua hal
:pertama, karena kitab-kitab suci terdahulu itu tidak ada lagi yang utuh dan
asli seperti waktu baru di turunkan;kedua, karena kitab-kitab tersebut berlaku
untuk umat dan masa tertentu saja. Dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa
Al-Quran adalah nasikh tehadap kitab-kitab suci sebelum adalah perintah
Allah swt terhadap Nabi Muhammad saw untuk memberlakukan seuruh Al-Quran terhadap
umat manusia termasuk para ahlul kitab.
2. Muhaimin atau batu ujian
terhadap kebenaran kitab-kitab yang sebelumnya. Artinya Al-Quran lah yang jadi
korektor terhadap perubahan yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya. Dengan
demikan Al-Quranlah satu-satunya yang dijadikan pegangan. Apa yang dibenarkan
dan ditetapkan oleh Al-Quran itu lah yang benar dan harus diikuti. Dan jika
terdapat perbedaan / pertentangan antara Al-Quran dengan isi
kitab-kitabsebelumnya maka Al-Quran lah yang benar dan harus diikuti.
3. Mushaddiq, mengutakan
kebenaran-kebenaran pad kitab-kitab Allah sebelumnya, seperti Taurat dan Injil
yang membawakan petunjuk Allah dan cahaya kebenaran.
Keistimewaan Al-Quran
Sebagai kitab Allah yang terakhir Al-Quran mempunyai beberapa keistimewaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Berlaku umum untuk
seluruh umat manusi di manapun dan kapan mereka berada sampai akhir zaman
nanti.
2. Ajaran Al-Quran mencakup
seluruh aspek kehidupan umat manusia .
3. Mendapat jaminan pemeliharaan
dari Allah swt dari segala bentuk penambahan, penguranga dan pemalsuan.
4. Allah swt menjadikan
Al-Quran mudah untuk dipaham, dihafal dan diamalkan.
5. Al-Quran berfungsi
sebagai nasikh, muhaimin dan mushaddiq tehadap kitab-kitab suci sebelumnya.
6. Al-Quran berfungsi
sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.
E. Perbedaan Iman Kepada Al-Quran dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Lainnya
Seorang muslim wajib mengimani semua kitab – kitab suci yang telah
diturunkan oleh Allah swt kepada para nabi dan Rasul-nya, baik yang disebutkan
nama dan kepada siapa diturnkan maupun yang tidak disebutkan. Allah berfirman :
“Wahai orang
–orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada kitab
yang Allah turunkan kepada Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat – malaikat-nya, kitab
– kitab-nya, Rasul – rasul-nya dan hari kemudian, maka sesunggunya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya.”(An-NIsa’4:136)
Akan tetapi tentu ada perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada
Al-Qur’an dan iman kepada suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci sebelumnya
seorang muslim hanyalah mempunyai kewajiban mengimani keberadaan dan
kebenarannya tanpa kewajiban mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan
kandungnya karena kitab – kitab suci tersebut berlaku untuk umat masa tertentu
yang telah berakhir dengan kedatangan kitab suci yang terakhir Al-qur’an. Jika
ada hal – hal yang sama yang masih berlaku dan diamalkan, itu hanyalah semata-
mata karena di perintahkan oleh Al-qur’an bukan karena ada pada kitab suci
sebelumnya. Sedangkan iman kepada Al-qur’an membawa konsekuensi yang lebih luas
seperti mempelajarinya mengamalkan dan mendakwahkannya serta membelanya dari
serangan musuh – musuh islam.
