MAKALAH PUASA SUNNAH
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Puasa dalam
bahasa Arab di istilahakan dengan “shaum” atau “shiyam”. Secara
terminology “shaum” atau “shiyam” Itu berarti “al-
imsak”yaitu menahan dari apa saja. Ibnu Mandzur memberikan penjabaran untuk
maksud “menahan diri” yaitu meninggalkan makan, minum,
hubungan suami isti, dan berbicara. Sedangkan puasa secara syar’i adalah “
Menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan apa saja yang bisa
membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan
mengharap ridha Allah SWT.
Di dalam
syariat islam puasa digolongkan menjadi dua yaiti puasa wajib dan
sunnah, puasa wajib merupakan salah satu dari rukun islam, yaitu
puasa Ramadhan, Selain puasa wajib ada juga puasa sunnah yang
diperintahkan Rasullah seperti puasa 6 hari pada bulan syawwal,
puasa pada hari senin dan kamis, puasa ‘arafah,dan Puasa Asyura’ masih banyak
lagi
B. Tujuan
penuisan
a. Memahami keutamaan-keutamaan
sunnah
b. Menjelaskan Macam-macam
Puasa Sunnah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PUASA SUNAH
Puasa Sunah adalah puasa yang
apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabilatidak dikerjakan tidak
berdosa.
Sabda Nabi Saw,
Sesungguhnya seorang laki laki bertanya kepada Rasulullah Saw, dia bertanya: Ya, Rasulullah, terangkan kepadaku tentang puasa yang difardukan Allah atas diriku. Rasul menjawab: bulan Ramadlan. Orang itu bertanya lagi,
Adakah puasa yang lain yang diwajikan atas diriku?, Rasul menjawab: Tidak,
kecuali engkau mengerjakan puasa tatawu’ (sunah). (HR.Bukhori dan
Muslim)
Puasa sunnah
adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula
puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang
terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang
akan mudah mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah
sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi
petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk
pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada
tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia
gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku
mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya”
(HR. Bukhari no. 2506).
2.2 Ketentuan dalam Melakukan Puasa
Sunnah
1. Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan,
minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan
puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari
‘Aisyah R.a ا, ia berkata:
دَخَلَ
عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ:
هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ فَقُلْنَا: لا. قَالَ: فَإِنِى إِذًا صَائِمٌ، ثُمَّ
أَتَانَا يَوْمًا آخَر. فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ .
فَقَالَ: أَرينيْهِ، فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا، فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari,
Nabi SAW menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?”
Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan
berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami
berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang
terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari,
sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154).
An
Nawawi رحمه الله memberi judul
dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang
hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya
membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
2.
Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa
sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan
bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin
meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam
Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy
Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.
3.
Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan
suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya.
4.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
لاَ
تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah
seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR.
Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
Imam An
Nawawi رحمه الله menjelaskan,
“Yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat
dengan waktu tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah
larangan haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab
pengharaman tersebut karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan
istrinya setiap harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh
istri. Dan tidak bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri
melakukan puasa sunnah atau puasa wajib yang sebenarnya bisa
diakhirkan.” 3
Beliauرحمه الله menjelaskan pula, “Adapun jika si
suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di
sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”
2.3 Macam-macam
Puasa Sunah
1. Puasa hari
Senin dan Kamis.
Sabda nabi SAW
“ Adalah nabi SAW selalu berusaha
untuk puasa senin dan kamis”. (HR. Tirmizi).[2]
Artinya: Rasullullah pernah ditanya tentang sebab-sebab disyariatkanya puasa Senin-Kamis.
Rosulullah menjawab dalam hadits yang artinya, “ Amal-amal kita ditunjukan kepada Allah pada
setiap hari Senin dan Kamis, oleh karena itu, aku suka ketika amal-amalku
ditunjukan kepada Allah, aku sedang puasa,” (HR. Ahmad)
Dasar Hukum: Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid R.a, dia berkata, “Sesungguhnya
Rasulullah Saw selalu berpuasa pada hari Senin dan Kamis, mana
kala beliau ditanya tentang hal tersebut, beliau menjawab:
إِنَّ
أَعْمَالَ اْلعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ
“Sesungguhnya
amal-amal hamba dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis."
2. Puasa
selama 6 hari pada bulan Syawal
puasa sunnah
6 hari di bulan syawal (puasa syawal) adalah puasa sunnah yang dianjurkan oleh
rasulullah saw, sebagai penyempurna ibadah puasa ramadan. bila dikerjakan maka
nilai pahalanya sama dengan (berpuasa sepanjang tahun.
