HIKAYAT BAHTIAR
Ada seorang raja, terlalu besar
kerajaannya daripada segala raja-raja. Syahdan maka baginda pun beranak dua
orang laki-laki, terlalu amat baik parasnya, gilanggemilang dan sikapnya pun
sederhana.
Hatta maka berapa lamanya, dengan
kodrat Allah subhanahu wa ta’ala, maka baginda pun hilanglah kembali ke
rahmatullah. Arkian maka anakda baginda pun tinggalah dua bersaudara. Setelah
demikian, maka mufakatlah segala menteri dan hulubalang dan orang kaya-kaya dan
orang besar-besar menjadikan anakda baginda yang tuha itu raja, menggantikan
ayahanda baginda.
Setelah sudah naik di atas tahta
kerajaan dan berapa lamanya, maka berpikirlah saudaranya, katanya, “Jikalau
kiranya saudaraku ini kubiarkan menjadi raja, bahwasanya aku ini tiadalah
menjadi raja selama-lamanya. Maka baiklah aku menyuruh memanggil segala perdana
menteri dan hulubalang dan orang besarbesar dan orang kaya-kaya sekaliannya.”
Setelah berhimpunlah segala menteri
dan hulubalang, rakyat hina dina sekaliannya, maka baginda pun bertitah, “Hai
segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan
tuan-tuan sekaliannya, pada bicaraku ini jikalau kakanda selama-lamanya menjadi
raja di dalam negeri ini bahwa aku pun tiadalah menjadi raja selama-lamanya,
melainkan marilah kita langgar dan kita keluarkan akan kakanda supaya negeri
ini terserah kepadaku.”
Setelah sekalian menteri dan
hulubalang dan punggawa dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan rakyat
sekaliannya itu mendengar titah yang demikian itu, maka mereka itu pun
berdatang sembahlah, “Ya, Tuanku Syah Alam, adapun pada pendapat akal patik
sekalian ini, meskipun paduka kakanda menjadi raja ini, serasa tuanku juga.
Jika tuanku kabulkan sembah patik sekalian ini, maka baiklah tuanku mufakat
dengan paduka kakanda supaya sempurna negeri tuanku, karena paduka kakanda itu
pun sangat baik dan barang kelakukan dan pekerti paduka kakanda pun baik. Di
dalam pada itu pun lebih maklum ke bawah duli tuanku Syah Alam juga.”
Setelah demikian sembah mereka
sekalian itu, maka baginda pun berpikirlah di dalam hatinya katanya, “Benarlah
seperti kata menteri sekalian ini dan siapatah lagi kudengar katanya?”
Setelah sudah berkata demikian di
dalam hatinya maka baginda pun masuklah ke dalam istananya. Maka sekalian
mereka itu pun masing-masing pulang ke rumahnya.
Hatta maka berapa lamanya, maka
kedengaranlah kepada baginda tuha wartanya itu. Maka ia pun berpikirlah di
dalam hatinya katanya, “Tiada berkenan rupanya saudaraku ini akan daku. Jikalau
ia hendak jadi raja, masakan dilarangkan dia, niscaya akulah yang merajakan
dia. Tetapi apatah akan daya aku ini karena aku tuha. Jikalau demikian, naiklah
aku pergi membuangkan diriku barang ke mana membawa untungku ini.”
Setelah sudah ia berpikir demikian itu, seketika maka hari pun malamlah.
Maka baginda pun sembahyanglah. Setelah sudah, maka ia pun lalulah masuk ke
dalam tempat peraduan hampir isterinya, seraya bertitah kepada isterinya, “Hai,
adinda, adapun akan hamba ini sangatlah bencinya saudara hamba akan hamba. Maka
oleh karena itu, maka hamba hendak pergi membuangkan diri barang ke mana
ditakdirkan Allah ta’ala. Maka tinggallah tuan hamba baik-baik memeliharakan
diri tuan hamba.” Maka bercucuranlah air mata baginda.