Untuk lebih jelasnya kewajiban seorang muslim terhadap Al-qur’an sebagai
berikut:
1. Mengimani bahwa
Al-qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang berfungsi sebagai Nasikh,
Muhaimin dan Mushaddiq bagi kitab – kitab suci sebelumnya; mukjizat bagi
kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW; Hudan bagi kehidupan umat manusia
sampai akhir zaman; dan fungsi – fungsi lainnya (Al-Maidah 5: 48; Al-Baqarah 2:
185)
2. Mempelajari Al-qur’an
baik cara membacanya (ilmu tajwid dan qira’an), makna dan taksirnya (iarjamah
dan tafsir Al-qur’an) maupun ilmu – ilmu lain yang berhubungan dengan Al-qur’an
seperti ulumul Qur’an, hadits, ushulul fiqhi, fiqh, dan lain – lain (Muhammad
47: 24, AT-Taubah 9: 122)
3. Membaca Al-qur’an
sebanyak dan sebaik mungkin (Al-Muzammil 73: 4, 20)
4. Mengamalkan ajaran
Al-qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik kehidupan pribadi, berkeluarga,
bermasyarakat, bernegara maupun kehidupan Internasional. Baik aspek ekonomi,
politik, hokum, budaya, pendidikan maupun aspek hidup lainnya (Al-A’raf 7: 3,
Al-Jatsiyah 45: 7-8, An-Nur 24: 51,m Al-Baqarah 2: 208)
5. Mengajarkan Al-qur’an
kepada orang lain sehingga mereka dapat membaca, memahami dan mengamalkannya
(Ali-Imran 3: 110, Ali-Imran 3: 104, An-Nahl 6: 125, Ali-Imran 3: 79, HR
Bukhari: sebaik-baik orang diantara kamu ialah mempelajari Al-qur’an dan
mengajarkanny.”).
F. Pengaruh Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah
Beriman kepada
kitab-kitab Allah memiliki pengaruh yang banyak diantaranya :
1. Mengetahui tentang
perhatian Allah terhadap hamba-hambaNya juga kesempurnaan rahmatNya, dimana ia
menurunkan kepada setiap kaum sebuah kitab sebagai petunjuk bagi mereka, agar
bias mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
2. Mengetahui hikmah Allah
Swt. Dalam syariatNya, di mana Allah mensyariatkan bagi setiap kaum apa yang
sesuai dengan keadaan dan situasi kaum tersebut.
“untuk tiap-tiap umat
diantara kamu. Kami berikan aturan dan jalan yang terang .”(QS.Al-Maidah:48)
3. Bersyukur kepada Allah
terhadap diturunkannay kitab-kitab tersebut. Sebab kitab-kitab tersebut adalah
cahaya dan petunjuk di dunia maupun di akhirat. Karena itu kita wajib bersyukur
kepada Allah atas nikmat yang agung ini.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
yaitu kepercayaan yang pasti bahwasanya Allah Swt. Memiliki kitab-kitab
yang diturunkan kepada para rasulNya untuk disampaikan kepada para hambaNya dan
bahwa kitab-kitab tersebut adalah kalamullah
yang dengannya Allah berbicara secara sesungguhnya sesuai yang pantas untuk
diriNya, dan bahwa kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran, cahaya dan petunjuk
bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Daftar kitab-kitab Allah SWT beserta Rasul penerima wahyunya
1. itab Taurat diturunkan
kepada nabi Musa AS
2. Kitab Zabur diturunkan
kepada nabi Daud AS berbahasa Qibty
3. Kitab Injil diturunkan
kepada nabi Isa AS berbahasa Suryani
4. Kitab Al-Quran
kepada nabi Muhammad SAW berbahasa arab
Kitab suci injil yang saat ini dijadikan kitab suci oleh kaum nasrani /
Kristen katolik dan protestan sangat berbeda dengan injil yang diwahyukan
kepada nabi Isa AS semasa hidupnya untuk kaumnya. Oleh sebab itu dating
Al-Quran untuk menjadi penyempurna seluruh kitab suci yang ada.
B. Saran
Sebagai seorang muslim kita harus menjaga kitab suci Al-Quran dari tangan
orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengubahnya. Jangan sampai kitab umat
islam diganti, ditambah, dan dihilangkan seperti kitab-kitab yang dimiliki
bangsa Yahudi dan bangsa Nasrani.