Sebagai
dasar hukum dari puasa sunnah 6 hari di bulan syawal adalah berdasarkan hadits
Rasulullah Saw, dari Abu Ayyub Ra, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ
الدَّهْرِ
“Barangsiapa
berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa 6 hari di
bulan Syawal, berarti dia telah berpuasa selama setahun.”(Hr. Muslim)[3]
Rasulullah Saw
biasa puasa Syawal 6 hari berturut-turut, tapi sebagian ulama
memperbolehkan tidak harus berturut-turut 6 hari, namun pahalanya insya allah
sama dengan yang berturut-turut. Namun, menurut pendapat beberapa ulama
termasuk Syaikh Utsaimin, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama
karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak
menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal
3. Puasa hari
Arafah (9 Zulhijjah atau sebelum Idul Adha)
Puasa Arafah adalah
puasa yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa Arafah dinamakan
demikian karena saat itu jamaah haji sedang wukuf di terik matahari di padang
Arafah. Puasa Arafah ini dianjurkan bagi mereka yang tidak berhaji. Sedangkan
yang berhaji tidak disyariatkan puasa ini.
Mengenai hari Arofah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ يَوْمِ
عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ مَا
مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ
هَؤُلاَءِ فَيَقُولُ
مَا أَرَادَ
“Di antara hari yang Allah
banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati
mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian
Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim)
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan,
“Hari Arofah adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan
membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arofah dan penduduk negeri kaum
muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari
Arofah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh
dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama
akan mendapatkan pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arofah.”
(Lathoif Al Ma’arif, 482)
Mengenai
keutamaan puasa Arafah disebutkan dalam hadits Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَعْدَهُ وَصِيَامُ
يَوْمِ عَاشُورَاءَ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى
أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah dapat menghapuskan
dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan
menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah
adalah di antara jalan untuk mendapatkan pengampunan di hari Arafah. Hanya
sehari puasa, bisa mendapatkan pengampunan dosa untuk dua tahun. Luar biasa
fadhilahnya ...
Hari Arafah pun merupakan waktu mustajabnya do’a s ebagaimana disebutkan dalam hadits,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَيْرُ
الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ
مِنْ قَبْلِى
وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik do’a adalah do’a
pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh
para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah,
lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai
segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Praktik Puasa Arafah
bisa diikuti dengan Puasa Tarwiyah. Jadi pada tanggal 8 Zulhijjah, berpuasa
Tarwiyah disambung dengan puasa Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah.
4. Puasa
hari Asyura ( tanggal 10 Muharam)
Pada
Muharram, awal tahun baru hijriyah. Berdasarkan dalam beberapa
hadis, terdapat anjuran dari pada Rasulullah SAW kepada umat Islam untuk
berpuasa pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Tanggal sepuluh bulan Muharram
biasa disebut dengan Hari ’Aasyuura (Hari kesepuluh bulan Muharram).
Suatu ketika
Nabi Muhammad SAW mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari ’Asyuura.
Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu. Mereka pun
menjelaskan bahawa hal itu untuk memperingati hari dimana Allah SWT telah
menolong Nabi Musa as bersama kaumnya dari kejaran Firaun dan bala tenteranya.
Bahkan pada hari itu pula Allah telah menenggelamkan Firaun disebabkan
kezalimannya terhadap Bani Israil. Mendengar penjelasan itu, maka Nabi SAW pun
menyatakan bahawa ummat Islam jauh lebih berhak daripada kaum Yahudi dalam
mensyukuri pertolongan Allah kepada Nabi Musa as. Setelah itu, baginda pun
menganjurkan kepada kaum muslimin agar berpuasa pada hari ’Asyuura.
لَهُمْ فَقَالَ عَاشُورَاءَ
يَوْمَ صِيَامًا الْيَهُودَ فَوَجَ دَ الْمَدِينَةَ
قَدِمَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ
مُوسَى فِيهِ اللَّهُ أَنْجَى
عَظِيمٌ يَوْمٌ هَذَا فَقَالُوا تَصُومُونَهُ الَّذِي
الْيَوْمُ مَا هَذَا وَسَلَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهِ
رَسُولُ
صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ فَقَالَ نَصُومُهُ فَنَحْنُ شُكْرًا سَى مُو فَصَامَهُ وَقَوْمَهُ فِرْعَوْنَ وَغَرَّقَ وَقَوْمَه
صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ فَقَالَ نَصُومُهُ فَنَحْنُ شُكْرًا سَى مُو فَصَامَهُ وَقَوْمَهُ فِرْعَوْنَ وَغَرَّقَ وَقَوْمَه
بِصِيَامِهِ
وَأَمَرَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ
رَسُولَ فَصَامَهُ مِنْكُمْ بِمُوسَىوَأَوْلَىأَحَقُّفَنَحْنُ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW tiba di
Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah
SAW bersabda: “Hari apakah ini sehingga kalian berpuasa padanya?”
Mereka (kaum Yahudi) menjawab: ”Ini adalah hari agung dimana Allah
menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Firaun beserta kaumnya,
lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan syukur sehingga kami pun
berpuasa.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Kami (kaum Muslimin) lebih berhak
atas Musa daripada kalian (kaum Yahudi). Maka Rasulullah SAW pun berpuasa dan
menyuruh (kaum muslimin) berpuasa.” (HR Muslim)
Adapun
fadhillah (keutamaan) berpuasa pada hari ’Asyuura ini? Nabi Muhammad SAW berdoa
agar sesiapa yang berpuasa ’Asyuura, agar Allah mengampuni dosanya selama satu
tahun yang telah berlalu.
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Rasulullah SAW bersabda: ”Puasa
hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar menjadikannya sebagai penebus
(dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR Muslim)
5. Puasa pada
bulan Sya’ban
Bulan
Sya'ban adalah bulan di saat Nabi Muhammad saw melakukan puasa sunnahnya yang
terbanyak. Di bulan-bulan lain, Nabi tidak melakukan puasa (sunnah) sebanyak di
bulan Sya'ban. Namun tak ada kejelasan, tepatnya berapa hari yang
disunnah kan berpuasa.
Dari Aisyah RA berkata, “Rasulullah
SAW tidak pernah berpuasa (sunah) pada satu bulan lebih banyak daripada bulan
Sya’ban. Sungguh beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban.”
Dalam sebuah
riwayat dikatakan, “Beliau berpuasa di seluruh bulan Sya’ban kecuali
beberapa hari saja beliau tidak berpuasa.” (Muttafaq Alaihi).
Riwayat Ibn
Hibban, al-Bazzar dan lain-lain). Al-Albani mensahihkan “Allah melihat
kepada hamba-hambaNya pada malam nisfu Sya'ban, maka Dia ampuni semua hamba-hambaNya
kecuali musyrik (orang yang syirik) dan yang bermusuh (orang benci membenci)".(hadith
ini dalam Silsilah al-Ahadith al-Sahihah. (jilid 3, .m.s. 135, cetakan:
Maktabah al-Ma`arf, Riyadh).
Itulah
kebiasaan yang kerap dilakukan Rasulullah SAW pada Sya’ban. Beliau mengisi
hari-harinya pada bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunah demi mengharap
rida Allah SWT.
6. Puasa
Hari Abyadh (puasa setiap tanggal 13,14 dan 15 bulan Qomariyah)
Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu
tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian
orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya
memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
7. Puasa Dawud ( sehari puasa sehari buka)
Hal
ini di dasarkan kepada hadits Nabi SAW:
Artinya:”Puasa
yang paling dicintai Allah SWT adalah puasa Dawud Dan Shalat yang paling
dicintai Allah adalah Shalat Nabi , biasanya Dia tidur sampai pertengahan malam
lalu bangun spertiganya dan tidur lagi seperenam malamnya.Beliau biasanya puasa
sehari dan berbuka sehari”, (HR. Bukhari)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Puasa adalah salah satu
rukun islam yang wajib dikerjakan oleh hamba Allah yang bertakwa, didalamnya
banyak terdapat manfaat bagi jasmani dan rohani, puasa sendiri dibagi menjadi
dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Sunnah adalah puasa yang
boleh dikerjakan ataupun tidak. Puasa wajib meliputi puasa ramadhan, puasa
kafarat, dan puasa nadzar. Sedangkan puasa sunah meliputi puasa daud, puasa
senin kamis, puasa syawal, puasa arafah, puasa asyura, puasa sya’ban, dan puasa
pada bulan pertengahan komariah.
Puasa haruslah dilakukan
pada selain hari-hari yang telah diharamkan dan dalam menjalankannyapun harus
menghindari hal-hal yang dapat membatalkan puasa.diantaranya muntah dengan
sengaja,ragu, berubah niat, danlain sebagainya.
Puasa mengandung banyak
hikmah baik dalam segi kejiwaan seperti membiasakan sabar dan berprilaku baik.
Dalam segi social seperti sikap saling tolong menolong.dalam segi kesehatan
seperti, membersihkan usus. Maupun dalam segi rohani yaitu selalu berdzikir
kepada allah.
B. SARAN
Dalam sebuah peribahasa
disebutkan “Tiada Gading yang Tak Retak” dan juga tidak ada satupun yang
sempurna didunia ini, karena kesmpurnaan hanya milik Allah, begitupun makalah
ini yang kami yakin masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saran maupun
kritik membangun dari semua pihak, karena saran dan kritik yang membangun
merupakan embun kesegaran bagi kami yang tengah haus akan ilmu dan sebagai
bekal kami untuk menapaki dunia pendidikan Agama Islam khususnya
DAFTAR PUSTAKA
http://arijuliarah.blogspot.co.id/2013/12/macam-macam-puasa.html, diakses padatanggal 06 November 2016
Http://Cara Niat Puasa
Menurut Empat Mazhab ~ Kajian Islami.Html, diakses pada tanggal 06 November 2016
Http://Perbandingan
Mazhab (Sebab-Sebab Timbulnya Pendapat).Html, diakses pada tanggal 06 November 2016
Http://Suyantoaddimawi.Blogspot.Com/2013/05/Fikih-Puasa.Html, diakses padatanggal 06 November 2016
http://warohmah.com/puasa-wajib-dan-sunah/, diakses pada tanggal 06 November2016
http://www.gerbangilmu.com/2014/07/penjelasan-puasa-wajib-dan-puasa-sunah.html, diakses pada tanggal 06 November 2016